008

822 110 7
                                    

"Ruto ... Kita mau kemana?"

Jeongwoo tak dapat menutupi rasa terkejutnya begitu terbangun di basement sebuah gedung apartemen. Padahal, seingatnya terakhir kali ia sedang tidur ditemani Haruto didalam kamarnya.

Haruto tersenyum, ia mengusak pelan rambut setengah berantakan milik Si Manis, "nanti akan aku ceritakan, ayo kita masuk, seseorang telah menunggu."

Masih dengan keadaan linglung, Jeongwoo mengangguk, ia mengikuti Haruto sampai kedepan pintu sebuah unit apartemen asing. Sebenarnya ada apa ini?

"Kak sa, ini aku Haruto."

Pintu apartemen itu terbuka, sesosok pemuda berwajah datar menyembulkan kepala dari samping pintu, "masuklah."

Jeongwoo semakin terkejut, didalam unit apartemen itu terlihat begitu banyak barang miliknya serta Haruto termasuk buku dan seragamnya. Mata serigala Jeongwoo menatap bingung sang suami, mencoba menuntut penjelasan tentang apa yang baru saja dilihat olehnya. "Ru-to?"

"Coba lihat ponselmu?"

Buru-buru, Jeongwoo meraba kantong celananya. Mencari letak benda pipih persegi panjang itu, sesaat kemudian ia menekuk wajahnya. "Mati. Kehabisan daya."

Asahi sontak tertawa, Jujur saja pemuda yang baru dipersunting Bungsu Choi ini benar-benar lucu meski hanya diam dan menggerutu.

"Namaku Asahi, aku bekerja untuk Yoshi dan Suamimu."

Uluran tangan Asahi dijabat dengan hangat olehnya, "Aku Jeongwoo, Watanabe Jeongwoo."

Hanya sebuah perkenalan diri, namun mampu membuat batin Haruto menghangat seketika.

"Jadi, ini ada apa?"

"Mansion terbakar habis, tapi kau tidak perlu khawatir karena seluruh barangmu ada disini. Dan, aku tidak bisa membawamu kesana lagi." jawab Haruto dengan jujur. Pemuda itu mengangkat tangannya, lalu mengusap pelan pipi chubby milik Jeongwoo.

Reflek seperti inilah yang kadang membuat dua insan tadi salah tingkah, sebab meskipun hubungan mereka telah sah secara agama dan hukum, mereka masih perlu begitu banyak waktu untuk beradaptasi apalagi pernikahan ini pada awalnya bukan keinginan mereka.

Secara pribadi, Haruto tahu bahwa ia telah membawa Jeongwoo pada kesulitan setelah masuk dalam keluarganya. Masih ada begitu banyak hal yang belum terjawab namun masalah baru tak henti datang kepada mereka. Haruto tahu benar hal itu.

"Hubungi dahulu mama mertua, mereka harus tahu kalau kau selamat." Jeongwoo menerima ponsel Haruto, ia mengangguk lalu menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.

"Haruto? Haruto bagaimana keadaan disana? Bagaimana keadaanmu, Jeongwoo baik-baik saja?"

Jeongwoo terkikik geli begitu mendengar respon bundanya, "iya bun, aku baik-baik saja."

Si Watanabe memberikan isyarat untuk meminta ponselnya, ia ingin menenangkan mertuanya yang nampak amat khawatir itu. "Ibu mertua, ini Haruto. Kami baik-baik saja dan berada ditempat yang aman."

"Ah, syukurlah. Bunda lega mendengarnya, sebab cukup mendadak dan mengejutkan karena rumah Keluarga Choi habis terlalap api. Ku harap kalian selalu dalam lindungan Tuhan, Tolong jaga Jeongwoo ya Haruto."

Telepon ditutup.

Sementara Jeongwoo bangkit untuk mengisi daya ponsel, Asahi datang ke ruang tengah apartemennya dengan dua plastik makanan.

"Jeongwoo, sarapan untukmu." Asahi meletakkan bungkusan yang dibawanya ke atas meja. Yang diberitahu, mengangguk semangat. Ia duduk dilantai, tangannya sibuk membuka bungkusan tadi sementara Haruto hanya tertawa melihat tingkah gemas suami kecilnya itu.

Jeongwoo mengulurkan tangan, memberikan sesuap daging ayam untuk dimakan oleh Haruto. Dan tentu saja, Haruto menerimanya dengan senang hati.

Asahi bergidik, "jadi, kalian akan tinggal dimana setelah ini? Penthouse mu?"

Jelas tidak mungkin mereka menumpang pada Asahi.

"Barangkali iya, sebab lokasinya lebih dekat dengan sekolah Jeongwoo."




[ SANCTUARY ]




Barang-barang milik Haruto dan Jeongwoo telah dipindah ke penthouse, persis seperti perintah dari Haruto tadi.

Kini, Jeongwoo sibuk memilah tumpukan kardus, sebab, beberapa diantaranya diletakkan serampangan jadi Jeongwoo takut ada hal penting yang rusak atau hancur karena tertumpuk.

"Kita disini sampai kapan?" tanya Jeongwoo ragu — meski ia akui, harusnya tak perlu bertanya demikian.

Haruto yang sedang menghubungi Yoshi via telepon video menoleh, ia nampak berpikir sebentar. "Mungkin akan lama, kalau kau tidak nyaman berada disini, tolong beritahu aku."

"Untuk apa?"

"Kita pindah ke tempat baru."

Semudah itu?

Jeongwoo merinding, jangan jangan ini hanya sebagian kecil dari aset yang dimiliki suaminya. Diluar sana, pasti ada berpuluh puluh hektare lahan atas nama Haruto pribadi. Oke, ini agak berlebihan — Namun, Jeongwoo akan tetap tercengang bila hal itu benar-benar terjadi.

"Aku pasti bisa beradaptasi disini, kok." hibur Jeongwoo, semata agar Haruto tidak terlalu memikirkan soal dirinya dahulu. Sebab, ia pasti sedang dicari oleh antek Keluarga Choi akibat mendadak menghilang tanpa jejak setelah peristiwa kebakaran terjadi.

Jeongwoo melirik ponselnya. Ada panggilan masuk dari Wonyoung, sepertinya anak ini habis menonton televisi dan mengetahui mansion tempatnya tinggal terbakar.

"Wony menelpon." ujar Jeongwoo sambil menunjukkan layar ponselnya.

Haruto menoleh lagi, kali ini mengangguk. "Jangan kau hubungi lagi, aku akan memberitahu ayahnya."

"... Oh iya, aku lupa memberitahumu. Kamarmu ada disana, jangan pakai yang sebelah sebab itu belum dibersihkan."

Jeongwoo mengernyit, "Kau?"

"Aku bisa di sofa."

Kalau begini sih, Jeongwoo merasa jahat sekali. "Tidak usah! Maksudku, aku yakin kasurnya luas, jadi ... kau, aku ... bisa, ya, kau tahu maksudku."

Haruto terkekeh, lucu sekali anak ini.

"Baiklah, aku akan tidur sambil memeluk Jewu malam ini."

To Be Continue ...

SANCTUARY | HAJEONGWOOWhere stories live. Discover now