——————————————————
Terkadang takdir suka sekali bermain dengan para manusia yang menetap di bumi. Begitu pintar menyusul alur cerita dengan beribu plot twist di dalamnya, sedangkan para manusia yang tak berdaya hanya bisa pasrah mengikuti kemana arus takdir membawanya. Sebagian menerima dengan ikhlas, sebagian lagi memaki takdir itu sendiri jika tidak berjalan sesuai dengan keinginannya.Namun sekali lagi, sebagai manusia kita bisa apa selain menerima alur dari takdir itu sendiri ?
***
Ozza berjalan cepat menenteng helm usang berwarna biru tua. Dalam hati ia sedikit memaki diri sendiri karena terlambat datang entah untuk keberapa kalinya. Ia akui bahwa dirinya memiliki time management yang buruk.
Ia langkahkan kaki-kaki rampingnya menuju gedung dengan nuansa biru putih dan tulisan "GEDUNG KESENIAN KOTA MADIUN" berwarna perak yang terpampang jelas di hadapannya. Jantungnya berpacu cepat saat sayup-sayup ia mendengar suara gamelan dari dalam gedung pertanda bahwa latihannya sudah dimulai. Dinginnya angin yang ditiupkan dari enam belas AC tak membantu menenangkan jantungnya.
Justru hawa dingin semakin membuat jantungnya berpacu semakin cepat, suara-suara yang berasal dari musik-musik tradisional dan pelatih dikalahkan dengan detak jantungnya sendiri. Kepalanya sedikit berdenyut dengan rasa dingin menusuk yang tiba-tiba ia rasakan, bergegas gadis berkaus hitam itu berjalan menuju kelompoknya dan bergabung dengan teman-temannya yang sudah memulai latihan.
Untung saja panitianya tidak menceramahinya meskipun tadi sempat membentaknya. Sehingga ia bisa mengikuti sisa latihannya hingga selesai. Sekilas ia melirik segerombolan pemuda berbaju dengan warna sama seperti miliknya sedang asyik menyantap makan siang mereka, namun saat itu ia masih terfokus dengan gerakan tarinya yang harus ia hapal tanpa menyadari ada sepasang mata tajam yang juga ikut meliriknya.
Dua jam sudah terlewati tanpa sadar hingga suara panitia yang meminta kelompoknya untuk beristirahat sejenak guna melemaskan otot yang kaku. Terdengar suara alunan gamelan dari arah barat aula, Ozza yang juga kebetulan duduk menghadap barat melihat sosok jangkung yang mulai bersamba mengikuti hembusan musik gamelan yang mengalir diudara.
Detik itu juga gadis Saraswati tersebut menahan napasnya sesaat, jantungnya tiba-tiba terasa sesak entah kenapa. Pupil cokelat tuanya tak bisa melepaskan diri dari sang adam bak ada magnet tak kasat mata yang menarik pandangannya kearah pemuda itu. Gerakannya yang tegas seolah menunjukkan jati dirinya sebagai lelaki, apakah ini rasanya jatuh cinta yang sering dibicarakan oleh temannya Kaira ? rasanya cukup menyebalkan namun ia tak membencinya.
Yang membuatnya kesal ialah dirinya jatuh cinta pada seseorang yang bahkan ia tak tau namanya. Ozza tahu bahwa cinta datang tak mengenal tempat, waktu, bahkan orang, tapi mengapa harus detik ini dengan orang asing pula ?, Ozza ingin marah kepada benang takdir yang mempermainkan hatinya begitu mudah. Ozza ingin marah kepada sang hati yang dengan senang hati terikat oleh pesona sang adam begitu mudah.
Tetapi siapa dirinya yang bisa begitu berani ingin melawan takdir, ia bukan Tuhan yang mengatur segala kehidupan di alam semesta ini sekaligus takdir yang mengikatnya ini. Ia bukan Tuhan yang memiliki kekuatan pembolak-balik hati setiap hambanya. Ia hanyalah salah satu dari ribuan manusia lemah diluar sana yang tanpa daya dibawah kuasa Tuhannya.
Teriakan panitia yang bergema di aula membuatnya kembali ke dunia nyata, memecah lamunan sekaligus makian terhadap dirinya yang begitu mudah terperangkap dalam pesona sang adam. Lantas segera gadis berselendang kuning itu kembali berbaris dengan teman sekelompoknya dan mulai melanjutkan latihannya hingga selesai. Melupakan Sang Adam yang diam-diam sudah menyadari sosoknya.
Waktu berlalu begitu cepat tak terasa jam di dinding sudah menunjukkan pukul tiga sore, adzan ashar pun sudah bersahut-sahutan memerintahkan para umat muslim untuk meninggalkan kepentingan dunia dan mulai mengejar akhirat yang abadi. Tepat saat itu juga latihannya selesai, Ozza merebahkan dirinya di lantai yang dingin mencoba menghilangkan hawa panas dan keringat yang dikeluarkan oleh tubuhnya.
Ia menoleh ke kelompok penari lelaki disebelahnya, terlihat mereka menggendong tas masing-masing bersiap untuk pulang. Pandangannya tertuju kepada pemuda yang berjalan kearah pintu keluar dirinya tersentak di bagian hatinya yang paling kecil ingin sekali mengejar sosok itu, ingin mengetahui asma sang adam yang telah dengan berani mengikat hatinya.
Tapi belum sempat dirinya bangkit dari rebahannya sang adam sudah pergi menghilang dari balik pintu. Segera ia langkahkan kakinya mencoba mengejar sang adam sayang seribu sayang sosok tegap itu sudah memacukan kuda besinya kedalam tumpahan hujan yang tiba-tiba turun tanpa peringatan.
Ozza menahan napas dadanya tiba-tiba rasa sesak kembali memenuhi dadanya lagi, namun bukan sesak yang ia sukai justru rasa sesak yang membuatnya ingin tertawa meratapi nasibnya. Sungguh baru lima jam yang lalu ia merasakan betapa manisnya jatuh cinta sekarang ia harus merasakan pahitnya kegagalan dalam mencintai.
Ibaratkan ia baru saja menulis prolog dirinya sudah harus menulis epilog tanpa adanya isi dalam cerita. Dia ingin menangis tapi juga ingin tertawa di sisi lain juga ia ingin marah kepada siapapun yang kembali mempermainkan takdirnya. "Ya Allah gini amat suka sama yang nyata," batinnya nelangsa.
Apakah ini karmanya karena telah mentertawakan kegagalan kisah cinta salah satu temannya tempo hari. Cukup pahit juga rasanya saat dirinya tak mengetahui asma sang adam dan hanya mengetahui wajahnya sekilas. Ozza termenung menatap buliran air yang turun dari langit suram diatas sana seolah langit tahu bahwa kondisi hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Ia menghela napas panjang pasrah akan takdir yang mempermainkannya lagi dan lagi. Setelah termenung cukup lama hingga kakinya kesemutan, Ozza memutar tubuhnya kebelakang kembali melanjutkan istirahatnya yang sempat tertunda.
Yah ... Mungkin pemuda itu bukanlah sosok yang ditakdirkan untuknya, ia hanya sosok yang lewat sekilas tanpa sempat memberikan harapan kepada gadis Saraswati itu. Perlahan ia meneguhkan hati menerima takdir yang tertulis dalam hidupnya dengan lapang dada. Karena ia tahu bahwa setiap peristiwa yang terjadi dimuka bumi ini pasti ada makna dibaliknya, Termasuk peristiwa jatuh cinta sekilasnya tadi.
Ozza mengemasi tasnya sebelum mengendongnya di pundak. Hatinya berbisik lirih kepada Sang Pembolak-balik hati, jika memang belum waktunya untuk ia menjalin hubungan romantis dengan lawan jenis tolong jangan biarkan perasaan yang suci bernama cinta hadir dalam ruang kosong di hatinya barang sekecil apapun bentuknya.
***
.
.
.
.
.
.
.
.
.Sesosok berbadan tegap dengan rambut gelapnya melirik kearah jendela menatap buliran berlian indah yang jatuh dari langit dengan wajah teduhnya. Dalam hatinya ia berbisik "teruntuk gadis bermata bak rusa betina semoga kita dipertemukan kembali oleh sang pencipta menjadi sepasang insan yang ditakdirkan untuk bersama meskipun raga tak lagi diatas tanah."
——————————————————
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗧𝗶𝘀𝘁𝗳𝘂𝗹
Teen FictionIa tau bahwa takdir memang suka sekali memainkan manusia, tetapi jatuh cinta bukanlah rencananya. Dan sialnya ia justru jatuh kedalam pesona sang adam yang tengah menyeret tubuhnya mengikuti aliran sungai musik di Gedung Kesenian saat itu. Namun sec...