THE FIREFLIES

5K 468 137
                                    

Genre: Angst, Romance, Mystery, Fantasy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Genre: Angst, Romance, Mystery, Fantasy.
©reyessblue, Des 2022.

.
.
.

Hujan deras turun disertai guntur yang marah. Gadis kecil berusia 10 tahun terbaring meringkuk di ranjangnya. Mulutnya terkatup menahan isakan, air matanya jatuh tak tertahankan. Menutup mata dan telinga saat mendengar suara rintisan seorang wanita yang membangunkan Jennie dari mimpi buruknya yang menakutkan. Ia menjadi saksi bisu lagi atas pertengkaran kedua orang tuanya yang begitu besar.

Air matanya luruh bagaikan hujan. Suhu tubuhnya menurun, seluruh raganya gemetar, jantungnya berdegup kencang saat ia mendengarkan suara hantaman yang keras bersama kata-kata kasar yang terlontar dari mulut seorang lelaki, ayahnya.

Jennie tidak ingin membayangkan keributan itu, ia juga tak mau membayangkan kondisi ibunya yang sudah pasti babak belur lagi, ia hanya bisa berharap semuanya selesai dengan perasaan takut yang mengikat. Ketakutan itu pula semakin bertambah ketat ketika petir menyambar seperti ia baru saja menghanguskan batu di seberang jalan. Terdengar begitu besar dan dekat, membuat Jennie spontan tersentak.

"1.. 2.. Kelinci yang lucu..." Jennie bernyanyi pelan, berusaha mengurangi rasa takutnya, "3.. 4.. Bermain di taman..." Air matanya mengalir semakin deras ketika ia sudah tak lagi mendengarkan suara pertengkaran itu, suasana rumahnya mendadak  hening. "5.. 6.. Ayo bermain bersamaku..." Jennie berhenti dan membiarkan dirinya terisak-isak.

"Mommy.... Hiks-hiks.."

Sementara itu pertengkaran di ruang tengah berakhir tragis. Serpihan kaca berhamburan di atas lantai, sebuah ponsel retak terhampar di dekat tubuh seorang wanita yang sudah terkapar dalam kondisi tak berdaya. Darah segar mengalir dari kepalanya.

Wanita itu tetap berusaha menggerakkan jari-jarinya, menatap pintu yang dipenuhi gambar peri di ujung lorong. Air matanya mengalir dengan sunyi, bertahan sekuat mungkin dari kesakitan yang ia rasakan. Memikirkan Jennie yang mungkin saja mendengarkan semuanya dengan jelas, ia berharap Jennie tidak meninggalkan ruangannya dan melihat semua yang terjadi di ruang tengah. Wanita itu tak punya tenaga untuk bangkit bahkan untuk mengangkat bibirnya yang kelu, sehingga ia tidak bisa memastikan bahwa Jennie tidak berusaha mengintip dari lubang pintu. Ibu Jennie berusaha menggerakkan kepalanya yang begitu berat, menatap langit-langit ruangan yang perlahan-lahan mulai menggelap. Saat matanya hampir menutup, ia mendengarkan suara deritan pintu yang nyaring sebelum akhirnya hilang dalam sekejap.

20 menit kemudian, satu buah mobil polisi dan ambulan bertengger di bahu jalan, tepat di depan kediaman Mr Dustin dengan nomor rumah 16. Seorang wanita yang tinggal di rumah nomor 17 itulah yang melakukan panggilan darurat beberapa menit yang lalu, ketika ia mendengarkan suara keributan dari dalam rumah Mr Dustin. Polisi saat ini sedang menginterogasinya di ambang pintu untuk meminta keterangan singkat.

Di sisi lain, gadis kecil tergesa-gesa menyingkap tirai jendelanya, menatap ke seberang jalan, dan melihat dua petugas medis sedang membawa tubuh seorang wanita dalam kondisi terluka parah di atas tandu. Ia tidak tahu apakah wanita itu hanya terluka atau itu hanyalah jasad, gadis berambut pirang lurus ini menggunakan teropong mainannya untuk melihat lebih dekat, namun ia tetap tak bisa memastikannya.

ONE SHOT COLLECTION [JENLISA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang