Prolog

3 0 0
                                    

"Pada cahaya senja dan kameranya Mira. Thank u."
-Dipta-


SINAR matahari di sore hari mengenai kaca jendela kelas, memantul ke arah wajah seorang gadis yang duduk di bangku ketiga baris kanan. Dia sedang menunduk membaca novel, duduk manis dengan tangan terlipat.

Jreng
Jreng
Jreng

Suara sembarang petika gitar di suasana kelas yang sepi menjadi memenuhi ruangan kelas. Dan tentu saja mengganggu konsentrasi bacaan gadis itu.

"Kebiasaan si Dipta," gumamnya pelan, dia mengangkat tangan kirinya menutupi sinar matahari yang menyilaukan.

"Spadaaa~ " Dipta, laki-laki duduk di bangku samping kiri Raya yang kosong. "Haloo Raya, lagi baca apa?"

"Pelangi," ujarnya.

Dipta mendengus, kebiasaan gadis itu yang kalau sudah membaca novel tidak bisa diganggu dan diajak bicara. Gitar Dipta yang berada dipangkuannya, dia mulai memetik gitar.

Jreng jreng "Pernahkah kau mengira?"
Jreng jreng jreng "Seperti apa bentuk cintaaa~?" Jreng Jreng jreng jreng

Petikan gitar asalan dan suara asalan Dipta itu berhenti. Dia melihat kearah Raya, yang masih duduk manis, novel di meja, dan tangan kiri menutupi sisi wajahnya.

"Ra, kenapa sih mukanya ditutupin?"  Dipta mencolek tangan Raya, "malu yaa gue liatin?" godanya.

"Enak aja!" Raya menurunkan tangannya, "Tadi tuh-" ucapan dia berhenti saat menatap wajah Dipta yang tersenyum jahil. Wajahnya manis, dahi agak berponi yang lembab karena keringat, terkena bias cahaya matahari sore juga satu jerawat di dahi. Terpantul dari sisi belakangnya.

"Tadi silau, tapi sekarang enggak, ada kamu di sini. " ujaran spontan Raya membuat wajah Dipta seketika memerah. Senyum jahilnya luntur berganti bola matanya beradu dengan Raya.

Sepersekian detik mereka bertatapan sampai akhirnya suara dan flash kamera yang menyadarkan mereka berdua. Dipta langsung berbalik, memainkan gitarnya, sementara Raya kembali membaca novelnya.

"Perfect!!" Mira, gadis itu tiba-tiba berseru, datang dari depan kelas memegang kameranya. Tanpa tahu, kalau di depannya, Dipta dan Raya duduk canggung.

"Cieee~" cetus Mira, "mau difotoin lagi nggak? Tadi hasilnya kurang bagus." entah itu termasuk ledekan atau ajakan, tapi Mira menarik Dipta ke bagian belakang kelas. "Raya sini woy, foto sama Dipta."

Raya menggeleng, "Yaela si bocah. Buat percobaan gue nih, kamera baru dong." Mira berseru, Raya menyerah dia menutup novelnya berjalan canggung ke samping Dipta yang setia memandangnya.

"Busetdah Tong, udah natepnya kali. " cetus Mira, "Yok, sini hadap kamera ya. "

"Satu, dua, tiga."

Cekrek!

Karena masih canggung, mereka berdua berdiri bersampingan tersenyum kaku. "Njir, kek foto buku nikah. " gumam Mira. "Ulang! Mbokyo foto tuh jangan canggung kek gitu dong! Sok malu-malu kalian, biasanya juga berdua malu-maluin kelas."

Raya mendengus, tapi tiba-tiba bahunya seakan di sengat listrik kala tangan kanan Dipta merangkulnya. "Gini?" tanyanya santai.

"Ray, lo geser lagi, tuh tangan Dipta nggak panjang, ya. " Raya bergeser, "Nah gitu dong!" Mira berganti senyum ceria.

"Satu, dua, tiga."

Cekrik!

Satu foto selesai, dua foto, tiga foto, sampai foto-foto selanjutnya mereka jadi lupa.

"Raya kenapa polos banget sih, " Dipta menggeram dalam hati, kala dia berjinjit mendekatkan wajahnya ke wajah Dipta dan berpose sekonyol mungkin. Jantung Dipta sedari sudah berdentum-dentum, menahan napas. Dia menutup mata sebentar, menarik napas, lalu menundukkan sedikit kepalanya dan berpose bibir bebek. Lanjut ke juling, pamer lidah.

Mira asyik menjepret, tak peduli sudah puluhan foto, karena dia suka memotret apalagi menggunakan Dipta dan Raya sebagai model percobaan kamera barunya.

"Ehem-Ehem."
"Cieee~"
"Cwiwiwiw~"
"Ehem-ehem, ada yang baru nih!"

Gerombolan teman sekelas mereka datang dari kantin. Berbondong-bondong mencie-cie dua sejoli di belakang kelas yang berdekatan tanpa sadar itu. Bahkan, Kalia memegang ponselnya-memvideo. Lalu bagai tali yang digunting, Dipta dan Raya langsung menjauh perlahan. Tentu dengan muka memerah, jantung berdegup kencang, dan memaki teman-temannya.

"Uhuy, ada yang malu-malu tai kucing." celetukan Niki mengundang tawa teman-teman mereka.

"Bau-bau bakalan makan gratis di kantin nih!" ucapan kalimat menggoda yang saling bersahutan membuat Raya menunduk, malu, berpura-pura kembali membaca novelnya.

"Udah, guys! Nggak usah godain mereka lagi. Yang penting kita punya konten untuk meramaikan akun instagram kelas!" seruan Mira disambut sorak-sorai yang lain.

Diam-diam di bangku pojok belakang  Dipta tersenyum, memegangi jantungnya yang berdegup kencang.

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rahasia LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang