Prolog

448 43 19
                                    

Ctar!

Kilat yang terang menyambar bertepatan dengan jatuhnya tubuh seorang wanita dalam pelukan wanita lain di atas ranjang, lalu bercanda tawa setelahnya. Bertepatan pula dengan hancurnya hati seorang wanita yang mengintip dari balik celah pintu kamar miliknya.

Dunia seolah berhenti berputar. Mata yang ternoda oleh perselingkuhan Istrinya mendadak berkaca-kaca. Kepalanya pening, lidahnya tercekat, tak mampu berkata-kata atas perilaku Istrinya yang telah berselingkuh, di dalam kamar milik mereka berdua.

Perlahan tangannya yang memegang gelas gemetar, tak kuat akan fakta yang terus terjadi di depan matanya. Gelas itu pun terjatuh, seiring reflek tangan Tiara untuk berpindah memegang kepalanya yang semakin pening.

Prang!

Suara gelas yang pecah berkeping-keping, bagai mampu menyadarkan kedua orang yang asyik bercanda tawa akan hancurnya hati orang lain yang juga berkeping-keping. Keduanya langsung terbelalak ketika melihat ke arah celah pintu yang terbuka. Satu dari dua wanita itu langsung berdiri, tergesa menghampiri wanita yang langsung luruh, jatuh terduduk diantara pecahan gelas kaca yang berserakan.

"Tiara!"

Namanya dipanggil dengan napas terengah-engah yang berlebihan. Tiara menatap Lyodra dengan sakit hati yang semakin menyiksa, betapa jelas bahwa Istrinya itu tengah khawatir. Dan jawaban pertama yang terpikir adalah tentu saja, Ia telah tertangkap basah berselingkuh.

"A-apa ini semua..."

Tiara tergagap. Lidahnya langsung kelu begitu menatap wajah Lyodra kembali. Wajah itu membawanya pada penyesalan, telah percaya bahwa Lyodra adalah jodoh terbaik yang dipilih Ayahnya.

Ia sungguh kecewa. Hatinya tercabik melihat bayangan wanita lain di kamarnya saat ini menyelinap keluar melalui pintu belakang. Ia menolak menatap wajah penuh rasa bersalah milik Istrinya.

Binarnya yang dipenuhi embun air mata malah sibuk menatap serpihan-serpihan kaca yang telah hancur, layaknya mereka berdua. Tiara menumpahkan air matanya pada serpihan-serpihan itu, tersedu-sedu menyesali nasib.

Dan pada suatu detik dalam serpihan-serpihan itu, tampak memori-memori pahit manis yang telah Ia telan bersama Lyodra. Air mata Tiara berlinang makin deras, terbelah pilihannya pada jembatan ringkih kepercayaan, antara jatuh lalu lepas, atau tetap merajut benang-benang kepercayaan untuk mempertahankan.

Tangannya yang gemetar meringsut untuk mengambil satu bongkah serpihan memori, untuk didalaminya, untuk dilihatnya awal dari pahit manis ini. Serpihan yang memantulkan awan hitam dari langit gelap. Badai. Dengan hujan dan petir bersahutan kencang, membawa memori Tiara pada badai yang sama, badai permulaan dari ini semua.

Badai di awal Februari.

***

We're Married, Remember?

We're Married, Remember?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

soon

We're Married, Remember?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang