Catatan Empat

1 0 0
                                    

Aku cukup banyak dan mahir dalam hal mengutuk diri. Sekarang kita berganti topik. Tentang kenyamanan dalam kesepian.
Semenjak lahir manusia memang diciptakan mampu merasakan beragam emosional. Namun yang disebutkan dalam buku cerita dan diajarkan disekolah hanyalah inti dari sebuah emosi. Senang, sedih, marah, kecewa. Tapi mereka tak pernah menyebutkan tentang kesepian dan perasaan lain yang belum pernah terungkapkan.

Kesepian adalah akar dari kesedihan. Suatu perasaan hampa, tidak dimiliki siapa siapa. Dan terasingkan. Dan yang merasa kesepian itu tidak selalu menyerang orang yang benar benar tidak punya siapa siapa. Bisa jadi orang yang keluarga nya lengkap, bisa jadi dari tokoh besar masyarakat yang puluhan juta orang ingat nama dan kisahnya. Bisa jadi orang beruntung sekalipun. Emosi tidak memandang status dan nasib seseorang. Itu adalah hal murni dan valid dirasakan. Emosi itu sesuatu yang nyata.

Lalu tentang merasa tidak nyata. Merasa kau itu tidak hidup dalam kehidupan. Atau merasa badan dan motorik tidak bersatu dengan lingkungan. Rasanya seperti hidup didalam toples. Hidup didalam kepala. Hanya menonton apa yang badanmu lakukan diluar sana. Tidak semua orang merasakan hal itu tapi perasaan janggan semacam itu jelas nyata dan ada. Dalam bahasa psikologi mereka menyebutkan orang orang yang mengidap hal tersebut disebut drealization disorder.

Atau perasaan tak hidup lain nya karena siklus sehari hari kerap terus berulang. Hidup berasa monoton dan kau sendiri tidak menemukan sesuatu menyenangkan didalam nya bukan karena tidak bersyukur. Tapi karena kau terjebak kedalam rutinitas monoton. Tak ada yang baru, tak ada yang menarik. Adalah suatu akar dari perasaan kesepian dan kecewa. Perlahanmengakar dalam kepala. Menyeretmu dalam pikiran bunuh diri. Perlahan membuatmu marah, lalu sedih, sehingga datang kemungkinan lain. Dan hal itu sungguhan. 

Emosi adalah sesuatu yang nyata. Tapi disini aku bukan seorang dokter ataupun ahli psikilogis yang menjelaskan ilmu tentang emosi manusia. Aku menceritakan kisahku dimana aku merasakan suatu kesedihan membuat hal itu sendiri menjadi suatu kenyamanan.

Sebulan setelah tinggal diluar negeri, sempat berpikir aku ini depresi. Tapi tidak. Itu bukan depresi yang sesungguhnya. Sebulan dua bulan, tiga bulan, empat bulan. Aku mendapati diriku terjerumus dalam episode depresi dalam hidup. Ketika semua ingatan diputar balik seolah menjadi ingatan paling busuk sedunia. Ketika pikiran ku memutar mimpi indah menjadi sesuatu paling buruk. Ketika ingin bergerak tapi sangat takut mengambil resiko. Alhasil dirimu hanya bisa terbaring di atas ranjang dengan sekujur tubuh yang dipaku. Mereka melihatmu malas dan tidak tahu diri. Tidur seharian, menangis seharian. Meteka melihat mu belum seberapa dan menganggap kamu hanyalan anak emosional nan cengeng yang tidak tahu apa arti depresi sebenarnya. Tidak ada yang mempercayai dirimu meskipun embel embel dalam mulut mereka, "jangan dipendam, nanti malah rusak kamunya"

Jelas hal itu suatu kebohongan. Satu pelajaran hidup. Jangan mempercayai  siapapun. Sekalipun ada seseorang yang berpesan, "jangan percaya sama siapa siapa selain aku," BOHONG. Mereka jelas berbohong. Mereka manipulatif. Bahkan mereka sendiri tidak tahu betapa manipulatif  dirinya bagi orang lain.

Karena itu ketika aku sendiri menasehati teman, aku berpesan, "jangan kau percaya siapa siapa termasuk aku,"

"Ya kan kita butuh safe place, artinya sama saja kamu gak bisa bantu dong bla bla-"

Aku sendiri saja tidak tahu siapa aku. Aku tidak tahu apakah aku manipulatif bagi orang lain dan bagi diri sendiri. Aku sendiri tidak tahu aku ini jahat atau baik.

Aku tidak berniat membantu orang, aku hanya menyampaikan apa isi kepalaku berdasarkan pengalaman dan apa yang pernah kudengar. 'Jangan percaya dengan siapapun. Satu satunya yang bisa kau andalkan adalah diri sendiri. Bukan orang'.

Episode depresif terbesar yang kurasakan. Awal nya kukira begitu. Rupanya itu hanyalah permulaan dari semuanya.

hari dimana dua minggu berturut turut tidak turun dari ranjang. Mempertanyakan eksistensi diri sendiri, lalu tidur ketika sudah lelah. Sesekali masturbasi. Ingin merasa tenang ketika keadaan kepala kacau. Tidak punya pelarian. Satu satunya jalan adalah masturbasi. Dipaksakan, walaupun saat itu kau sendiri sedang tidak dalam keinginan dan hasrat tersebut. Sampai dirimu sendiri gila dimakan nafsu. Perkosa diri sendiri. Sampai pikiran kacau lepas dari kepalamu itu. Sampai isi otak mu dibanjiri oleh kelebihan dopamin yang membuatmu gila berteriak. Mengikuti ritme tubuh, mendesah desah kencang seperti orang kehilangan moral. 'Menggila'.

Semenjak hari itu, aku menjadi orang yang berbeda.  Satu bulan berlalu hidup tetap sama, dua bulan, tiga bulan, empatbulan tak ada yang kulakukan. Hingga pindah asrama, didatangkan orang orang baru, aku tetaplah aku yang tak berkompetisi dalam hidup. Kini sudah bosan dengan tindak masturbasi. Aku sudah terlepas dari kecanduan. Kini perasaan kacau dikepala sudah membendungi tidak tertahan. Tak punya pelarian.
Menyerah.
Putus asa.
Menyalahkan diri sendiri.
Merasa tidak layak dilahirkan.
Ingin mati tapi masih percaya dengan tuhan. Takut dosa belum dihapuskan depresi diakhirat berlanjut.
Sempat mempertanyakan eksistensi tuhan.
Kembali sadar bahwa tuhan itu ada.
Putus asa dengan tuhan.
Berprasangka buruk dengan tuhan.
Akhirnya menyerah.
Sadar bahwa yang salah bukan tuhan, tapi diri sendiri.
Butuh pelarian. Karna diri sendiri tak punya usaha.
Mencoba mencari kenyamanan.
Merokok.
Merasa bersalah menyalah gunakan uang hidup yang dititipkan orang tua.
Lepas dari rokok.
Menyayat diri sendiri.
Dan siklus itu terus terjadi berulang ulang hingga di titik terakhir kau sadar kau harus menyalahkan dirimu sendiri. Walaupun tahu bahwa asumsi diri mu tidak benar. Kamu itu punya potensi dan tak sebodoh yang kamu kira. Tapi kamu tak berusaha.

Disitu aku sadar bahwa aku menemukan kenyamanan dalam kesedihan. Kenyamanan dalam kesepian, dan kenyamanan dalam episode hidup yang depresif. Itu sebab nya kenapa aku tidak mau menjadi orang yang lebih baik.

Aneh bukan? Aneh, padahal rasa sedih dan kesepian itu hampir membunuhku tiap malam. Menjerit jerit merasa ada yang sakit dalam dada. Mencakar dan membenturkan kepala sendiri ingin monster itu keluar dari takdir mu. Tapi kenapa ketika aku merasa hidup lebih baik, segala hal tentang monster itu telah sirna. Tapi aku malah merasa kosong. Justru kekosongan dan kesedihan sebelumnya mengisi ku menemaniku. Dan kembali lagi ke episode hidup yang depresif. Seperti hal nya yang diceritakan dazai. Dalam kesunyian itu aku mendapat suatu kenikmatan.

Kenikmatan yang lain. Ketika monster itu menekan isi kepala dan kamu berusaha memusnahkan nya dengan berbagai tindakan seperti merokok, menyayat diri, dan pemicu hormon lain nya, justru proses nya yang merangkai kenikmatan tersebut. Kesedihan itu nikmat. Aku benar benar merasa nyaman didalam nya. Bahkan ketika aku merasa tak punya siapa siapa untuk diajak cerita, dan ketika aku sama sekali tidak bisa tersenyum di depan banyak orang. Bukan menjadi diriku sendiri, aku merasakan suatu kenyamanan didalam nya. Sakit, amat sakit tapi nyaman.

Sampai sekarang aku sendiri bertanya tanya, apakah aku ini jelas sakit? Atau diriku sendiri yang menciptakan monster itu?
Tidak ada yang tahu. Toh aku juga tidak percaya dengan asumsi orang orang. Juga diri sendiri.
Bingung.
Lagi lagi tersesat.

monsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang