Prelude

5 0 0
                                    

Kupikir, untuk menulis merupakan hal yang sulit. Setidaknya, bagiku setelah sekian lama melepas pena, kembali berkutat dengan kata dan kalimat menjadi sesuatu yang terasa berat. Untuk kembali menulis seperti dahulu, mungkin menjadi hal yang sangat sulit—atau bahkan tidak mungkin bagiku.

Mengapa aku kembali menulis lagi? Entahlah, tapi aku merasa jika aku tidak menulis sesuatu, aku akan benar-benar hancur beberapa waktu ke depan. Aku bahkan tidak tahu lagi melakukan apa, teruntuk siapa. Termasuk tulisan ini, tulisan ini tak ditujukan untuk siapapun. Mungkin, jika seseorang berkenan untuk membaca tulisanku yang dapat kukatakan, aneh, aku sangat berterimakasih kepada kalian. Jika seseorang menemukan tulisan ini, dan berpikir, "Oh, tulisan ini sangat bagus dan menginspirasi" itu adalah hal terbaik yang dapat kuterima dari kalian. Namun jika tidak, tak apa. Aku bahkan tidak menujukan tulisan ini kepada siapapun. Mungkin perbandingan yang tepat, tulisan ini akan mirip seperti sebuah akun Twitter yang berisikan ocehan sehari-hari.

Karenanya, aku tidak akan menamai kumpulan tulisan ini sebagai buku. Kumpulan tulisan ini, mungkin lebih dekat kepada jurnal hidup seseorang — sesuatu seperti diary, atau sebuah memoir. Tulisan ini hanya akan berisikan pemikiran-pemikiran yang muncul ketika aku sadar dan tidak sadar, dan nantinya kutuang dalam bentuk tulisan. Aku tidak mengerti akan apa yang akan terjadi ke depannya, termasuk dari penutup tulisan ini. Ketika aku memutuskan untuk mulai menulis kembali, aku tidak berpikir mengenai penutup dari tulisan ini. Mungkin, tulisan ini akan berhenti ketika aku mencapai kebahagiaan dalam hidup, mungkin suatu saat aku akan kehilangan keinginan untuk menulis kembali, atau mungkin siapa tahu, besok aku akan mati. Dan ketika hal tersebut terjadi, itu berarti tulisan ini akan berhenti, tanpa penutup.

Aku sudah berencana untuk menulis memoir seperti ini dari beberapa saat yang lalu, namun aku selalu kehilangan arah setiap hampir meraih pena. Entah kenapa, stress karena UTS di semester tiga ini membuatku mengambil keputusan untuk mulai menulis kembali. Cukup sulit, jujur. Karena kehidupan sehari-hari merupakan topik yang sangat ambigu, dan menulis setiap hari dalam bentuk tulisan yang nikmat dibaca bukanlah hal yang mudah.

Namun pada akhirnya, aku memutuskan untuk menulis dengan jujur tentang apa yang kupikirkan, bagaimana persepsiku terhadap dunia dan kehidupan sehari-hari. Mungkin tulisan ini hanya menjadi pelarian dari stress kehidupan perkuliahanku, namun aku merasa bahwa tulisan ini, setidaknya meringankan apa yang kurasakan di dalam hati dan kepala. Tidak memiliki seseorang untuk bercerita ternyata berat ya?

Begitulah. Aku tak akan menganggap tulisan ini memiliki nilai moral pun filsafat, namun setidaknya dari kehidupan sehari-hari yang kurasakan, aku ingin menuangkan perasaanku ke dalam tulisan dalam bentuk mentah, tanpa dipahat kembali dalam bentuk cerita yang memiliki plot pun dunianya tersendiri. Tapi yah, persepsi manusia itu menjadi dunia masing-masing. Mungkin apa yang akan kusajikan ke depan bukanlah sesuatu yang bagus, indah untuk dibaca dan sejenisnya. Namun, apa yang akan kutuliskan ke depan itu adalah "aku".

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit, Ungu, dan BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang