Tetangga

122 5 0
                                    

Mega meletakkan botol teh sosro dengan satu hentakkan dan disusul pantatnya yang menduduki bangku itu. Kantin masih sama. Masih rame kalo jam istirahat.

"Gue pernah mimpi kalo kantin ini cuman isinya kita bertiga", ucap Mega sambil ngos-ngosan butuh beberapa waktu untuk mengembalikan nyawanya yang tadi disuruh Pak Budi buat hormat ke tiang Bendera selama 2 jam.

"Alay lo Ga, tapi iya sih rame banget ya, makin panas nih rasanya, kenapa gak dikasih AC aja ya", jawab Guntur ngasal. Langsung disusul tatapan ya-kan? dari Mega.

"Tolol lu, ya ngowos lah Acnya", Marco kini bicara sambil kembali mengacak-acak rambutnya. Bagi Mega pemandangan itu sudah biasa tapi buat anak lainnya seperti tontonan yang tak ingin dilewatkan.

Tawa cekikikan dari Guntur membuyarkan semua lamunan Mega tentang malaikat di depannya kini.

"Makan yuk", ucap Mega akhirnya.

"Lo belum makan Ga?", ucap Guntur sedikit mendelik.

Mega menggeleng sebagai jawaban.

"Kebiasaan lo Ga entar kalo lo pingsan gimana tadi, lo disuruh hormat tiang bendera 2 jam lagi"

"Yah buktinya alhamdulillah nggak papa nih", kata Mega sedikit kesal sambil berkacak pinggang.

Detik seterusnya dilanjutkan oleh Guntur yang mengomel ngalah-ngalahin cewek lagi pms dan Mega hanya bisa terdiam lesu sambil memegangi perut kecilnya yang meronta ingin dikasih makanan.

"Udah ah, kasian Mega-nya. Mau makan apaan Ga? Gua beliin deh", Malaikat itu bicara lagi.

Sesaat kemudian Mega hanya berdiam diri memandangi Marco dengan wajah kepolosannya. Heran. Nih Malaikat kenapa bisa seromantis ini yah.

"Woy Ga, ngelamun aja lo. Disambet setan baru kapok lo", ujar Guntur sambil mengibaskan tangannya.

"Ah Eh I.. Iya. Apaan ya?", ucap Mega sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Seterusnya hanya bunyi sendok dan garpu yang beradu dengan piring yang menggema di telinga mereka. Sesekali Mega melirik Marco berharap dia melirik Mega kembali. Tapi tidak. Mega menghela nafas.

Sudah sejak duduk dibangku smp Mega memendam rasa ini. Tak ada yang tau. Guntur pun tidak. Mega hanya bisa melalui hari-harinya dengan Marco seperti biasanya. Seperti tidak ada perasaan apa-apa yang meliputinya. Berharap Marco tau dengan sendirinya. Mega menaruh harap pada waktu yang berlalu. Pada angin yang berhembus. Pada hujan yang merintik.

~~~~~~~~~~~

Hape itu menyala, sesekali Mega melirik. Sms dari operator. Mega berdecak.

"Ga, turun deh, ada yang mau gue kenalin sama lo", Donny bicara dari bawah.

"Males ah, udah pewe nih gue"

"Ga beneran deh yang kali ini lo gak bakalan nyesel"

Terdengar suara kaki yang memijak di tangga sambil berlari kecil.

"Apaan? Awas lo kalo nggak menarik. Tuh ikan di sana lagi butuh makanan, nggak segan-segan gue ceburin ke kolam", ucap Mega sambil menunjuk kolam ikan di belakang rumah mereka dengan bibir sedikit dimajukan.

"Tenang, yang ini lebih dari menarik", ucap Donny sambil menaik turunkan alisnya. Donny melangkahkan kakinya ke ruang tamu mereka sambil menuntun Mega seperti main kereta-keretaan. "Kenalin namanya Dave, anak tetangga depan. Mereka baru pindah pagi ini lho. Umurnya se elo, mungkin lebih bisa kenal kalau seumuran kali ya. Hehe" ujar Donny sambil ketawa dibuat-buat.

Mega melihat anak didepannya dari bawah sampai atas diulangi kembali.

Anak yang merasa tidak enak langsung berdeham tidak jelas.

"Eh sorry, gue Mega", ucap Mega sambil mengulurkan tangannya.

"Dave", ucap anak yang bernama Dave sambil membalas uluran tangan Mega.

"Eh sorry ya Dave, lagi banyak tugas nih, duluan ya", ujar Mega sambil melambaikan tangannya. Dave membalas. Disusul oleh tatapan Donny kebiasaan-nih-anak. Mega selalu begitu. Cuek. Apalagi sama tetanga baru. Mega melangkah menjauh samar-samar dia mendengarkan ucapan Donny meminta maaf karena sifatnya yang begitu.

Sering Mamanya menasehati agar perilakunya yang diubah. Tapi Mega selalu merasa ya-memang-ini-dirinya-apa-adanya. Tapi jika sudah mengenal Mega lebih jauh, dia anaknya baik kok, enak diajak bergaul. Maka dari itu Ia tidak memiliki teman dekat perempuan, karena sifatnya yang lebih kelaki-lakian.

~~~~~~~~~~~

Burung berkicau dengan lantangnya Mega masih dalam balutan selimut hangatnya.

"Woi bagun Uy", suara perempuan."Gak bangun entar lo telat loh. Udah jam setengah tujuh"

Mega langsung bangun, melangkah menjauh dari kasur. Mendapati Febby sudah siap dengan baju rapinya dan tas serta berkas-berkasnya yang biasa dibawa ke kampus. Mega langsung menyambar handuk mencuci muka, menggosok gigi, dan berganti baju. Mengikat rambut asal-asalan lalu turun dengan tergesa-gesa tanpa menghiraukan teriakan kakaknya yang meneriakkan namanya.

Mega sudah sampai di meja makan tempat keluarganya berkumpul. Tapi kosong. Makanan diatas meja tidak ada. Nihil.

Terdengar suara tawa dari atas.

"HAHAHA lucu lo Ga. Percaya aja sama kakak tersayangnya", ucap Febby sambil meneguk air putih. "Makanya jadi anak perempuan tuh bangunnya pagi"

Mega melirik jam rumahnya. Setengah enam. Brengsek.

"Awas lo ya. Tunggu pembalasan gue",ucap Mega sambil menarik kursi meja makannya. Mega menghempaskan tubuhnya dan menarik napas panjang.

"Ini ada apa? Pagi-pagi udah berisik aja", kali ini Mamanya ikut bersuara.

Sayup-sayup Mega mendengarkan namanya disebut-sebut oleh dua perempuan di depannya. Mega menelungkupkan tangannya dan kembali meneruskan mimpi indahnya yang sempat bersambung.




a/n Hai!!

part 2 udah lunas nih, hehe

hope you like it!

jangan lupa vote&comment ditunggu, thankyou:*

Kedai KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang