PROLOG

48 6 3
                                    

Percikan biru dari langit sepertinya tiada henti , lebih - lebih lagi dengan kesatuan badai malam . Deru angin pula dirasakan seperti ingin menumbangkan pepohonan yang berdiri . Begitulah deksripsi ribut yang sedang berlangsung .

" Pendeta , bagaimana dengan keadaan puteriku ? " , titisan air bening membasahi wajahnya .

Dia sudah tidak sanggup melihat puterinya terseksa sedemikian rupa . Raut wajah puterinya pucat dan tidak bermaya . Semua angkara anasir yang sering menjadikan puterinya sebagai wadah untuk mengganggu kehidupannya . Raja berasa bersalah kerana dirinya adalah akar umbi kepada kemelut yang timbul di istana belakangan ini .

" Berat taruhannya jika aku ingin menyembuhkan anak gadis engkau . Aku akan cuba sedaya upaya , tetapi ia akan memberi padah dan kesan buruk kepadanya . " , terang pendeta kepada raja .

" Teruskanlah pendeta jika itu bisa membuatkan puteriku sihat seperti sediakala , aku tidak sanggup melihatnya kesakitan . " , rintih raja .

" Ingatlah ! Kau takkan bahagia wahai manusia , kerna akulah dalang setiap kedukaan yang menimpa , keburukan yang tercipta , kebobrokan yang melanda . " , lalu anasir yang berada di dalam tubuh puterinya mengilai dengan suara yang nyaring .

Tubuh raja kaku seketika , dia berharap kata - kata yang dilontarkan anasir itu dusta belaka . Sukmanya sudah tidak sanggup  menanggung derita , cukuplah sebulan ini bermacam peristiwa pilu dan kelam melanda .

Lantaran itu , pendeta melukis simbol yang asing pada dahi puteri itu . Di sekeliling puteri , pembantu - pembantu pendeta membentuk bulatan dan merapalkan mantera yang berbeza antara satu sama lain . Mulut mereka terkumat - kamit membaca mantera penyembuhan dan pengusiran .

Anasir yang berada di dalam puteri menjerit kesakitan dan merayu supaya mereka berhenti berbuat demikian . Namun , mereka tetap meneruskan ritual agar anasir itu dapat dilenyapkan serta - merta .

" Kau fikir ayat - ayat lapuk itu mampu melukakanku . " , lalu anasir itu tersenyum sinis ke arah pendeta .

Pendeta yang sedang membaca mantera menaikkan intonasinya dengan lebih tinggi . Selepas itu , seisi istana bergoncang dengan kuat , lampu chandelier yang sedang tergantung di atas mereka bagaikan ingin terhempas ke bawah . Akhirnya , gegaran itu berhenti secara tiba - tiba .

" Sri ! " , jerit raja lalu memagut tubuh puterinya supaya tidak jatuh di atas lantai .

Raja memeluk erat puterinya . Sekujur tubuh puterinya dingin dan kaku tidak bermaya . Namun , denyutan nadinya masih ada walaupun beritma perlahan .

Puteri JambanWhere stories live. Discover now