Ao Higa. Yoimizu Hikari. Sepasang nama yang ternyata saling berhubungan. Di medan pertempuran ini, tidak hanya genangan darah yang diceritakan. Namun juga, benang merah penyatuan.
------------------
Hembusan napas dari langit membelai dedaunan pohon. Tangisannya sudah mereda dan menyisakan lingkaran kaca alam di atas tanah. Namun, angkasanya masih dalam kondisi gelap gulita.
Sedikit cahaya terpancarkan, tetapi gumpalan awan menghalangi. Daun-daun berguguran sebelum musimnya karena angin dingin. Hujan tipis akan segera kembali menjadi deras.
"Huuh … huuuh …."
Suara napas tergesa-gesa menjadi suara baru di antara napas alam yang dingin. Genangan air sisa hujan di waktu sebelumnya berguncang. Kemudian, satu langkah kaki menginjaknya. Membuatnya menyebar dan berkurang.
"Bagaimana ini? Aku harus apa?"
Suara batin dibiarkan mengalir dalam diri. Sosok itu membuat dirinya berpikir sembari berlari di antara jarum-jarum bening.
Netra kuning keemasan miliknya bergerak ke segala arah. Detak jantungnya bergetar tak beraturan. Namun, dirinya terus merasakan udara ketenangan dari alam dan mulai memejamkan mata.
Mencoba untuk tetap tenang menghadapi sesuatu yang mengejarnya.
"Bayangkan dan ciptakan … sekarang!"
Sosok itu menjadikan satu kakinya sebagai tumpuan untuk berhenti. Dirinya berbalik dengan bantuan kaki satunya dan kedua tangannya menggenggam erat. Sarung pedang dan pegangan pedang di samping pinggangnya.
"Aliran air!"
Sosok itu kembali menunjukkan mata kuning keemasannya. Bersama dengan pedang tajam yang sudah ia keluarkan dari sarungnya. Menebas udara dan menciptakan aliran air.
Membuat seekor serigala yang mengejarnya terbelah menjadi dua bagian. Kemudian berubah menjadi abu dan berhamburan ke atas langit.
"Berhasil!" batin sosok itu dengan penuh kegembiraan.
"Kerja bagus, Yoimizu."
Sosok itu segera menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya. Alangkah terkejutnya ia melihat seorang lelaki yang ia kagumi berdiri di sana.
"Paman!" teriak Yoimizu, sosok perempuan yang berhasil membunuh serigala berukuran besar itu.
Gadis cantik berumur tujuh tahun berkulit putih dan bermata kuning keemasan. Rambut pirangnya ia diikat menjadi kuncir kuda, membuat tiga poni yang menambah kecantikannya.
Gadis dengan nama lengkap Yoimizu Hikari itu segera berlari. Memeluk lelaki yang ia panggil paman.
"Lihat, lihat! Aku berhasil melakukannya!" kata Yoimizu dengan senangnya.
Yoimizu pun mendapat elusan dari sang paman dan senyuman hangat. "Ya. Paman bangga denganmu."
"Mari kita pulang."
"Ya!" jawab Yoimizu menunjukkan senyumannya yang indah.
***
Gerimis perlahan berubah menjadi hujan. Cukup deras, tetapi menghasilkan melodi yang indah dan menenangkan. Melihatnya dari teras rumah membuat Yoimizu semakin senang.
"Hujannya seperti menyanyi," ucap Yoimizu menikmati suara alami dari hujan.
Gadis itu tengah duduk bersantai. Melihat air hujan yang menetes dari genteng rumahnya. Ia tak merasa kedinginan meski duduk di lantai kayu tanpa alas. Rumah yang hampir semuanya terbuat dari kayu, tak memiliki kursi dan menggunakan pintu geser.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aoi Higanbana
Short StoryBunga kematian pemberi ketenangan untuk birunya air, begitulah yang terjadi antara Ao Higa dan Yoimizu Hikari.