PROLOG 🤍

32 2 0
                                    

Sniff.. Snifff.. Ia mengendus sesuatu tak lama kemudian. "Bau apa ini..!"


"Arcey..!!" Arcey mendengar suara samar-samar memanggilnya dari jarak jauh.

"Hah..?!" Arcey menoleh ke sumber panggilan. Tak lama Ia menghampirinya.

Setelah sampai di sumber suara, di dapur, Arcey sangat terkejut.

Ia melihat kehancuran yang hampir luar biasa di tempat itu. Tumpahan kuah rempah-rempah berceceran di mana-mana, terlihat juga bekas ledakan karena di dinding dekat tempat memasak gosong, panci juga terletak pada tempat yang tak semestinya.

Dan yang pasti satu, yaitu wajah merah Hiratha. Sepertinya hal tersebut disebabkan karena ulah Arcey.

Ia cepat-cepat melepas earphone yang masih menyumpal telinganya. Karena dari tadi ia memang memakai earphone, maka tak heran ia tak mendengar suara ledakan.

"Ini pasti kelakuan lo kan..?!," sentak Hiratha kepada Arcey.

Arcey terdiam, memindahkan jari telunjuk ke dagunya. Ia lalu mengingat-ingat apa saja yang ia lakukan sehari ini.

Setelah iya benar-benar mengingat. "WAH.. IYA KAK, LUPA!! Hehe..," ucap seorang gadis yang sekarang bermuka tembok. Ia berucap seolah gadis polos. Tak lupa tangannya berada di posisi jidat.

"Makanya kalo masak tuh jangan ditinggal!!," kata Hiratha berusaha menasihatinya. Tak lupa sentilan mematikan yang mengarah ke dahi Arcey.

Ia jelas merasakan perih di dahi. Tapi siapa peduli, itu salah dirinya telah ceroboh.

Arcey hanya terkekeh malu. "Yaudah, nanti aku beresin.. udah-udah kakak ke kamar aja sana," ucapnya sambil mendorong Hiratha. Dan alih-alih kabur dari masalah, tumbennya Arcey malah mengatakannya dengan sangat mudah seolah mau bertanggung-jawab. Biasanya saja pada akhirnya Hirataha yang membereskannya.

Ia tahu, jika Hiratha berada di sana dan memantaunya, ia tak akan tenang dan malah berakhir tak selesai. Maka dari itu Hiratha ia enyahkan terlebih dahulu.

Arcey benar-benar membereskan semuanya. Dari mengambil barang-barang yang terjatuh akibat ledakan, sampai tumpahan rempah-rempah yang awalnya ia rebus.

Beruntungnya, tampilan dapurnya sekarang sudah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Tok..tok..
Tiba-tiba saja ada suara ketukan dari pintu utama.

Mendengar suara itu, Arcey tak segan-segan membukakan pintu, karena ia tahu jika itu adalah orang tuanya. Beruntungnya semuanya sudah terselesaikan.

"Halo bun.., ayah" Ia segera bersalaman ketika berhadapan dengan keduanya, dan mempersilahkannya masuk.

"Hem.. baunya wangi, kamu abis ngepel ya?," tanya ibunya heran.

"Hehe..," kekeh Arcey senang karena apa yang telah dilakukannya berhasil tak terbongkar.

"Tapi kok rada ada bau gosong ini..," ungkap ayahnyatak sengaja merusak suasana.

"Hehe.. itu tadi.." Padahal ia baru saja ingin menyombongkan bahwa dirinya baru saja bersih-bersih. Tetapi tersahut oleh ungkapan ayahnya yang menurutnya sangat menusuk hati.

"Tadi itu meledak bun.. Arcey masak tapi ditinggal pergi main sendiri" Belum sempat menjelaskan, Hiratha sudah lebih cepat menghampiri mengungkapkan yang sebenarnya terjadi.

Ibunya lantas terlihat kecewa.

"Maaf bun..," ucap Arcey sambil sedikit menunduk ketika dirinya melihat Ivey mengerutkan dahi.

"Tapi udah bersih kok.. ayo makan" Beruntung ada ayahnya yang mengalihkan pembicaraan keduanya. Arcey jadi tak lebih canggung.

"Tumben kamu mau bersih-bersih.. biasanya aja kamarnya berantakan," ucap Ivey setelah mereka makan bersama.

"Bunda emang awalnya rada kecewa, tapi pas sadar yang ngebersihin kamu jadi ilang kecewanya.. akhirnya kamu udah bisa berubah lebih baik..," lanjutnya dengan menatap Arcey senang.

"Huh..."

"Besok lo sekolah kan..?!," tanya Hiratha melihat Arcey masih melek di jam dua pagi.

"Iya lah"

"Terus ngapain lo malah begadang"

"Emang apa urusannya sama kakak?!" Arcey mengubah posisi dari berbaring ke duduk.

"Nanti kalo telat, jangan nyalahin gue karena sarapannya lama," balas Hiratha datar dan membanting ke dalam pintu kamarnya lumayan keras.

"Jih.. Judgemental banget sih.." (Judgemental : tindakan menghakimi orang lain)

"Padahal juga besok gw berangkatnya sama Dena," lanjutnya.

Ia sepertinya tak terlalu mengerti apa arti dari judgemental. Ck-ck.. Memang anak zaman sekarang suka menggunakan istilah tetapi tak tahu artinya.

Ia lanjut membuka buku hariannya yang tergeletak di atas sofa. Dan mulai menulis lagi apa yang ingin diungkapkannya.

Bagi Arcey, dirinya tak mudah untuk mengungkapkan sesuatu secara lisan. Ia lebih nyaman mengungkapkannya secara tulisan. Karena ia mengerti jika tulisan bisa saja disunting. Berbeda dengan lisan.

Hiratha sedang mengerjakan tugas kuliahnya yang sebentar lagi harus dikumpulkan. Setelah ia mengerjakan, pastinya ia akan menelitinya agar tak ada yang melenceng atau typo.

Tetapi di tengah fokus mengkoreksi, ia terkejut dengan suara ledakan bak gempa bumi.

Duar..

Rumahnya bahkan seolah terguncang akibat ledakan tersebut. Tak menunggu lama, ia langsung menghampiri suara itu berasal.

"ARCEY!!!!"

"IYA..!!!"

====🍬🍬🍬====

***
HALLO AMICAO.. APAKABS..?!

Btw baru prolog nih.. Jangan bosen dulu ya..!!

Happy reading..!!!

EQUANIMITY | ON GOING✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang