kehidupan selanjutnya

5 0 0
                                    

Matahari masih belum tampak di ufuk timur. Dito mengambil tasnya dan bergegas mengeluarkan sepeda butut peninggalan ayahnya. Dengan tergesa-gesa ia mengayuh sepedanya ke rumah Pak Rahmat, untuk mengambil jatah koran yang ia loperkan. Tiba-tiba ia menghentikan laju sepedanya, ia lupa membangunkan Sekar, adiknya. Ah, tidak apalah, tidak sampai setengah jam sudah selesai, batinnya. Retno pasti belum bangun. Dito mengayuh sepedanya lagi, lebih lambat. Ia teringat ibu bapaknya yang telah meninggal setahun yang lalu karena tertabrak mobil. Kedua orangtuanya sedang mendorong gerobak sampah di dekat rumah di pagi buta dan tiba-tiba ada sebuah mobil yang melaju kencang hingga menabrak ibu bapaknya, dan kemudian mobil itu menabrak dinding jembatan layang karena mengantuk katanya. Sejak itulah Dito berusaha mengurus adiknya sendiri. Beberapa kali Dinas Sosial datang untuk membawa Dito dan Retno ke panti asuhan. Tetapi karena dipisahkan, Dito dan Retno melarikan diri dari kantor Dinas Sosial. Berhari-hari mereka tinggal di jalan, hingga akhirnya Dito kembali ke rumah dan memohon kepada warga kampung agar tidak melaporkan mereka ke Dinas Sosial. Dan warga menyetujuinya. Setelah mengambil koran dan mengantarkannya ke rumah-rumah, Dito kembali ke rumah. Dilihatnya Retno sudah bangun dan telah mengenakan seragam. Tetapi wajah Retno terlihat sedih. "Wah, sudah cantik kok masih cemberut? Maafkan Kakak ya, tadi tidak sempat membangunkan," kata Dito sambil menarik handuk, siap-siap mandi. "Kak, tahu tidak sekarang tanggal berapa?" tanya Retno pelan. Dito menatap kalender yang juga sedang dilihat oleh Retno. "Tanggal 27 ya?" "Kakak lupa ya hari ini hari apa?" tanya Retno. Dito terdiam sebentar, berpikir. "Sebentar ya, Kakak mandi dulu." Sebenarnya Dito ingat hari ini hari apa. Tetapi ia berpura-pura lupa. Ia tahu hari ini adalah hari ulang tahun Retno, hari ulang tahunnya tanpa ibu dan bapak. Dan biasanya Retno meminta dibelikan es krim kepada ibu. Dada Dito terasa sesak. Ia belum punya uang sama sekali. Bayaran loper koran baru akan dibayarkan 3 hari lagi. Begitu Dito keluar dari kamar mandi, "Oh Kakak ingat. Ulang tahun Retno ya? Selamat ulang tahun ya adikku sayzng. Semoga sehat selalu dan tambah pintar." "Retno ingin es krim, Kak, yang biasanya Ibu belikan," kata Retno merengek. Dito terdiam sambil mengenakan seragamnya. Otaknya berputar-putar mencari alasan. "Hmmm.. Nanti pulang sekolah kita beli es krim-nya ya. Sekarang sekolah dulu." "Sungguh ya Kak?" kata Retno smabil tersenyum. Dito mengangguk pelan. Hari ini Retno pulang lebih siang daripada Dito karena ada les. Dito mengayuh sepedanya ke Rumah Rahmat. Ia sudah bertekad untuk meminta bayarannya lebih awal. Sesampainya di rumah Pak Rahmat, ia berkata dengan sopan kenapa ia membutuhkan uang tersebut. Dan Pak Rahmat memberikannya. "Ayo, beli es krim," kata Dito ketika menjemput Retno pulang sekolah. "Maafkan Retno, Kak. Retno lupa kalau Kakak tidak punya uang. Retno lupa kalau sudah tidak ada ibu dan bapak lagi. Maafkan Retno yang sudah menyusahkan Kakak," kata Retno sambil menangis. "Eh, kata siapa Kakak tidak punya uang. Ayo kita beli es krim. Tapi jangan yang mahal ya. Sisa uangnya buat beli beras," kata Dito sambil memeluk adiknya. "Terima kasih ya, Kak," kata Retno sambil tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Judul Standar - Tulis Judul SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang