Nyonya Rical

14 1 0
                                    

Ini kisah klasik, autentik, si cantik yang tak beretik. Sebut saja aku Rical, nama itu sudah tersohor hingga ujung Estewe kampung Koy. Gayaku yang nyentrik, elit, dan glamor selalu mendulang kata sanjungan, tentunya itu  sudah biasa bagiku.

Terlahir sebagai seorang gadis cantik jelita terkadang membuatku lelah, semua pria di kampung Koy menyukai hingga tergila-gila padaku. Sebelum aku menjadi seorang konglomerat, dulu aku hidup bersama dengan kedua orang tua yang miskin juga tak berguna yang tak mampu memenuhi kebutuhanku, bahkan dapat dikatakan mereka telah cacat menunaikan kewajiban mereka sebagai orang tua.

Gara-gara hidup bersama mereka, untuk bisa pergi ke kaffe, bioskop, dan mall aku harus bekerja keras dulu mencari pinjaman dana supaya bisa pergi bersama para sahabatku yang berkelas itu. Dan sialnya kedua orang tuaku masih hidup sampai saat ini, aku berharap mereka cepat mati lantaran mereka itu beban bagi hidupku ini. Sungguh begitu memalukan bukan?

Ibuku adalah sosok yang materialistis, dia selalu memeras isi dompetku setelah aku mendapatkan uang gaji hasil kerja kerasku. Alasannya buat masak lah, buat bayar SPP adik lah, yang pastinya semua itu tak ada sangkut pautnya denganku. Sedangkan Bapakku itu sudah tua Bangka, jadi dia sudah tak mampu lagi mencari nafkah. Terkadang saat orang tuaku sakit, aku yang harus membayar biaya berobatnya. Sial, padahal mereka yang sakit. Kenapa aku yang harus membayarnya?!

Perjalanan hidup Yang pelik pada akhirnya sirna setelah kedua orang tuaku sudah meninggal dunia. Sekarang aku benar-benar hidup tenang, tentram, damai, dan sejahtera. Dan pada masa ini aku berada pada puncak keemasan bisa dikatakan kesuksesan, inilah kehidupanku yang sesungguhnya baru dimulai.

Kini diriku sudah menjadi konglomerat yang memiliki banyak cabang perusahaan. Para pekerjaku biasa menyebutku Nyonya Rical.

Suatu hari aku bertemu dengan seorang gadis jelek yang berlesehan di pinggir jalan. Dia nampak bodoh dengan pakaian lusuh, dekil, dan bau, bisa dibilang  sesuai dengan keadaannya yang tak berharta itu. Jika aku menjadi dia, mungkin lebih baik aku mati saja. Dari pada harus menanggung malu untuk ditakdirkan sebagai seorang gembel yang miskin dan hina seperti itu. Saat gadis gembel itu mendekat padaku, aku sungguh tak sadar jika dia menyentuh tanganku yang suci tak berdosa ini. Astaga beraninya dia menyentuh tanganku yang mulus bagaikan kulit pant*t bayi.

"Kasihanilah Nyonya, saya sudah tiga hari belum makan..."

"Apaan sih, lepas! Itu tangan kamu banyak bakterinya jangan sentuh-sentuh tangan saya!"

"Kasihanilah saya Nyonya, saya benar-benar kelaparan ..."

"Lepas ahh_saya bilang ga usah pegang-pegang tangan saya segala. Saya ga mau ya, penyakitan cuma gara-gara disentuh sama gembel kayak kamu!"

Gadis gembel itu terus memohon-mohon ingin dibelikan makanan, namun aku tak memperdulikannya. Begitulah orang miskin, hidupnya ga mau kerja bisanya cuma minta-minta dan mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Di dunia ini tak ada yang gratis ingatlah itu!

Dan saat itu aku tak sengaja mendorong gadis gembel itu sampai terjatuh, hingga ia begitu kesal dan menatapku dengan tatapan tajam. Semua itu terjadi karena gara-gara dia yang terus memegangi tanganku, baju importku yang mahal ini jadi ternodai oleh tangannya yang kotor itu.

"Aku doakan, semoga kau menikah dengan pria termiskin di dunia. Dan kau akan hidup sengsara selamanya!"

Aku tidak tahu jika gadis gembel itu sedang menyumpahi diriku, dan aku hanya tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Mana mungkin seorang gadis gembel dapat menyumpahi diriku?! Bahkan derajatnya lebih rendah dariku. Dasar gembel angkuh.

Tiba-tiba

DUAAARR

Suara guntur terdengar keras menggelegar, membuat diriku terkejut diikuti dengan petir yang menyambar pohon hingga menjadi hangus terbakar. Aura hitam mistis membuatku bergidik ngeri disertai rasa sesak di dada. Ini pertama kalinya aku merasa ketakutan, dan aku merasakan kekuatan yang amat besar. Yang pasti gadis itu bukan sembarang gadis, dia bukan manusia biasa.

"Hey wanita sombong, kau itu seperti fatamorgana. Apa yang terlihat tak semuanya kebenaran, dan aku benar-benar tau jiwamu adalah makhluk yang hina dan melarat. Kau ditakdirkan hidup sengsara, namun kau bertingkah seolah-olah hidup bergelimang harta. Kau sudah menipu semua orang juga dirimu sendiri, sungguh menyedihkan hidupmu itu."

Mendengar hal itu rasanya hatiku terjamah, apakah benar apa yang gadis itu katakan terhadap diriku?! Tidak mungkin, aku yakin seyakin-yakinnya semua yang ku dapati ini nyata adanya.

"Aku kaya raya, bergelimang harta, aku itu konglomerat. Hey gadis gembel, kecamkan baik-baik aku tak takut padamu sama sekali hahaha..."

Kata-kata yang baru saja ku ucapkan itu terus saja berulang-ulang seolah berputar-putar di dalam benakku, hingga membuatku pusing dan tak sadarkan diri.

PLAAKK

Dan suara tamparan keras pun terdengar jelas, terasa sebuah tangan dingin menghantam pipiku dan menyadarkanku bahwa semua ini hanyalah ilusi.

***

Dan pada akhirnya aku harus mengakui jika aku adalah seorang gadis dalam gangguan mental, dan gadis gembel itu adalah adikku yang sudah merawat diriku selama ini. Ia bekerja sebagai seorang perawat jiwa di rumah sakit jiwa Estewe. Dia merawatku dengan telaten, dan penuh perhatian.

Rasa obsesiku untuk menjadi seorang konglomerat yang tak tercapai membuatku frustasi, dan aku membunuh ibu dan ayahku karena mereka tak sanggup menuruti segala keinginanku.

Aku sungguh sangat amat menyesali semua perbuatan yang pernah aku lakukan terhadap orang tuaku, hingga merenggut nyawa mereka itu diluar dugaanku. Dan sekarang aku merindukan ibu dan ayah. Saat mataku menatap langit, wajah mereka seolah terlukis dan tersenyum ke arahku.

Ending Sad [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang