Part 1

35 2 0
                                    

"Nan, bekalnya jangan lupa dibawa ya! Kamu udah sholat shubuh kan? PR kamu yang semalem jangan lupa dibawa, jangan pulang telat, jam empat udah sampe rumah ya pokoknya"

Begitulah teriakan ibu Ananta setiap pagi, ibunya mengatakan itu seolah-olah dia anak yang baru kemarin sore memasuki bangku Sekolah Dasar. Ia sebenarnya cukup muak mendengar teriakan itu lagi dan lagi. Tapi makin kini, ia terbiasa, toh memang begitu sifat ibunya, sangat perhatian pada anak- anaknya. Walau kebanyakan perhatiannya menjadi berlebihan, salah satunya ada di kalimat 'jam empat sudah sampe rumah pokoknya'. Untuk sebagian orang kalimat itu sepele, tapi untuknya, itu sangat berat.

Ini minggu keduanya di bangku SMA. Sebenarnya, ini kali pertamanya sekolah di kota, dan berkeliaran bebas, tunggu, apa maksudya bebas? Ananta sebenarnya adalah alumni pesantren di salah satu daerah yang jika naik bus, perjalanan dari kota bisa memakan waktu lebih dari satu jam. Ia terbiasa terkurung dalam lingkungan pesantren, tidak bebas kemanapun, tidak satu kelas dengan laki-laki, dan banyak hal yang ia rasa sangat berbada dari pesantren dengan SMA nya kini.

Di minggu kedua, dia belum punya banyak teman, bisa dibilang, yang baru dekat dengannya adalah teman sebangkunya, dan dua teman di belakangnya. Sekolahnya adalah sekolah SMA swasta biasa, tidak elit yang punya bangunan tinggi, tetapi tidak juga buruk dari segi prestasi. Ada banyak murid perempuan yang muslimah tetapi belum berhjab disini, ada banyak anak laki-laki yang merokok pulang sekolah dan anak-anak dengan kebiasaan yang sebelumnya tak pernah ia temui di pesantren.

Sedangkan dia sendiri, adalah lulusan terbaik dari tingkat MTs atau setara dengan SMP, punya hafalan Al-Qur'an, berhijab menutup dada, dimana hal-hal tersebut membuatnya sangat terlihat berbeda dengan anak-anak lainnnya disini. Meski begitu, teman-temannya terbilang baik, mereka tidak membedakan satu dengan yang lainnya, dan ia bersyukur atas hal itu.

"Eh Anan, udah ngerjain tugas Matematika belum?" Tanya Sabrina, salah satu teman yang duduk di belakangnya

"Udah, mau liat?" tawarnya langsung yang mengerti maksud Sabrina

"Hehehe, iya, gue ga ngerti soalnya"

Dengan kebaikan hatinya, ia memberikan tugas yang ia buat semalam kepada Sabrina, hitung-hitung mencari teman dekat. Sabrina sejak awal masuk kelas terlihat sebagai anak yang humble, dia sangat cantik, kulitnya bersih, wajahnya sedikit bulat dengan pipinya yang chubby, rambutnya tidak terlalu panjang, tapi itu salah satu pesonanya. Beberapa orang terlihat sudah mengenalnya, karena mereka berada di SMP yang sama. Salah satunya teman sebangku Sabrina, namanya Agatha, dia sendiri seorang kristiani, dan mereka terlihat cukup dekat sejak SMP.

Di kelasnya, X IPA 5, ada 38 siswa, ia sendiri belum mengenal banyak temannya. Tetapi, sejak hari pertama sekolah, tak tahu mengapa ia merasa aneh dengan salah satu murid di kelasnya, namanya Kevin, tidak ini bukan aneh, tapi dia menyukai Kevin. Secepat itu? Entahlah ia juga tidak tahu mengapa, tapi Kevin memang sangat manis, ia terpilih menjadi ketua kelas. Sejujurnya Ananta sejak dulu berjanji untuk tidak pernah pacaran, bukan hanya karena ibunya yang protektif, tetapi bukankah pacaran adalah hal yang dilarang dalam islam? Dia lulusan terbaik di pesantren, jadi sangat tidak mungkin jika ia membenarkan pacaran, apalagi melakukannya.

Toh, Kevin juga tidak mungkin menyukainya, dia tidak begitu cantik, tubuhnya tinggi, tetapi cukup berisi, tidak ideal sama sekali. Kulitnya tidak putih ataupun bersih, jauh dibandingkan dengan Sabrina. Tampilannya yang seperti ibu-ibu pengajian ini, membuatnya sama sekali tidak pernah terpikir bahwa Kevin akan menyukainya. Tetapi, tidak ada yang bisa menyalahkan perasaan bukan? Mungkin ia bisa seperti Fatimah Az-Zahra. Cukup!, kevin sama sekali tidak bisa diimajinasikan sebagai Ali-nya, bisa dibilang, kevin salah satu anak yang nakal menurutnya, ia beberapa kali melihat insta-story Kevin yang sedang nongkrong dengan rokok yang terselip di jarinya. Sebetulnya, Kevin sama sekali bukan tipenya, tetapi, ketampanan Kevnlah yang membuatnya mengaguminya.

"Ananta, mau ke kantin?" tawar Anisa, teman sebangkunya

Saat ini waktu istirahat pertama, ia hanya menggelengkan kepalanya menolak tawaran Anisa. Ia harus makan bekal yang sudah disiapkan ibunya, hitung-hitung menghemat uang jajan. Setelah Anisa dan Agatha pergi ke Kantin bersama, ia membuka kotak bekalnya, Sabrina yang juga akan makan bekalnya memindahkan posisinya, duduk di samping Ananta.

"Eh, bawa bekal juga?" Tanya Ananta pada Sabrina

"Iya, tadi sih buat sarapan, tapi karena ga sempet, jadi di bawa aja deh, mau ga?" Tawar Sabrina kemudian

Dari kotak bekalnya saja, ia sudah tau bahwa harganya mahal, ditambah isinya sepasang beef sandwich membuat Ananta tahu, Sabrina anak orang kaya. Bukan, ini bukan pertama kalinya ia menyadari hal itu, ia sudah tahu sejak hari pertama. Ia senang, Sabrina bukanlah teman yang pemilih dan mau berteman dengannya sebagai orang yang sederhana.

Mereka bercerita satu sama lain, sebenarnya, Ananta lebih banyak bercerita tentang kehidupan di pesantren, yang ia rasakan saat disini, dan lainnya sedangkan Sabrina lebih banyak mendengarkan ceritanya. Mereka semakin akrab, Anisa dan Agatha juga sudah sangat akrab layaknya teman lama, mereka di akrabkan karena memiliki hobi yang sama, yaitu Anime dan menggambar, Ananta juga ingin akrab dengan mereka, tetapi bagaimana bisa, ia hanya diam ketika mereka mulai berbicara tentang husbu, waifu, dan hal lainnya yang sama sekali tak Ananta mengerti.

Tidak ada yang benar-benar spesial di sekolahnya, ia hanya belajar, bercerita, sesekali bermain, lalu pulang dengan menaiki angkot. Semakin hari temannya pun semakin banyak, ia lebih banyak akrab dengan teman sekelasnya, terutama anak-anak yang juga naik angkot sepertinya. Disaat bosan, ia hanya bermain dengan ponselnya, membaca novel yang disediakan aplikasi, atau belajar, sesekali matanya melirik ke arah meja Kevin. Ia tahu di dalam islam, zina mata adalah hal yang dilarang, tetapi, dia juga tidak bisa mengontrol kepala dan matanya yang kecanduan untuk terus melihat senyum manis Kevin.
****
Thanks for coming
And thanks for your appriciate <3

ANAN DAN ABINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang