3

287 39 2
                                    

Grey menatap dirinya didepan cermin, menghela nafasnya sebentar sebelum kembali menatapi cermin.

Ia memandangi jam, sudah pukul lima lewat dua puluh menit, terlambat namun siapa peduli?

Dengan sedikit ogah Grey pun melangkahkan kakinya untuk memasuki mobil putihnya, segera menancap gas menuju kediaman orang itu.

-

Alessandro tersenyum mendengar kabar dari para bodyguard bahwa tamu yang sedari tadi ia tunggu sudah tiba.

Alessandro langsung keluar, ingin menyambut kedatangan detektif manis itu.

"Selamat datang detektif." ujarnya dengan senyuman yang merekah sembari menatap rendah detektif itu.

Grey memahami tatapan itu, wajahnya memerah menahan kesal.

"Silahkan masuk, semuanya siapkan meja dan kursi terbaik kita untuk detektif!" teriak Alessandro kepada seluruh pelayan disana.

Mata Grey memicing.

"Tampak arogan, berlagak seperti yang paling berkuasa, pasti dia—"

"Simpan pemikiranmu itu baik baik tuan, saya mengerti ada apa dalam tatapanmu itu."

Grey terdiam, bagaimana pria menyebalkan itu mengetahui pemikirannya? Apakah dia seorang cenayang?

"Tenang tuan, aku bukan bagian dari dukun, maaf tidak seberapa formal karena setelahku fikirkan tampaknya terlalu menjijikan untuk bersikap formal." ujarnya sembari diselingi tawa.

"Katakan apa alasanmu mengundangku ke rumahmu ini?" tanya Grey tanpa basa-basi apapun.

Alessandro kembali tertawa.

"Tuan detektif ini sangat tidak sabaran ya, tenanglah dulu. Minum dulu teh milikmu."

Grey tampak menatapi teh itu, ada keraguan. Ia seorang detektif yang sedang mengurusi kasus penting, tentu ia harus waspada apalagi pria didepannya ini terlihat memiliki power yang cukup besar dan bisa aja menghilangkan dirinya dari bumi ini dalam sekali jentikkan.

"Tuan, pelayanku membuatkan teh itu dengan sepenuh hati, apa kau akan diam saja hingga teh itu dingin karena adanya perang batin dalam dirimu?"

Sial, Grey benar-benar harus waspada dengan ia.

Dengan sedikit ragu Grey meraih cangkir itu dan meneguknya sebagian.

"Cukup basa-basinya tuan, segera katakan apa maumu."

Sungguh, Grey tidak nyaman berada disini. Tatapan pria arogan itu penuh dengan nafsu yang meledak-ledak terhadapnya.

"Aku mau kau menghentikan penyelidikan kasus jendral Arthur, katakan saja itu bunuh diri dan untuk masalah-masalah tindak ilegalnya katakan itu hanya sebuah rumor."

"Apa kau gila, tuan?" ujar Grey.

"Sudah jelas kasus jendral Arthur adalah pembunuhan, bagaimana bisa ujung-ujungnya dikatakan sebagai bunuh diri? Terutama untuk tindakan ilegalnya, sudah cukup banyak bukti yang tidak bisa dibantah." sambungnya.

"Katakan kau ingin uang berapa, aku bisa membayarmu sebanyak apapun. Aku tau gajimu tak sebesar itu kan?"

"Tutup mulutmu tuan, aku tidak ingin bersentuhan dengan cara kotor seperti ini. Gajiku sudah lebih dari cukup."

Grey berdiri dan hendak pergi dari rumah mewah itu tetapi Alessandro menahan lengannya.

"Pastikan sehabis ini hidupmu tenang." ucap Alessandro dengan santai namun Grey dapat menangkap nada ancaman dari ucapannya.

-

Grey berjalan memasuki ruangannya dengan santai, baru saja ia menggenggam gagang pintu itu tetiba sebuah tangan menghalanginya.

"Astaga pak, anda mengejutkan saya, ada apa? Apakah ada tikus? Kecoa? Atau cicak?" tanya Grey pada atasannya itu.

"Diamlah, cepat masuk keruanganmu, ada yang ingin ku tanyakan."

Grey hanya mengangguk, keduanya kini duduk berhadapan disofa yang tersedia dalam ruangan milik Grey.

Ini sudah lima menit namun pak tua itu tampak masih ragu untuk bertanya.

"Pak kalau anda masih diam saja saya tinggal, saya masih banyak uru—"

"Bagaimana?"

Pertanyaan itu membuat Grey linglung.

"Apa maksud anda?"

"Kemarin, bagaimana dengan tuan Alessandro? Apa yang dirinya katakan padamu kemarin?" tanyanya secara bertubi-tubi.

"Biasa saja pak, ia menginginkanku untuk berhenti menyelidiki kasus jendral Arthur dan tutup kasus itu sebagai kasus bunuh diri serta masalah tindak ilegal jendral Arthur katakan sebagai rumor semata." balas Grey.

"Itu tidak masuk akal, jadi saya langsung saya pergi dari rumahnya."

"GREY!"

Grey terkejut dengan teriakan atasannya itu.

"Saat kau pergi apa dia ada mengatakan sesuatu?" tanyanya lagi.

"Ah iya, dia mengatakan "pastikan sehabis ini hidupmu tenang" itu sangat lawak pak."

Wajah atasannya menegang, ia memijat pangkal hidungnya.

"Kau ini.. ya Tuhan, kenapa kau bertindak demikian?"

"Memangnya kenapa pak? Apalagi yang harus saya lakukan selain pergi dari sana? Menyetujui suapannya? Tidak mungkin."

"ITU YANG HARUS KAU LAKUKAN! Ekhem, maksudku kau ini sedang berhadapan dengan orang yang memiliki banyak koneksi. Kalau kau menolaknya seperti itu bisa aja ia marah dan akan menghancurkan hidupmu." ujar atasannya.

"Saya ini detektif pak, tidak mungkin dia seberani itu." balas Grey dengan tenang.

"Aduh Grey, terserahlah! Aku pusing dengan tingkahmu, tapi tetaplah berhati-hati." lalu pria tua itu pergi, meninggalkan Grey yang menatapnya penuh kebingungan.

"Umur segitu emang biasa lagi lucu lucunya." cicit Grey sembari menggelengkan kepalanya heran.

"AKU TAU KAU PASTI MENJELEKKANKU GREY!"

"TIDAK KOK PAK! Heran, pendengarannya masih tajam padahal sudah tua." ujar Grey sembari memelankan suaranya diakhir kalimat.

TO BE CONTINUE

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love & WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang