Lagi?

12 2 1
                                    

Thea berlalu pergi jauh dari tempat seorang gadis yang sedang meratapi hal yang dibencinya. Ia tak menghiraukan. Tugasnya selesai, kini ia tersenyum belum puas. 

Rok pendek se-paha yang Thea gunakan berkibar ke kanan dan kiri. Ia berhenti sejenak dari jalannya dan menepuk pelan bagian yang terkena debu.

"Yuk cabut," ajak Thea kepada temannya untuk segera melangkah setelah terhenti sejenak.

"Mau ke kantin Bunda atau Mbokde?" tanya Fira—salah satu teman Thea mengesekkan kedua tangannya menghempaskan debu yang tersisa.

"Kelas."

Kedua temannya terhenti sejenak. "Kok kelas sih? Bosen ah," rengek Dea memelotot. Niatnya ia ikut Thea agar bisa bolos bersama, eh taunya zonk.

"Ada ulhar pkwu. Ini salah satu pelajaran yang gue kuasai. Gue harus ikut. Setidaknya nilai ini bisa mengalahkan si bocah cepu itu," balas Thea makin terburu-buru setelah mendengar bel masuk kelas berbunyi.

Dea dan Fira berhenti sejenak untuk saling pandang. Keduanya menunjuk Thea dengan dagunya masing-masing dan dengan tatapan batin seakan berbicara "Kapan pkwu jadi pelajaran favorite Thea?"

"Udah kali ini ikutin aja dulu. Barangkali Thea dah belajar," balas Dea menjawab tatapan teman di sebelahnya.

"Lo yakin, The?" tanya Fira yang tepat berada di belakang bangkunya.

"Nee. Why not?" balas Thea fokus ke depan tanpa mau lagi menghiraukan temannya.

Lima menit kemudian, menyusul satu gadis yang letih, lunglai, dan lesu. Wajahnya ditundukkan, tangannya memegang tisu bekas membersihkan tubuhnya yang terkena kotoran saus tomat. Baju putih abu-abu yang ia kenakan jelas ternodai dengan warna merah tersebut.

Namun, gadis itu masih dapat tersenyum. Menatap santai pelakunya yang tak lain dan tak bukan adalah Thea. Anna sudah terbiasa, ia tidak perlu takut atau pun marah. Baginya, ini bentuk kekesalan yang dapat kembarannya lakukan. Tidak apa padanya, asal tidak orang lain.

Thea balik menatap Anna dengan sinis. Ia benci dengan senyuman kembarannya. Ingin rasanya merobek sumber keindahan itu dari wajah Anna. Menyebalkan. Lalu ia kembali teringat kejadian istirahat tadi.

"Sini lo! Ikut gue!" suruh Thea menarik lengan Anna kasar setelah bel istirahat berbunyi. Sebenarnya ia jijik memegang tangan halus kembarannya, tapi mau bagaimana lagi. Teman-temannya itu tidak lihai dalam menyakiti. Jadi, mana puas bagi Thea.

Anna terus terdiam selama ditarik Thea entah menuju ke mana. Namun, ia yakin ini akan menjadi penderitaan dan juga dipermalukan.

Berhenti tepat di depan meja kantin yang masih kosong, Thea mengangkat tinggi-tinggi dua saus tomat di tangan kanan dan kirinya. Ia tidak peduli tatapan menghakimi seisi kantin, yang ia pedulikan hanya gadis di hadapannya.

Satu tekanan saus tomat di botol kanan telah membuat kerudung Anna terkena warna merah. "Ini untuk lo yang selalu merebut kasih sayang orang tua gue." Kali kedua ia melakukan hal yang sama, tapi di botol yang kiri. "Ini untuk lo yang suka merebut attention gue." Dan yang terakhir, Thea menekan kedua botol saus hingga terlihat banyak warna merah di mana-mana. "Dan ini karena crush gue suka sama lo."

Dirasa Anna sudah selesai, ia yang tadinya hanya menunduk kini menatap mata Thea lekat. "Mana si Khalid pacar lo itu? Kok enggak kayak drama yang cowoknya nyelamatin sang cewek, hah?" sindir Thea bersidekap dada menatap tak kalah sinis merendahkan kembarannya.

"Kata siapa dia pacar aku? Jelas-jelas aku enggak jawab," lawan Anna dibalas tamparan kencang dari lawan depannya.

"Enggak usah ngelak deh lo. Kalau munafik ya munafik aja." Anna yang masih syok atas tamparan kembarannya pun hanya terdiam membisu. Semenit, diam. Dua menit, masih diam. Lima menit kemudian, ia tetap terdiam. "Ah, bisu lo!"

Suara papan tulis yang berpadu dengan penghapusnya membuat tatapan Thea pada Anna harus terputus. Kini, ia harus mengerjakan ujian kertas terlebih dahulu untuk terus bisa melanjutkan ujian hidup.

Satu jam setengah berkutat dengan soal yang lumayan panjang membuat Thea harus meregangkan otot tubuhnya beberapa kali hingga Pak Budi—guru pkwu menatapnya berulang untuk mengawasi. Takut benar Thea mencontek. Mentang-mentang nilainya selalu bagus.

"Jangan mengawasi saya terus, Pak. Saya pandai dalam pelajaran ini. Saya sudah selesai," sindir Thea kurang sopan memberikan kertas jawaban di meja Pak Budi dan keluar kelas begitu saja. Karena itulah peraturannya.

Lima belas menit menunggu di luar, Thea dipanggil masuk ke dalam untuk mengoreksi jawaban bersama di kelas. Dan yah sesuai perkiraan. Thea selalu menang nilai di pelajaran ini, sedangkan Anna hanya sebatas rata-rata.

Thea girang bukan main. Bahkan kertas itu ia bawa-bawa tak ingin dimasukkan ke dalam tas. Karena ia tahu, kertas itu adalah aset berharga untuk izin keluar pada malam minggu bulan ini.

Hingga ketika ia lengah, kertas itu berpindah tangan ke sosok laki-laki di kelasnya. Daiva namanya. Ia merebut paksa kertas tersebut dan menjahili Thea hingga tak dapat menggapai kertas yang diangkat tinggi-tinggi olehnya.

"Balikin enggak, Dai! Sini!" suruh Thea cemas takut-takut kertas itu robek atau hilang.

"Ogah. Ambil sendiri kalau bisa," balasnya menaruh kertas itu di sela-sela jendela pintu kelas. Makin tak tergapai oleh tangan Thea. Sangat pintar.

"Ah elah. Sialan lo!" umpat Thea mengambil kursi dari meja temannya dan berusaha mengambil kertas itu yang sudah ditinggalkan oleh pelaku.

Namun, karena badannya lebih pendek dari Anna, secara kilat kembarannya itu membantunya mengambil kertas tersebut dan memberikannya pada Thea. "Nih ambil. Aku mau turun," suruh Anna disambut tangan Thea yang berlalu bergitu saja tak mengembalikan kursi yang ia ambil tadi. Terpaksa kembarannya-lah yang mengembalikan.

Jam kosong mata pelajaran sejarah telah usai, yang artinya semua siswa dapat kembali pulang ke rumah masing-masing. Tak terkecuali si kembar. Mereka pulang dengan jemputan yang berbeda. Thea dengan Dea, dan Anna dengan papa atau mamanya.

Kebetulan sekali papa dan mama mereka ada di rumah. Itu artinya Thea dapat mempermalukan Anna dan memamerkan betapa ia dapat dengan mudahnya keluar pada malam hari. Yang pastinya tidak seperti Anna yang dalam kondisi apa pun tidak boleh keluar rumah pada malam hari.

"Ma, Pa seperti biasa. Perfect. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Thea minta izin pergi besok malam ke rumah temen ya."

Kedua orang tua mereka yang sudah tak acuh pun mau tidak mau menuruti apa yang diingkan anak bungsunya tersebut. "Monggo. Sekalian nginep di rumah temanmu aja ya," ucap sang mama yang sudah capek menghadapi sikap keras kepala anaknya.

"Enggak! aku bakal pulang, Mah," tegas Thea dibalas anggukan mamanya.

"Terserah."

"Oh iya, Anna dapat berapa sayang ulangan pkwu-nya?" tanya sang papa yang mulai menyalakan televisi 3 inch itu.

"Seperti biasa juga, Pa. Cuma tujuh puluh," balas Anna lunglai menuju lantai dua untuk ke kamar. Ia ingin segera mencuci kerudung bekas tomat tadi pagi agar bisa mengembalikan kerudung UKS yang ia pinjam secepatnya.

"Ya sudah tidak apa, Nak. Segera ganti baju dan turun buat makan ya," peringat papa agak keras membuat bara api Thea yang tadinya padam menjadi menyala kembali.

"Lagi-lagi Anna. Lagi-lagi Anna. Cantikan juga aku, pintar dalam beberapa hal juga aku. Kok Anna doang yang diperhatikan," batin Thea menghela napas lumayan panjang. Ia capek dan kesal.

😁

1125 kata

Kembaranku Penghancur PribadikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang