Disclaimer : Maou Gakuin no Futekigousha is owned by Shu-sensei I make no money from writing this fanfic. This is only for fun.
Pair : Anos Voldigoad x Kanon
Rate : T
Warning : bxb, mcd, suicide, angst, oneshot
* * *
Bertahun-tahun hidup dalam perselisihan pelik. Anos mulai merasakan bosan dan hampa. Raja iblis Tirani yang dapat membelah bumi ini lelah. Untuk apa saling beradu pedang? Sampai kapan kita berada di sisi cermin? Dia ingin mengakhiri rantai dendam manusia dan iblis. Menciptakan dunia di mana semuanya tidak perlu takut keluar rumah, anak-anak tidak menangis gemetar, menghilangkan dunia merah mereka.
Iblis yang tidak bisa mati ini ditakdirkan akan selalu berseteru dengan sosok pahlawan. Satu-satunya manusia yang memperjuangkan kebebasan kaumnya. Mengemban harapan ratusan ribu jiwa dalam sihir Asc yang melambangkan cinta. Rela membiarkan dirinya terkikis seorang diri daripada membiarkan nyawa lain menghilang.
Kanon, seorang pahlawan pedang suci, tanpa curiga menemui raja iblis bersama dua pengikutnya ke istana. Pertemuan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang pahlawan bersurai kuning. Memenuhi panggilan Anos untuk sebuah kesepakatan yang tidak akan bisa ia lupakan. Perbincangan singkat namun memiliki kesan yang dalam.
Sebelumnya, mereka sering memukul pedang satu sama lain. Mewakili masing-masing sisi berseberangan yang entah sejak kapan dimulai. Sering pula mendengarkan omong kosong setelah bertempur siang dan malam. Berbaring ataupun sekedar duduk menopang sebelah kaki di medan yang telah sulit dikenali rupanya. Saling bertukar pikiran akan masa depan yang damai. Hal-hal sepele seperti kehidupan pribadi tidak jarang tercampur adukkan masuk dalam perdebatan. Terbiasa bersama menyalakan rasa hangat di dada. Tak jarang tergambar garis bibir yang terangkat di setiap lemparan kata-katanya. Saat itu juga jantung keduanya berdetak seirama. Ini setara.
Di istana ini, disaksikan oleh pengikut pahlawan, Kanon tidak mengerti apa yang telah terjadi. Seolah terhipnotis oleh suatu sihir. Ketika sadar, bilah pedang Evansmana telah menikam muasal sang raja iblis tirani. Dia tidak menginginkannya. Dengan mata membuka lebar, Kanon mendongak ke arah pria berambut hitam itu. Mulutnya setengah terbuka. Sebelum sang pahlawan dapat mengucapkan sepatah kata, Anos mendahuluinya.
"Aku akan membuat tembok kematian sebagai pemish. Dengan ini, aku berharap impian kita tercapai. Jadilah mataku menyaksikan kedamaian, wahai Pahlawanku."
Anos mengatakan kalimat ini seiring dengan cairan merah kental yang mengalir dari bibirnya. Dia menatap balik manik berwarna hijau di depannya. Tidak mengindakhan rasa sakit di dada, dia melanjutkan, " ... di kehidupan selanjutnya, aku ingin kita bisa bersama, Kanon."
Mata Kanon buram seperti tertutup kumpulan asap tebal. Sendi-sendinya tidak bisa ia gerakkan, pun tidak bisa jelas melihat wajah di depannya yang berjarak kurang dari sejengkal. Telinganya menolak menerima apa yang baru saja ia dengar. Namun, penglihatannya tidak dapat berbohong. Ketika samar-samar menyadari bahwa pria berambut hitam didepannya tersenyum, dia merasakan pipinya basah. Di bawah cahaya bulan, mata pria itu membentuk garis lengkungan senada dengan bibir bulan sabit. Tidak ada penyesalan.
Kanon berusaha menghilangkan kabut di matanya. Mengerjap beberapa kali. Entah itu ilusinya atau bukan, dia merasakan sapuan lembut jemari di pipinya. Seolah mengatakan semuanya baik-baik saja. Rasanya dingin. Namun ketika dia membuka mata, yang dapat dia lihat hanyalah serpihan debu merah disertai asap hitam di udara.
Dengan spontan, dilemparkkannya pedang suci sembarangan kemudian mengangkat kedua tangan. Mengais-ngais ceroboh di udara seakan mengumpulkan asap. Berharap dapat menciptakan tubuh yang beberapa detik lalu masih bisa menyentuhnya. Kakinya lemas. Tahu itu hanya sia-sia. Muasal iblis yang dihancurkan oleh pedang suci tidak dapat kembali. Kanon jatuh berlutut di atas tetesan darah raja iblis. Raja iblis telah hilang. Pahlawannya sudah tidak ada. Anosnya pergi meninggalkannya.
Raja iblis tirani telah mati. Kanon dielu-elukan oleh manusia atas hasil yang dicapainya. Pahlawan telah menunaikan tugas membunuh raja iblis. Kalian bisa melihat di jalan utama tertata apik lampu festival, robekan kertas karnaval, dan para pemabuk yang tertawa keras. Mereka mengucapkan terimakasih untuk pahlawan dan bersyukur. Semuanya merasa senang kemudian berpesta seminggu. Kecuali satu orang.
* * *
Kanon suka duduk menyendiri di atas bebatuan gersang jauh dari kota. Dia merasa lebih nyaman di tempat di mana ia pernah bertukar cerita dengan seorang pria. Mengarahkan tinju ringan ke pundaknya. Merasakan surai halus yang berbaring diatas pangkal pahanya.
Sudah bertahun-tahun sejak kejadian itu. Dunia benar-benar damai. Rasanya pengorbanan satu orang untuk menciptakan ini tidaklah sia-sia. "Hei, apakah kamu melihatnya? Kita berhasil," ucap Kanon saat memandang bintang paling terang di langit.
"Kamu benar, dunia ini telah menjadi damai. Tidak ada lagi perang yang menyebabkan banyak korban jiwa. Kaum kita saling membantu membangun kembali kota dalam lima tahun terakhir. Raja sudah digantikan pangeran pertama. Dia mempromosikanku sebagai jendral utama kerajaan tapi aku menolaknya. Terlalu merepotkan. Aku tidak akan bisa bebas kemana-mana."
Sang pahlawan berhenti sejenak dan memasukkan suapan gelatin jamur ke mulutnya. Kemudia melanjutkan, "Aku baik-baik saja. Tapi apakah kamu tidak memperhitungkan perasaanku saat itu, Anos? Kamu gila. Benar-benar pria yang kejam. Bahkan kamu tidak memberiku kesempatan memikirkan cara lain. Tidakkah kamu ingin melihat kedamaian sendiri?" Kanon meringis dan menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidakkah kamu ingin bersamaku lebih lama? Haha... Umur manusia itu pendek, kau tahu? Aku bosan tidak ada yang bisa kuajak berbicara seperti dirimu. Kamu dikenal kejam tapi tenyata hanya pria kesepian. Bukannya dingin, kamu malah orang teraneh yang pernah kutemui. Bahkan terkadang mengucapkan hal narsis yang sangat tidak mencirminkan raja iblis tirani. Hei, aku berdelusi lagi. Sepertinya aku mendengar suaramu tertawa."
Matanya mengerjap menahan rasa panas yang entah kapan mulai terasa. Pandangannya ia turunkan menatap jari kakinya. Tidak memiliki maksud apa-apa, hanya menarik napas panjang sebelum melanjutkan kata-kata yang sempat dia tahan.
"Anos." Kanon mengucapkan nama ini dengan berat. Terdengar penuh dengan kerinduan. Siapapun yang mendengarnya pasti bisa merasakan. Pelaku ini lebih sering menggumamkannya dalam batin dari pada lisan. Takut tidak tahan.
"Reinkarnasi butuh berapa lama, ya? Aku sudah terlalu tua menunggumu. Tidak bisakah raja iblis menentukan kelahirannya sendiri?" Laki-laki berambut putih ini merajuk seperti anak kecil. Tetapi parasnya tetap mencerminkan ketegasan. Kemudian pancaran matanya melembut memandang kejauhan.
"Anos, apakah kamu akan marah jika aku menyusulmu terlalu cepat?" tanya Kanon asal. Dia dengan cepat menggelengkan kepala. Pertanyaannya semakin tidak masuk akal. Entah karena udara malam yang semakin dingin atau gejala pikun. Kanon tersenyum tipis dan memakan suapan terakhir gelatiin jamur di mulutnya. Kemudian berdiri. Menusuk tanah menggunakan pedang untuk menopang dirinya bangun.
"Aku hanya bercanda. Wajahmu menyebalkan ketika tidak senang. Jangan mengguruiku nanti, salahmu membuatku menjadi penyihir laki-laki sakti! Tenang saja, aku akan menjadi matamu hingga aku tidak sanggup melihat. Aku harap kau tidak melupakan janjimu."
Kanon berjalan menjauhi bebatuan tadi menuju kota. Dirinya tersenyum lembut seperti hari-hari lain. Namun, senyuman ini lebih seperti memancarkan kelegaan yang mendalam. Beberapa ratus meter lagi mendekati gerbang, sudah ada prajurit kearajaan dibawah kepemimpinan mantan ketua Jerga menunggu kepulangannya.
'Tunggu aku, Pahlawanku.'
* * *
FIN
18/11/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hero
FanfictionMaou Gakuin no Futekigousha Fanfiction Pair : Anos Voldigoad x Kanon Yuusha Rate : T Warning : bxb, mcd, suicide, angst, oneshot Kanon, seorang pahlawan pedang suci, tanpa curiga menemui raja iblis bersama dua pengikutnya ke istana. Pertemuan yang t...