Riuh ramai yang membahana terlepas bagaimana hampa suasana hatinya kini mencekik terlalu dalam. Dirinya terlanjur terperosok terlalu dalam atas nama harapan. Kemudian menyadari semuanya sia-sia dan dihempaskan kenyataan.
Dia tidak ada di sini.
Alasan dirinya masih setia berdiri, memegang segelas minuman dengan gemetar sembari berharap sosok itu menampakkan diri dengan wajah penuh bangga, atau meski lelah sekali pun dirinya tak akan mengeluh.
Jika ada yang harus diperbaiki, maka ini saatnya. Tidak ada pilihan untuk terus menunda dan berpikir bahwa esok hari masih ada. Bukan, ia mengenal benar siapa sosok tersebut tanpa perlu mengetuk lebih jauh.
Pembawa acara sudah bersuara di atas panggung sana. Tamu yang sedikit mulai berkerumun, membentuk lingkaran untuk turut merayakan. Sementara dia masih berdiri di sudut dengan pandangan cemas. Gelisah ini sama sekali tak menyenangkan dan dia mulai muak.
Kedua matanya menyorot nanar, gamang membayangkan akan ada sosok yang dia tunggu turun dari mobil lalu segera menghampiri. Namun berselang sepuluh menit berlalu, pupus sudah semuanya.
Sakura melangkahkan kaki menuju barisan depan dengan lemah. Membayangkan keramaian itu tidak berarti apa pun lagi untuknya. Kehadiran seseorang begitu bermakna hingga dia harus berdiri berjam-jam lamanya untuk menunggu.
"Aku tidak bisa menerimanya."
Suara keras itu memudar tergantikan dengan tawa pahit yang terkesan menyiksa. Sakura menoleh untuk memeriksa, membeku melihat siapa yang menyelinap hadir untuk mengacaukan pesta kecilnya.
"Di mana Sakura? Ke mana dia bersembunyi? Perempuan pengecut itu mengira bisa menjebloskanku ke penjara? Cih."
Para tamu mulai ketakutan, keamanan yang bersiaga bersiap untuk melindungi mereka terlebih ketika pria aneh itu membawa dua senjata api di kedua tangan. Masing-masing berisikan peluru tajam setelah dilepaskan ke udara dan jeritan histeris menggema.
Sakura mematung. Memandang kekacauan yang sebentar lagi berubah genangan darah dengan pandangan mengabur. Lalu sinar kebencian itu mengarah padanya, memaku tepat di mana ia berdiri dengan seringai miring.
"Ah, kekasihku di sana rupanya."
Sakura berbalik untuk berlari, menyadari suara tembakan semakin keras dekat dengan telinganya, sepasang kaki itu mulai goyah dan bergetar. Dirinya nyaris tumbang ketika seseorang menangkap dirinya dan disusul bunyi letusan pistol sebanyak empat kali mendengungkan telinga.
Hening.
Senyap ini membunuhnya.
Kecuali suara ringisan seseorang yang memeluknya erat sebelum mengendur dan bersiap melepaskan.
Kemeja itu berlumurkan merah yang kental dan pekat. Sakura menunduk dan melihat gaunnya sendiri berwarna serupa, noda itu menempel untuk menyamakan rasa sakit.
"Maaf," bisiknya sebelum kedua mata itu terpejam erat dan dunia Sakura runtuh di bawah kakinya.
***
"Kau masih mencintainya?"
"Bukan urusanmu."
Suara lirihan itu tidak lagi terdengar dan saat dia berpaling, yang nampak hanya sesosok pria berdiri rapuh di ambang pintu. Suaminya ada di sana tengah bersandar dengan kepala tertunduk.
"Kau dan aku sama-sama tahu bahwa hubungan ini tidak berhasil."
Kedua sorot legam itu mengerjap, menatapnya datar penuh arti. Seakan ada jutaan kata yang ingin tersampaikan namun tak bisa. "Begitukah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Broken Ring
FanfictionBahkan ketika kesempatan itu datang untuk yang terakhir kalinya, apa yang akan kau lakukan untuk memperbaiki kaca yang terlanjur retak?