Hujan

11 6 0
                                    

Velova menghela napasnya, ia melihat pantulan dirinya dibalik kaca jendela di sampingnya. Ia menyesal karena berdandan dan berharap lebih dengan pria yang jelas-jelas selalu menyakitinya.

Velova mengirim pesan ke pelayannya untuk mengirim mobil. Ia datang bersama Candra, dan sekarang pria itu sudah pergi dengan istri keduanya. Sungguh Velova yang malang.

Sembari menunggu, Velova membuka grup perusahaannya untuk mengontrol para pemegang saham. Setiap minggunya, ada laporan tentang kemajuan saham.

Jika melihat informasi saham, Velova mengingat Felix. Ia terkekeh mengingat wajah polos Felix ketika mengikuti semua perintahnya.

Sudah pukul sebelas malam, ditambah hujan turun sangat lebat. Namun, belum ada tanda-tanda penjemputan dari mansion. Velova terus menghubungi Tara untuk melihat kabar terbaru, akan tetapi suara petir bergemuruh membuatnya takut untuk membuka ponsel.

Velova bangkit dari duduknya, lalu ke luar restoran untuk memastikan ada penjemputan untuknya.

"Nona!"

Velova menyapu pandangannya ke depan saat mendengar ada suara yang memanggilnya. Itu Felix. Kenapa pria itu yang menjemputnya?

Felix tersenyum sumringah seraya menyodorkan payung ketika sampai tepat di depan Velova berdiri. "Pak Ridwan sedang sakit," ujar Felix menjelaskan keadaan sopir mansion yang dipercayai Velova.

Di antara lima sopir mansion Aiben, hanya Pak Ridwan saja yang Velova percayai. Lebih tepatnya, Velova merasa nyaman dan aman jika pria paruh baya itu yang menyopir.

Beberapa waktu lalu, Tara begitu bingung karena Velova terus menelepon untuk meminta jemputan, sedangkan Pak Ridwan tengah sakit. Ia juga tidak bisa membawa mobil.

Untung saja ada Felix yang dengan suka rela menawarkan diri setelah mendengar kabar dari Tara. Jadi, di sinilah Felix berada sekarang.

"Ya sudah, ayo kita pulang," ucap Velova seraya merebut payung di tangan Felix dan berjalan mendahului pria itu untuk pergi ke tempat parkir mobilnya.

Alih-alih pergi ke tempat penumpang, Velova malah masuk ke kursi pengemudi. Wajahnya dingin masih penuh amarah. "Biar aku saja yang bawa," ujarnya setelah Felix masuk.

"Baiklah," sahut Felix setelah berpikir beberapa detik. Mungkin mengalah sekali tidak akan merugikan.

***

Mobil sedan hitam yang dikendarai Velova membelah padatnya kota Jakarta yang tengah dilanda hujan lebat.

Felix hanya diam membisu saat berulang kali Velova mengumpat kata-kata kasar serta memukul setir mobil berulang kali. Ia tahu apa yang terjadi dengan wanita itu dari awal saat ia lihat Candra masuk ke rumah dengan tergesa-gesa lalu pergi kembali. Ia tahu jika Velova pasti sudah dicampakan suaminya lagi. Maka dari itu ia mengajukan diri untuk menjemput tuannya.

"Candra, kau brengsek!" desis Velova.

Velova menghentikan mobilnya di pinghir jalanan yang lumayan sepi, ia langsung turun dari mobil. Namun, sebelum itu, ia sudah meminta Felix untuk tidak mengikutinya dan membiarkannya meluapkan emosi sendirian.

Velova berjongkok di pinggir mobil, lalu berteriak seraya menangis histeris. Ia lakukan itu agar tidak ada yang melihat dan mendengarnya.

Namun, Felix dengan pendengaran tajamnya bisa mendengar samar-samar suara Velova yang sesegukan. Ia hendak turun, tapi ia hentikan. Mungkin itu salah satu cara obat penenang Velova. Ia akan membiarkan itu selama lima belas menit, lalu setelah itu ia akan membujuk Velova untuk masuk ke dalam mobil kembali.

Lima belas menit berlalu, Felix masih memperhatikan Velova dari balik spion.
Setelah itu, ia langsung turun dari mobil dan membawakan payung untuk Velova.

"Kau tidak boleh sakit lagi," ucap Felix seraya berjongkok untuk mensejajarkan tubuh dengan Velova.

Velova mengusap air matanya lalu berdiri. "Kenapa kau ke sini? Aku belum menyuruhmu," ucap Velova.

"Apa kau ingat saat kau menamparku berulang kali?" tanya Felix seraya memegang satu pundak Velova. "Itu termasuk pelanggaran dalam proposal. Aku belum mengucapkan keinginanku, dan sekarang, aku ingin kau berhenti menangis dan masuk ke mobil!"

Velova menatap tajam ke arah Felix. "Apa aku terlihat menyedihkan bagimu?"

"Bukan begitu, aku hanya tidak ingin kau sakit. Itu tidak baik."

Pada akhirnya, Velova mengangguk dan masuk ke kursi penumpang dengan baju masih begitu basah.

***

Velova terdiam setelah sampai di mansion. Ia segera ke luar karena hujan kini sudah reda. Ia kembali menoleh ke jendela mobil untuk melihat Felix. Tangannya melambai untuk mempersilakan Felix menyimpan mobilnya sesuai parkiran sebelumnya.

Beberapa menit sebelum mereka sampai, Felix sempat menghibur Velova dengan kata-kata manisnya yang beberapa kali membuat pipi wanita di sampingnya memerah. Bahkan Felix rela melepas jaketnya untuk dipakai Velova.

Felix yang melihat ekspresi canggung Velova tersenyum puas. Cara mendekati wanita kesepian begitu mudah. Tinggal tebar pesona sana sini, pasti wanita itu akan segera luluh kepadanya.

Velova segera disambut oleh beberapa pelayan yang sudah siap siaga membawa beberapa alat penghangat untuk Velova.

"Kenap Anda basah?" tanya Tara kebingungan. Pasalnya, ia sudah memberikan dua payung kepada wanita itu.

Velova tersenyum masih dengan kepala yang tengah dikeringkan. "Entahlah, yang penting rasa kesalku sudah hilang."

Tara yang berprofesi sebagai pelayan Velova hanya ikut bahagia dan mengangguk. Apa pun itu, asal majikannya bahagia. Ia tidak akan mencari tahu.

"Baiklah, Nyonya. Sekarang, Anda harus pergi mandi dan membersihkan diri," ucap Tara.

Velova mengangkat ponselnya untuk mengatakan kepada Felix agar mau menghabiskan waktu dengannya meski bukan jadwal, dan beruntungnya, Felix setuju dengan itu. Kali ini, Velova berjanji akan memberikan tiga permintaan Felix meski itu sulit.

TBC.

Young Lady's Stash | Completed√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang