.
.
." Nak Naren "
Panggilan dan tepukan dibahu Naren diberikan oleh ustadz Hanif, karena Naren terlihat melamun setelah menjawab pertanyaannya.
" Ah maaf paman, saya malah melamun " jawab Naren tersadar dari lamunannya. Ustadz Hanif masih memasang senyum ramahnya.
" Tidak apa, kalau boleh tau kenapa nak Naren mau berkunjung ke masjid ? Dan paman lihat dari tadi kamu seperti banyak pikiran, kalau nak Naren berkenan untuk bercerita atau ada yang mau ditanyakan, insyaallah paman akan mendengarkan dan menjawab pertanyaan nak Naren semampu paman "
Pucuk dicinta ulampun tiba, itu yang Naren rasakan sekarang. Pikirnya apa mungkin setelah dia sampaikan dan tanyakan tentang rasa penasarannya pada paman didepannya itu yang merupakan umat muslim, Naren dapat menemukan jawaban dari pertanyaan pertanyaan yang selama ini selalu berdengung dibenaknya.
Lagi pula tidak ada salahnya Naren bercerita terus terang pada paman hanif itu, Naren merasa paman didepannya bukan orang biasa, beliau seperti seorang pembina atau guru di masjid itu, ntahlah Naren tidak tau apa sebutan atau istilah untuk guru keagamaan bagi umat muslim.
Tapi Naren kembali bingung, harus dari mana dan apa dulu yang harus dia ceritakan dan tanyakan, karena sudah terlalu banyak pertanyaan yang bersarang di otak dan benaknya.
Tapi ini kesempatannya untuk mencari kunci jawabannya.
" Naren juga bingung paman,... "
Terdiam sejenak Naren menghela nafas seolah apa yang dirasakannya adalah sebuah labirin yang membuatnya bingung.
Ustadz Hanif atau yang Naren tau paman Hanif, beliau masih dengan sabar mendengar dan menunggu keterdiaman Naren, pemuda yang terlihat dari gelegatnya seperti memiliki kegelisahan yang ingin dia ungkapkan.
" Terlalu banyak pertanyaan yang ingin saya tanyakan, sampai saya sendiri bingung harus yang mana dulu yang harus saya cari jawabannya " lanjut Naren.
Ustadz Hanif yang mendengarnya kembali tersenyum seolah mengerti kebingungan yang Naren rasakan.
" Kalau begitu biar paman yang bertanya. Kenapa nak Naren mau mengunjungi masjid ? apakah ada alasan atau niat sesuatu ? "
" ntahlah paman, tidak ada suatu niat yang saya pikirkan. Saya hanya mengikuti kata hati saya. Sejujurnya ini bukan kali pertama saya berkunjung ke masjid ini, sejak kecil, ah lebih tepatnya sejak saya beusia 6 tahun, saya selalu ingin menyempatkan untuk berkunjung kemari, hanya untuk melihat orang orang yang beribadah di masjid ini, itupun saya hanya melihatnya dari lestoran disebrang sana. "
Naren memulai ceritanya setelah mampu merangkai kalimat untuk sedikitnya mendeskripsikan apa yang dia rasa.
Sedangkan Ustadz Hanif mendengarkan cerita Naren tanpa menyela.
" Pertama kali saya ingin berkunjung ke masjid, itu saat seseorang yang saya kenal, pindah dengan keluarganya ke negara lain dan seseorang itu dari keluarga muslim. Saat itu saya merasa berat berpisah dengannya, karena kami sudah bersama sejak masih balita. Karenanya, dikala saya rindu dengannya saya selalu meminta berkunjung atau sekedar melewati masjid ini. Tanpa berani masuk kearea dalam,..."
" Tapi lama kelamaan saya menyadari suatu perasaan yang asing, setiap kali saya datang berkunjung. Saya rasa keinginan saya berkunjung bukan hanya karena saya rindu pada orang itu, rindu pada orang itu hanya secuil bagian dari hati saya yang mendorong saya untuk selalu berkunjung kemari. Ada hal yang lebih mendorong saya untuk berkunjung kemari, bahkan dengan sadar dan berani saya melangkahkan kaki sampai diteras masjid ini, setelah sekian lama hanya memandang dari jauh. Hal itu adalah, hati saya yang selalu merasa tentram, tenang, damai dan resah disaat bersamaan setiap saya melihat umat muslim yang sedang beribadah. Rasa itu memunculkan banyak pertanyaan dalam benak saya, dan karena itu saya ingin mencari jawaban dari rasa penasaran saya, dari pertanyaan pertanyaan yang selalu hadir setiap kali saya berkunjung "

KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta || Jaemren GS ||
Ficção AdolescenteDua insan yang diciptakan oleh tuhan yang satu namun tak sama. " Kita memang berbeda, tapi bersediakah kamu menungguku yang sedang berkelana dan belajar agar sama denganmu ini ? "...- Naren " Jika yang kamu tuju adalah Ridho-Nya, maka aku siap menun...