Prolog

4 0 0
                                    


"Ayo kita akhiri saja hubungan ini. Kau bisa kembali mengejar cinta pertamamu."

"Kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal itu?"

"Jangan pura-pura bodoh."

Zahira memundurkan kursi roda yang dia duduki untuk menjauh dari laki-laki di depannya. Dia memutar kursi roda  menghadap jendela kaca.

"Kau yang paling tahu seberapa jauh hubungan kalian. Kenapa kau bertanya sesuatu yang jelas kau tau jawabannya." .

"Kontrak kita belum selesai. Kau tidak bisa seenaknya mengatakan ingin mengakhiri ini."

Zahira terkekeh pelan. "Lalu, kau bisa seenaknya menjalin hubungan dengan perempuan lain, saat kita masih berstatus suami istri, begitu? Kau bahkan melupakan perjanjian kontrak. Kau lupa?"

”Tidak. Bukan begitu maksudku. Kau salah paham Hira. Tidak bisakah kau mengerti sedikit saja tentangku?"

Zahira mengangguk mengerti. "Oh, tentu saja aku harus mengerti soal suamiku yang masih terjebak dengan masa lalunya. Benar, kan? Tuan Aydhan yang terhormat."

"Zahira!" teriak Aydhan emosi. Tangannya memutar kursi roda Zahira hingga menghadap ke arahnya kembali. Dengan napas naik turun Aydhan melepas tangannya dari kursi roda kemudian berdiri dengan tangan terkepal.

Zahira mendongak menatap Aydhan yang sudah berdiri dengan wajah merah padam. "Kenapa? Semua yang ku ucapkan adalah kebenaran."

"Aku tidak menyangkal semua yang kau ucapkan. Hanya saja, astaga Zahira! Kau tidak perlu berkata begitu frontal. Kau benar-benar tidak punya hati!" teriak Aydhan frustrasi.

"Kau benar. Aku memang tidak punya hati. Jadi, ayo kita akhiri hubungan sialan ini. Kau tidak perlu terjebak dengan perempuan tidak punya hati ini. Oh, ya, satu lagi. Kau juga bisa bebas mengejar cinta pertamamu yang sudah memiliki cinta lain."

Zahira tahu dia akan dianggap perempuan paling bodoh karena melepas laki-laki yang sudah sah secara negara dan agama. Tetapi, dia tidak memiliki pilihan lain selain lepas dari kekangan rantai emas yang menjerat dirinya. Ini bukan kali pertama Zahira meminta berpisah dari Aydhan, dan respon laki-laki itu selalu sama. Dia menolak dengan alasan belum saatnya atau dia tidak bisa memilih.

Seperti hari ini pun laki-laki itu hanya keluar dengan membanting pintu kasar tanpa menjawab permintaannya. Ini kah akhir dari kebodohan dulu karena tidak mendengarkan ucapan kakak sepupunya.

"Padahal aku berjanji tidak akan menangis karena dia. Tapi air mata ini justru tidak ingin berhenti. Sial!" Zahira mengusap air matanya dengan kasar.

Malam itu ditemani dinginnya udara dan hujan deras yang terus membasahi bumi, Zahira menangis sepanjang malam. Menangisi kebodohan dirinya karena tidak bisa mengendalikan diri dan perasaannya sendiri. Menangisi dirinya yang melemah setelah hidup bersama Aydhan.

Seharusnya sejak awal dia sadar, dan terus mendoktrin dirinya agar tidak jatuh dalam pesona laki-laki itu. Seharusnya dia juga bisa mengunci semua akses untuk Aydhan agar tidak bisa masuk ke dalam hatinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FELICITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang