Hessa, Bima, dan Jona yang masih dengan wajah mengantuk duduk di depan laptop masing-masing. Tiga kopi hitam berjejer di atas meja masih mengepul walau isinya sudah berkurang. Meski dengan mata setengah terpejam sebab jam masih menunjukkan pukul dua pagi, otak ketiganya dipaksa fokus pada deretan tabel di depan layar. Ada sedikit tatapan panik yang terkubur dalam kantuk yang begitu dalam.
Iya, sih, mereka memang tidak perlu berebut kelas. Tapi, pengecualian bagi kelas Proposal Skripsi. Siapa yang tidak mau dapat dosen baik hati yang dapat membimbing mereka agar cepat lulus? Jawabannya, tidak ada. Maka, dengan tangan agak gemetar karena takut salah pencet, mereka buru-buru memencet tetikus pada nama dosen yang sudah dipilih, lantas memencet tanda simpan.
Satu detik, dua detik, tiga—
"ANJING!" Jona berseru frustasi, berbeda dengan Hessa dan Bima yang bersorak bahagia. "Anjing, gak kebagian, anjing!"
Tangan laki-laki itu dengan cepat lantas kembali membuka laman pemilihan dosen. Degup jantungnya begitu cepat merasakan histeria yang sedang terjadi. Ia mencelos ketika mendapati nama dosen yang ia jadikan cadangan juga sudah sold.
"Anjing ...." Jona menjambak rambutnya sendiri.
Bima tertawa mengejek, bergerak mendekati Jona. "Tinggal Pak Andre, Pak Agus, Pak Coy, sama Bu Ira," ucapnya sambil membaca daftar nama dosen yang tersisa. Cowok berambut gondrong itu menepuk bahu Jona, mencoba memberi kekuatan pada sahabatnya yang malang.
"Cuma Pak Andre yang sesuai sama peminatan lo, Jon," kata Hessa yang ikut mendekat, "ada Pak Coy, sih, tapi lo tau sendiri dia gimana." Tangan Hessa mengambil alih tetikus milik Jona, memencet kotak kecil di samping nama Pak Andre lalu menyimpan pilihan itu.
Jona mendengus kecil, memikirkan nasibnya dua semester ke depan dengan bimbingan Pak Andre untuk tugas akhir. Sementara itu, Bima dan Hessa hanya dapat tertawa kecil, menertawakan nasib malang Jona.
•••
Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi ketika Bima keluar dari kamar. Ia berjalan menuju ruang tamu, menemukan tiga laptop miliknya dan kedua temannya masih setia berada di atas meja. Cowok jangkung itu menguap, lalu merebahkan diri pada sofa panjang, kembali memejamkan mata.
Perkuliahan masih dimulai seminggu lagi sehingga Bima masih memiliki waktu untuk bersantai dan melakukan hal lain seperti—
Dering ponselnya berbunyi. Kontak bernama Ajel tertulis di layar. Ia menghela napas, waktu seminggu dapat ia lakukan untuk mengurus bocah rewel satu ini atau yang satunya lagi.
"Apa?" jawab Bima dengan suara serak.
"Iiih, baru bangun!"
"Mau apa? Cepet!"
Terdengar suara Ajel menggerutu di balik layar telepon. "Abim, temenin gue ke Biro Kemahasiswaan, dong. Gue mau ngurus syarat bebas KKN. Jangan suruh gue pakai motor sendiri soalnya dipake sama Abel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontrakan Bu Ram
FanfictionMahessa, Abimana, dan Jonathan memutuskan untuk mengontrak bersama ketika menginjak semester tujuh. Setelah melalang buana mencari tempat, ketiga mahasiswa akhir itu setuju untuk mengontrak di rumah milik Bu Ram. Di rumah tiga kamar ini, ketiganya m...