Pembina Baru

15.1K 134 4
                                    

"Eh itu kah? Pembina baru? Sangar banget cuk, pasti galak.." Tanya Angga kepadaku.

"Mana kutau, mungkin iya…" Bingungku juga.

Pria berbadan tegap itu turun dan memarkirkan motor sportnya di parkiran, lalu kemudian melepas helm full-facenya. Pertama kali melihat wajahnya aku langsung naksir, wajahnya lokal namun tersentuh keturunan timur tengah sepertinya, yang terlukis dengan brewok tipis bersambung ke jenggot tebal menutupi wajah gelapnya. Tidak terlalu ganteng tapi macho sekali ditambah dengan postur badannya yang sangar.

Aku dan Angga saat itu tengah berada di pintu depan, dan pria itu tidak mendapati orang lain selain kami. Dan segera saja ia mendekati kami dan berkata

"Assalamualaikum."

***

Aku Dana, oleh orangtuaku aku disekolahkan ke SMA berasrama yang lumayan jauh jaraknya dari rumahku. Sebenarnya waktu SMP aku sudah diasramakan juga. Pada awalnya cukup membuatku tidak betah, namun seperti sesuatu lainnya, aku cukup terbiasa karena ya tidak ada pilihan lain.

Dan ketika aku ingin mendaftar di SMA negeri favorit di dekat rumah, seperti biasa ibuku tidak menyetujui. Dan akhirnya aku dipaksa mendaftar di sekolah berasrama lagi, walaupun berbeda yayasan dari saat aku SMP. Sekarang aku kelas 2, masa-masa paling menyenangkan di mana menjadi senior dari kelas 1 dan belum memikirkan ujian seperti kelas 3.

Dan sewaktu aku berasrama, aku menemukan jati diriku sebagai orang yang menyukai sesama jenis. Berawal dari seringnya melihat teman-temanku bertelanjang dada, bermain bersama sampai tidur satu kasur berdua. Yap, karena asramaku kekurangan dipan, beberapa dari kami harus rela tidur berdua seranjang, termasuk aku. Dan sewaktu berasrama ini lah aku pertama kali onani.

Aku naksir cowok pertama kali adalah senior kelas 3 ku pada waktu aku kelas 1 dulu. Mas Raga namanya. Perawakannya tinggi besar, dia senang berolahraga sehingga memang tubuhnya sudah terbentuk walaupun masih tipis-tipis, tapi sudah sangat menggairahkan bagiku karena tidak ada teman-teman yang lain yang menjaga postur tubuhnya, termasuk aku hehe. Mas Raga pun menjadi motivasiku untuk membentuk tubuh. Pernah suatu saat ketika aku ikut bermain voli di halaman sekolah dengannya, karena saat itu sudah sepi, dia membuka kaos olahraganya yang penuh keringat. Tubuh berisinya terekspos dan aku senang sekali bisa melihatnya.

Jam 5 sore, aku ke belakang untuk mengantrikan gayung sabun ku di depan kamar mandi, apesnya aku dapat antrian terakhir dan itupun ada orang yang sedang memakai kamar mandinya. Kamar mandi di asramaku ada 3, dibagi untuk 22 orang termasuk 2 pembina. Setiap sore sekitar jam 5 para pembina mulai mengoprak-oprak siswa untuk mandi bergantian. Biasanya pembina sendiri mandi terakhir ketika telah memastikan para siswa telah selesai mandi sebelum maghrib.

Matematika… Bindo… Bing… Conversation… Done.

Sembari menunggu antrian, seperti biasa sebelum waktu maghrib aku sudah susun buku untuk pelajaran besok. Dalam kehidupan berasrama, sebisa mungkin yang sudah bisa dikerjakan jangan sering ditunda. Karena kegiatan malam di sini lumayan banyak, jika kelupaan sampai besok dan belum susun buku, tamatlah sudah hehe.

Kami yang berasrama merupakan siswa program tertentu di SMA swasta ini, menempati rumah kuno seperti peninggalan zaman dahulu yang sudah tua tapi tetap direvitalisasi dan sampai sekarang masih bertahan. Tapi namanya bangunan tua ada aura mistisnya. Walaupun aku sendiri belum pernah menyaksikan penampakan, tapi beberapa temanku katanya pernah diganggu.

Terlepas dari itu, suasana sekitar dengan tetangga cukup aktif dan ramai. Kami sebagai siswa juga diajarkan untuk menjalin komunikasi dengan tetangga sekitar. Asramaku luasnya memanjang ke belakang, dengan 5 kamar, 4 kamar untuk 20 siswa, 1 kamar untuk 2 pembina. Jarak asramaku sendiri dari sekolah sekitar 300 meter, cukup lah untuk berolahraga setiap hari.

Keempat kamar siswa seperti ruangan pada umumnya, memiliki pintu yang dapat ditutup. Untuk kamar pembina sebenarnya bukan berbentuk ruangan, melainkan seperti lobi biasa tanpa pintu, dan terletak di dekat pintu belakang yang menuju kamar mandi. Sehingga kalau ada siswa yang ingin ke belakang pasti akan berpapasan dengan pembina. Ya, cukup cerdik bagi pengelola untuk melakukan fungsi pemantauan siswa.

"Dana! Giliranmu!" Salah satu suara mengingatkan dari belakang.

Yap, giliranku mandi. Aku pun membalas singkat dan segera bergegas dari kamarku yang paling depan sambil membawa pakaian ganti. Saat berjalan melalui lorong menuju kamar mandi, sesampainya di depan kamar pembina, aku menangkap bayangan baru dari sudut mataku. Langsung ku menoleh ke kiri dan O.M.G. Pak Hijaz sedang berdiri menghadapku dan bertelanjang dada.

Darahku berdesir melihat tubuh kekarnya, jujur baru pertama kali aku melihat tubuh seorang pria kekar sedekat ini. Dadanya yang bidang ditumbuhi bulu-bulu halus dari bawah perutnya naik melingkari pusar dan dadanya dan berakhir melilit kedua puting coklatnya. Bulu ketiaknya yang cukup lebat di lipatan lengan berototnya yang sedang merapikan lilitan handuk. Ah! Perfecto! Batinku. Pak Hijaz pun hanya melilitkan handuk putih di pinggangnya sampai lututnya. Dan sudah kuduga, bulu kakinya lebat sekali. Mataku memindai naik lagi dan terhenti di jendolan tepat di bawah perutnya yang cukup besar.

Damn! Pembina yang baru masuk dua hari udah buka-bukaan aja. Batinku. Sesosok yang kudapati saat itu berbeda sekali dengan mas Raga saat bertelanjang dada juga. Entah karena perbedaan usia dan kedewasaan. Pak Hijaz ini penuh kharismatik, membuatku betah berlama-lama untuk memandang wajahnya, yang jantan dan macho, warna kulitnya yang hitam manis, ah siapa pula yang akan menolak lamaran pria gagah ini pikirku.

"Mas.. mas..!" Suara berat yang keluar dari mulut pak Hijaz membuyarkan lamunan dan imajinasiku selama semenit itu kuterka. Aku tergagap malu menimpalinya.

"Kenapa mas?" Tanya beliau.

"E. Eh, gapapa pak, mari pak.." Dengan malu aku langsung hadap kanan siap maju jalan ke kamar mandi.

Karena gugup kedapatan terpaku memandangi tubuhnya, aku tidak melihat jalan di depanku.

Gedebug!

Kepalaku menabrak daun pintu yang setengah tertutup sampai baju ganti yang kubawa terjatuh. Duh sakit banget sampai wajahku memerah. Ya ampun siapa sih yang membiarkan pintu menutup setengah! Gerutuku dalam hati.

"Eh mas, kamu kenapa sih mas?" Tanya pak Hijaz yang dari tadi juga melihatku.

Dengan malu dan menahan rasa sakit, aku meringis dan menjawab, "eheh, gapapa pak".

Pak Hijaz hanya tersenyum menahan tawa kecilnya, aku yang tak kuat lagi menahan malu langsung bergegas ke kamar mandi, dan segera membuka semua bajuku. Tapi, aku malah kelupaan mengambil gayung sabunku di depan kamar mandi. Akhirnya aku dengan malas memakai celana pendekku kembali dan keluar hanya untuk mengambil sabun. Dan segera byar byur byar byur. Setelah itu kutuntaskan mandiku dan bersiap-siap untuk ke masjid dan mengikuti kegiatan selanjutnya.

Pembina BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang