"APA KALIAN SUDAH SIAP?" teriak seorang gadis dengan dua bendera bewarna putih dan hitam pada kedua tangannya. Ia berdiri diantara dua mobil yang siap untuk melaju. Dua mobil itu adalah mobilku dan mobil seorang laki-laki menyebalkan bernama Albert.
Para penonton yang hadir berseru dengan riang. Aku sudah tak sabar untuk mengalahkan Albert dalam aksi balap malam ini.
"SEKALI LAGI KUINGATKAN BAHWA PEMENANG LOMBA BALAP MALAM INI AKAN MENDAPATKAN TIKET KE CALIFORNIA!" tambah gadis yang berdiri diantara mobilku dan mobil Albert. Kata-katanya memacu semangatku.
"SATU!" gadis tersebut berteriak bersama para penonton yang lainnya.
"DUA!" aku segera menginjak pedal gas sekencang mungkin.
"TIGA!" dan saat itulah aku melaju kencang dengan mobil Albert yang masih berada di sebelah mobilku.
Tantangan malam ini adalah untuk memutari jalan yang sudah ditentukan sebanyak empat putaran. Jalannya memang sedikit rumit untuk kulewati, namun hal itu bukanlah penghalang bagiku.
Semakin jauh aku melaju, semakin yakin diriku kalau aku dapat mengalahkan Albert. Harus kuakui kalau dia memang hebat dalam urusan balap mobil. Ia selalu menjadi saingan terberatku dalam arena balap. Kalau aku adalah ratu balap, maka ia adalah raja balapnya.
Namun, aku dan Albert tidak memiliki hubungan yang cukup baik. Aku tak menyukainya karena sikapnya yang seperti playboy. Ia sangat suka bermain dengan perempuan dan itulah hal yang membuatku merasa risih setiap kali ia menghampiriku.
Aku sudah menempuh hampir tiga putaran dan saat itu Albert tertinggal dibelakangku. Aku tak menghiraukannya sama sekali dan terus melaju bersama dengan mobilku.
Lomba balap ini sudah berlangsung selama kurang lebih tiga menit dan sebenarnya aku ingin menang dalam waktu empat menit, yang artinya setiap satu putaran aku menghabiskan waktu kira-kira satu menit.
Aku melihat timer yang kuletakan di dekat kaca mobil bagian atas. Aku sudah menghabiskan sekitar tiga menit dan aku berharap aku dapat menggunakan waktu satu menit untuk menyelesaikan putaran terakhir.
Putaran keempat pun tiba. Aku harus bisa memenangkan lomba ini, demi California. Aku sudah lama menginginkan kehidupan baru dan melupakan segala kenangan buruk di Chicago yang telah kudapatkan selama 18 tahun hidupku.
Tanpa sadar ternyata aku sudah melewati garis finish. Albert tertinggal hanya beberapa meter dibelakangku. Ia memang tangguh dan menurutku, mengalahkannya memang cukup sulit namun lihatlah sekarang aku berhasil mengalahkannya!
Aku turun dari mobilku dan semua penonton menyorakiku dan memberikan ucapan selamat atas kemenanganku. Aku merasa bangga terhadap diriku sendiri saat ini.
Tiba-tiba, Albert menghampiriku.
"Selena," ucapnya, "Selamat karena lo udah ngancurin mimpi gue untuk ke California" katanya dengan penuh sindiran.
"Gue? Ngancurin mimpi lo? Oh ya?" aku menjawab dengan menirukan nadanya.
"Iya. Lo ngancurin mimpi gue" katanya menyeringai, "Gak lah. Gue bercanda. Chicago adalah rumah terbaik"
"Mungkin itu menurut lo, tapi bukan menurut gue" aku membalas.
"Selena," ucap seorang gadis yang membawa bendera tadi, "Mereka nungguin lo buat naik ke panggung" jelasnya.
"Oh, oke" aku mengangguk dan mengikuti langkahnya dari belakang.
Aku segera naik ke atas panggung dan seorang senior kami, Matthew menyerahkan piala untukku.
"Congratulations, Selena" ucapnya padaku dan ia memberikanku senyum manisnya.
"Thank you" balasku dan saat itu ia membuka lebar tangannya dan memelukku. Semua yang hadir di tempat tersebut bersorak sorai.
"Gue seneng liat lo bisa ke California. Gue berharap lo punya kehidupan baru disana" kata Matthew berbisik.
"Thank you banget, Matthew. Lo yang bikin gue bisa ke California" jawabku.
Matthew mungkin lebih dari sekedar seorang senior balap. Ia sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Sejak kecil, aku sangat dekat dengannya. Ia tahu semua masalahku mulai dari masalah sekolah, teman, hingga tentang ayahku yang pergi entah kemana.
Akhirnya aku turun dari panggung. Matthew masih berjalan disampingku. Kemudian kami berjalan menemui teman-teman sekelompokku dan Matthew.
"Kita harus rayain momen ini" ucap Sophia, salah satu teman yang paling dekat denganku di arena balap.
"Iya kita harus rayain!" tambah seorang temanku yang lain, Brooklyn.
"Apa lo mau rayain hari ini?" Matthew bertanya padaku.
"Tentu. By the way, emang kapan gue pindah ke California nya?" tanyaku pada Matthew dengan nada berbisik.
"Besok lusa" Matthew menjawab ketika ia mengambil sesuatu dari kantongnya yang menurutku adalah tiketku untuk pergi ke California.
"Okay guyss sekarang kita pergi oke?" ucap Bryan, salah seorang teman dekatku.
"Kita mau kemana?" tanyaku.
"Mc Donalds aja?" usul Elle, salah seorang temanku yang lain.
"Semua setuju?" Matthew bertanya pada semuanya.
"SETUJU!!!" teriak semua teman-teman yang ada. Oh ya, kami sekarang sedang bertujuh. Ada aku, Matthew, Bryan, Elle, Brooklyn, Sophie, dan Devan.
"Kenapa kita gak balapan aja kesana?" usul Devan penuh semangat.
"Kita pasti kalah, kita kan lagi sama pemenang lomba malam ini" Bryan membalas dengan penuh sindiran terhadapku.
"Lo semua juga jago. Jangan bedain gue kayak gitu dong" keluhku.
"Haha iya deh, tapi ayo dong kita balapan, oke?" ucap Elle.
"Okay" Matthew menjawab dan kami semua naik ke mobil kami masing-masing dan melaju dengan sangat cepat.
Untunglah malam ini tak ada polisi yang sedang berjaga. Mereka adalah penggangu utama bagi kami.
Matthew sampai pertama di Mc Donalds, diikuti olehku, Devan, Bryan, dan Elle. Brooklyn dan Sophie sampai pada waktu yang sama sehingga mereka seri.
Kamipun langsung masuk ke Mc Donalds. Aku hanya memesan cheese burger dan french fries dan juga segelas besar coca cola karena sebenarnya aku tak begitu lapar, sedangkan teman teman yang lain membeli banyak makanan.
Setelah kami membayar dan mendapatkan makanan yang kami pesan, kami mencari tempat duduk yang dapat memuat banyak orang dan mulai memakan makanan yang telah kami pesan.
"Selena," ucap Bryan sambil mengunyah makanannya, "Jangan lupain kita semua pas lo udah di California"
"Iya, lo harus kasih tau semua yang lo alamin disana" tambah Elle.
"Pasti lah. Kalian kan temen terbaik gue. Cuma pas sama kalian gue ngerasa lebih seneng" jawabku sambil tersenyum.
"Cie," Devan tiba-tiba berkata dengan penuh sindiran, "Bisa aja lo, Sel"
Brooklyn dan Matthew akhirnya tertawa dan itu membuat kami semua juga ikut tertawa.
"Kalian juga harus ceritain semua yang kalian alamin disini" balasku.
"Pasti dong" Brooklyn megedipkan mata kirinya padaku yang menurutku itu lucu.
Kami semua melanjutkan pesta makan malam kami hingga Matthew memecah keheningan.
"Besok gue mau ngadain pesta dirumah gue buat rayain kemenangan Selena. Kalian setuju?" tanya Matthew pada kami semua.
Brooklyn dan Elle langsung menatap Matthew dengan mata mereka yang sangat berbinar ketika mendengar kata 'pesta'
"TENTU!" teriak Brooklyn dan Elle dengan segera. Mereka sangat amat menyukai pesta.
"Oke. Besok jam 7 sore oke?" kata Matthew menginformasikan waktu penyelenggaraan pestanya.
Semua dari kami akhirnya menyetujui usulan Matthew dan pukul 11 malam kami akhirnya pulang ke rumah kami masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncontrollably
RandomSelena adalah seorang gadis berusia 18 tahun yang hidupnya sangat pahit. Karena ia memenangkan perlombaan balap, ia dihadiahkan tiket untuk pergi ke California dan berharap agar ia dapat memulai kehidupan yang baru disana. Bagaimanakah cerita hidup...