Filter Kretek

2 0 0
                                    

Balkon 2x6 yang terletak pada tingkat  kedua suatu gedung kumuh diantara deretan rusun yang lain menopang baju baju yang tak kunjung kering dengan tali panjang yang diikat pada kedua sisi kayu yang menempel pada ujung nya.

Musim dingin membuat baju tak kering pada malam hari, lain hal nya dengan meniup pergelangan tangan nya yang terbuat dari kain wol sedang digantung oleh pengait baju yang terbuat dari kayu. Semriwing kesana kemari mengikuti arah angin malam bulan september. Sebenarnya september belum memasuki musim dingin, semua nya hanyalah permulaan sebelum titik 2 derajat menerpa permukaan dinding ber cat putih.

Anak perempuan itu menutupi surai kecoklatan nya dengan penutup kepala yang ada pada hoodie hitam yang ia kenakan. Rambut nya tak murni coklat, juli kemarin diwarnai blonde tanpa bleaching, alhasil terciptalah rambut kecoklatan yang sempat dikira beberapa orang adalah warna asli dari surai nya.
Wajah tak kenal hidup, wajah putus asa terpasang dalam mimik wajah nya, lalu anak perempuan itu memanjat pagar balkon, duduk di atas nya dengan kaki yang memakai sendal jepit eceran. Sesekali acuh dengan seruan perokok di seberang balkon.

"Hey nak, turunkan rokok nya! Matikan rokoknya!" 

Kadang-kadang pria itu memergoki nya sedang bertengger di pagar hitam balkon rumah nya, menghisap satu-dua kali rokok filter kretek merek surya yang entah darimana ia dapatkan. Kedua telinga anak perempuan itu disumpal earphone kabel hitam, lagu indie-rock menyeruak pendengaran anak itu. Membuat pria di seberang jengkel merasa tidak dihargai sebagai seorang pria tua pembawa nasihat.

Kadang-kadang juga pria tua mendapati anak itu sedang jongkok di dekat reruntuhan batako yang tercampur dengan sampah masyarakat. Melepas penutup kepala nya, rambut pendek nya kemana-mana. Cara berpakaian nya seperti gembel, celana nya bolong-bolong. Lagak nya sok laki-laki. Anak perempuan itu masih awal, baru 2 mg nikotin memasuki tubuh nya kepala nya sudah keleyengan. Pria tua tidak tahu apa yang terbesit dalam pemikiran anak perempuan itu. 'Salah gaul' kata orang-orang. Ada juga pak tua lain, seorang penjaga warung yang menasihati,

"kamu tuh cantik, ngapain beli rokok? Sayang. Jangan, gak boleh kamu ngerokok,"

Ketika anak perempuan tahu pria pecandu nikotin memergoki dirinya melakukan hal yang sama seperti pria itu, cepat-cepat dirinya menutupi rambut yang terlihat. Berpaling dari pandangan 'kolot' di seberang. Malu moral nya jatuh karna ia dulunya dikenal orang sekitar sebagai seorang alim.

Kelakuan nakal nya sudah menjadi rahasia umum di kalangan orang yang tinggal dengan anak itu. Tapi anak perempuan masa bodoh. Ia tidak peduli nama baik nya ternodai. Ia amat egois. Ia hanya ingin diri nya merasa 'baik'. Bukan berarti merasa diri nya baik. Ia menginginkan ketenangan, ingin euphoria. Ingin merasakan rasanya tidak sadarkan diri. Pantas saja tiga tahun yang lalu orang-orang berasumsi bahwa dia gila. Tapi anak itu tidak pernah ambil hati. Ia sadar memang kenyataan bahwa diri nya gila, atau tidak? Ia tidak tahu dirinya gila atau tidak. Tidak tahu dirinya normal atau tidak. Tidak tahu diri nya salah atau benar. Tapi yang jelas anak itu tahu bahwa dirinya telah dikutuk. Bukan dikutuk oleh tuhan. Tapi dikutuk oleh asumsi nya sendiri.

"Heh bocah,"
"Bocah-"
"Bocah, tcuih!"

Lagi-lagi pak tua tetangga seberang memanggil anak itu. Anak perempuan itu berpura pura tidak mendengar. Anggap saja alunan lagu dalam telinga nya membuat tuli terhadap sekitar.

Teman nya anak perempuan membuka pintu balkon mendapati ia sedang bermain dengan asap. Bau cengkeh nya menyeruak. Kantung mata nya menghitam karena tidak tidur seharian. Teman nya nyaris menutup hidung. Alergi bau rokok.

"Dik bilangin teman mu matikan rokok nya. Mau jadi apa nanti,"

"Cok-"

"COK-"

"Hah?"

"Kata bapak itu matiin rokok lu," ujar teman nya. Anak perempuan ketus, lalu mematikan rokok yang ia pegang.

"Kalo udah dimatiin dipetesin, buang keluar pagar. Jangan dipungut lagi" suruh bapak tetangga kepada teman nya.

"Cok-"

"COK BUDEG MANEH"

"NAON SIA?"

"Kata bapak tadi patahin itu batang nya udah nya buang,"

"Dihh ogah, siapa lu ngatur-ngatur?"
Anak perempuan itu turun dari pagar yang ia duduki. Mengantungi rokok nya yang dimatikan tadi, lalu tergopoh-gopoh masuk ke rumah.

"Dik, DIK! Itu rokoknya buang!!"

monsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang