Prolog | Eccedentesiast

4 1 0
                                    

Sekian lamanya ia tidak menghirup udara kota tempatnya berasal. Hiruk-pikuk yang ia rindukan, sekarang terhampar di depan mata. Sepuluh tahun telah berlalu, kepingan waktu memacu begitu cepat hingga kini beberapa hal terlihat berubah dengan sangat signifikan. Banyak tempat yang memuat kenangan masa lalu tidak lagi sama seperti dahulu. Kenangan-kenangan yang membuatnya tersenyum, namun merintih lelah secara bersamaan.

Riak air sungai di tepian kota itu terlihat tenang mengikuti arusnya. Ia menurunkan kaca jendela mobil untuk merasakan angin sejuk sore hari. Jika kalian tahu, ada satu lagi hal paling indah di kota ini, yaitu pendaran cahaya lembayung di cakrawala yang terlihat tepat di atas bangunan ikon kota. Menenangkan dan tentunya membawa banyak kenangan. Apalagi semasa dulu saat ia masih sering bepergian sendiri. Menikmati pemandangan senja saat perjalanan pulang ke rumah adalah salah satu hal favoritnya sejak masa sekolah.

"Udah banyak yang berubah ya, Gam?" Kalimat tanya itu sebenarnya lebih terdengar seperti kalimat pernyataan. Gama, adik laki-lakinya itu sesekali menoleh, menatap kakaknya yang sedang sibuk menilik setiap sudut yang mereka lewati. "Jelas banget banyak yang berubah. Mungkin abis ini kamu harus nyoba lagi jalan-jalan sendiri kayak dulu." Gama tahu, setelah jawabannya terlontar, kakaknya itu tersenyum. Bukan senyum bahagia, senang ataupun perasaan-perasaan berbentuk euforia. Walaupun kepala kakaknya sedang menilik ke luar dan tidak melihatnya, Gama tahu itu adalah senyuman hampa. Sirat makna pedih yang telah lama ia kubur dan tinggalkan.

Beberapa detik berlalu dalam hening yang canggung, hingga kakaknya tiba-tiba menoleh dan meminta mampir ke minimarket yang telah dilewati tak jauh dari mereka. "Ini yang gak berubah. Si Lea yang selalu tiba-tiba." Cibir Gama yang memutar arah kemudi menuju tempat yang kakaknya inginkan. Lea, wanita berambut panjang itu tersenyum senang. Cibiran adiknya, walaupun kadang terdengar menyebalkan, tapi ia tetap rindu. Saat ini rasanya ia benar-benar berada di rumah.

Mobil perlahan berhenti. Setelah rem tangan ditarik, Lea membuka safety belt. "Gama mau titip apa?" Sebelum benar-benar keluar dari mobil dengan membawa dompetnya, ia menoleh pada Gama, menatap adiknya yang telah tumbuh dewasa menjadi pria berusia 31 tahun itu dengan tatapan bertanya. "Duluan aja, aku bakal nyusul ke dalem." Lea mengangguk singkat, meninggalkan Gama dan masuk ke minimarket lebih dulu.

Setelah melewati pintu masuk, ia mencangklong keranjang belanja. Mengambil beberapa cemilan, berdiri di depan kulkas, berpikir lama untuk memutuskan ia ingin minum apa. Hingga akhirnya semua yang ia inginkan diambil dan dimasukan ke dalam keranjang. Tujuan paling terakhir adalah es krim. Ia berdiri lama di depan kulkas boks itu, berpikir keras es krim apa yang ia inginkan. Pengunjung minimarket tidak banyak hari ini. Hingga Lea dapat mendengar celotehan dan tawa anak kecil. Lea tak begitu memperhatikan sekitar, tapi celotehan itu terdengar lucu.

Lalu, dalam masa berpikir itu, sesuatu jatuh di sebelah kakinya. Lea melirik, melihat sebungkus jelly dengan berbagai rasa, kemudian ada sepasang kaki kecil tak jauh dari bungkus itu. Ia kemudian berjongkok, memungut bungkus jelly itu dan menemukan wajah imut di depannya. Senyum kecil Lea terukir, tangan kanannya berangsur memberikan bungkus itu pada si pemilik.

"Hai, adik kecil."

Bocah itu, yang Lea perkiraan berumur 2 atau 3 tahun, menatapnya dengan binar ragu. Tangan kecilnya pelan-pelan berangsur untuk menerima bungkus jelly dari tangan Lea.

"Kakak. Udah ibu bilang jangan jalan sendirian." Bersama dengan suara itu, munculah sepasang kaki di sebelah kaki mungil itu. "Bilang apa dulu sama tantenya?" Balita itu terlihat ragu, tapi suara kecilnya perlahan lolos dari sela bibir, mengucapkan terimakasih dengan amat-sangat menggemaskan.

"Sayang," kemudian muncul lagi suara lainnya. Suara yang anehnya terdengar tidak asing.

"Oh, udah ketemu. Ayo, kakak biar ayah gendong aja." Balita itu berjalan menuju sepasang kaki lainnya yang baru datang, sepasang kaki yang merupakan ayah dari balita tersebut dan juga sumber suara yang sedang berusaha ia ingat.

Masih dalam keadaan berjongkok, Lea mendongak. Mencari kepastian dari apa yang memorinya ingat. Ia melihat seorang perempuan bermata teduh dengan perut membuncit. Perempuan itu sedang hamil besar. Namun, bukan itu yang membuatnya membeku.

Hari ini, tepat sepuluh tahun setelah kepergiannya meninggalkan kota, entah apa lagi rencana Tuhan hingga Ia tak memberikan sedikit pun kelonggaran waktu agar Lea dapat menikmati kepulangannya ke rumah. Kini, di depan matanya, ia kembali dipertemukan dengan sosok pria itu. Salah satu orang yang ada di sekian banyak cerita kehidupan Lea. Pria yang sedang menggendong anak perempuannya itu kini juga membeku, matanya bertemu tatap dengan mata Lea.

Lihatlah, pria itu kini berkeluarga bahkan saat Lea masih berkubang dengan seluruh ketidakdamaiannya akan diri sendiri, pria itu bahagia sesuai dengan apa yang telah Lea harapkan selama ini.

"Lea, kamu ngapa-" Suara Gama mulai menghilang saat menangkap satu sosok yang berdiri di depan Lea.

Wanita itu, beralih menatap adiknya lalu menerbitkan senyuman kecil. "Jelly adik itu tadi jatuh, aku
abis bantuin." Sambil kembali berdiri, mata Lea kini fokus pada ibu dari anak tersebut. Wanita yang ia perkirakan seumuran dengannya itu tersenyum, "terimakasih ya, mba." Ucapnya dengan tulus. Lea juga tersenyum dan mengatakan iya.

Seperti tanpa terjadi apa-apa, Lea kembali menghadap kulkas boks es krim, membukanya dan meraih tiga es krim yang berbeda. Semua kembali ke posisi semula. Keluarga kecil itu yang kini menuju kasir, Lea dan Gama yang kini sibuk memilih belanjaan. Sebelum keluarga kecil nan bahagia itu keluar, Gama sempat bersitatap dengan pria yang kini melihat ke arah mereka. Awalnya menatap Lea, lalu beralih pada Gama. Kemudian pria itu berlalu, pergi begitu saja karena memang tidak ada lagi yang bisa dikatakan diantara mereka.

Binar mata Lea tampak sangat biasa. Tapi, Gama tahu satu hal, ini akan menjadi pemicu Lea selanjutnya. Semoga saja yang kali ini tidak membawa Lea pada hal-hal buruk.

Semoga saja.

***

Kamis, 26 Januari 2023

Hai! wah, ini prolog yang klise, ya? hihi.

Gapapa, aku harap setelah ini isinya bakal ngebuat kalian merasa cerita ini penuh warna-warna tak terduga. Ya, walaupun sebenarnya biasa aja, wkwk.

So, semoga kalian menikmati ceritanya, yaa. Xoxo, guyss<3

Sincerely,
nnisaaibrahim

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

eccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang