Jatuh cinta karena sebuah momen?
Aku menghela nafas berat, merasa letih di hari selasa yang padat kegiatan. Menghempaskan tubuh pada sebuah persegi empuk dan menatap langit-langit kamar dengan mata yang sayu.
Aku bangkit dan berlari keluar, merasakan udara yang amat segar, dedaunan kering berjatuhan, angin seakan bersenandung ria dan membuat hatiku sejuk. Aku berlari dengan bahagia disepanjang jalan, melihat sebuah danau yang indah dengan pepohonan yang hijau. Tidak tahan dengan keindahannya, aku sangat ingin mengabadikan momen ini. Ah aku lupa, aku tidak membawa sebuah benda elektronik itu.
Sebuah suara memecahkan lamunanku. Aku menuju arah suara dan melihat dua orang laki-laki sedang berbincang. Dia adalah wakil ketua 1 di organisasi osis dan hebatnya lagi dia adalah adik kelasku.
Dengan raut bahagia seperti telah menemukan harta karun aku pun bersemangat dengan mengatakan, "Hey aku ingin meminjam ponselmu, ponselku tertinggal dirumah, bolehkah?"
Tak kusangka ia memberikannya dengan sukarela lalu tersenyum kepadaku. Wakil ketua osis ini sangat baik rupanya. Aku mengucapkan terimakasih lalu pergi untuk memotret keindahan didepan mataku.
Semakin aku melangkah, semakin aku melihat pemandangan yang sangat indah seakan tak nyata. Aku terus memotret pemandangan itu dengan ponsel yang aku pinjam. Semangat terus membara ketika aku melihat sebuah danau dan pantai itu berdampingan, aku benar-benar merasa ini tidak nyata.
Sudah lama aku berjalan, tiba-tiba seseorang berhenti didepanku dengan motornya. Aku termangu sejenak. Dia adalah pemilik ponsel ini, pikiranku berkata mungkin saja dia ingin ponselnya kembali.
"Naik, aku akan membawamu mengelilingi keindahan dan nuansa disini."
Kupikir ia akan mengambil ponselnya. Tetapi lelaki ini justru mengajakku keliling, sangat mengejutkan. Entah kenapa aku sangat gembira dan segera menaiki motornya.
Saat keliling aku sempat berkata bahwa tempat ini seperti sebuah kota yang pernah aku datangi, tetapi ia berkata bahwa kota ini berbeda dengan kota yang ku sebut. Aku hanya mengangguk paham.
Sebuah jalan tanjakan membuatku tak sengaja memeluknya setengah. Aku terkejut saat sebuah kalimat melintas di otakku, yang dimana kalimat itu mengatakan bahwa lelaki yang kupeluk sudah memiliki pasangan. Seketika pelukanku terlepas. Tetapi lelaki ini segera menarik tanganku untuk memeluknya lagi, aku terkejut.
Keterkejutanku kembali lagi saat ia memegang pergelangan tanganku dan hendak melepaskan pelukan tanganku darinya. Padahal dia sendiri yang mengarahkan tanganku untuk memeluknya. Aku merasa dia seakan ragu melakukannya. Aku merasa dia ingin aku memeluknya tetapi ada hambatan lain yang membuatnya tidak bisa melakukannya denganku. Aku bisa merasakan raut wajahnya bingung, ragu, dan takut.
Tiba-tiba sebuah suara keluar dari mulutku tanpa permisi, "Kamu sudah punya pacar." Ucapku sambil beralih memandang kearah lain.
"Itu sudah berakhir belum lama ini." Jawabnya santai.
Aku hanya mengangguk. Aku ingat dia memiliki pacar, apalagi pacarnya satu organisasi dengannya.
"Kamu sudah punya pacar."
Tidak. Itu bukan dariku lagi, itu kalimatnya, sangat intens. Bahkan seakan menjiplak kalimatku tadi.
Seketika aku mengangguk paham dan tersenyum. Sekarang aku tahu, dia ragu tentang bolehkah aku memeluknya walaupun aku sudah punya. Anehnya aku tidak peduli akan hal itu dan tetap memeluknya. Aku seakan amnesia mendadak. Aku seperti merasa aku sedang sendiri dan membutuhkan manusia sepertinya.
Kami berbicara dengan perasaan yang aneh. Obrolan sepanjang jalan mengelilingi wisata indah membuat kami lupa akan hal-hal yang penting, termasuk pacarku. Obrolan kami sangat seru, aku sangat nyaman dengannya, dia sangat dewasa walaupun aku tahu dia adik kelasku, dia membuatku nyaman hanya dengan obrolan hari ini.
Alarm berdenting sangat kuat, membuatku terkejut setengah mati. Menerka-nerka apa yang sedang terjadi. Mengernyit bingung kenapa latar danau dan pantai tiba-tiba berubah menjadi langit-langit bernuansa putih.
Tadi itu hanya mimpi?
Aku menghela nafas dan segera membasuh diri pergi ke sekolah.
Kegiatan di sekolah selesai dan aku menuju ruangan osis bersama temanku untuk sebuah kepentingan. Aku bertemu dengan teman-teman lainnya.
Sosok lelaki yang sedang duduk mengotak atik ponselnya membuat mataku tertuju padanya. Aku memandangnya dengan lekat.
Dia?
Aku menggelengkan kepalaku pelan, ini seperti dejavu. Ponsel, dia, aku. Ah tidak, kami bahkan tidak sedekat itu. Aku hanya melihat warna abu-abu dikepalaku.
Jujur saja, kami memang satu organisasi. Tetapi, kami hanya akan mengobrol hal yang penting saja sebagai formalitas. Bukankah suatu hal yang aneh jika aku memimpikannya?
Aku mengamati ponselnya, merasa ingin tahu apa yang dilakukannya dengan benda itu.
Mataku fokus pada latar ponselnya.
Foto perempuan?
Perasaan asing menyerangku.
Bukankah mereka sudah berakhir?
Aku berfikir keras dan tersadar bahwa,
Itu mimpi?
Dalam sekejap, kekecewaan mewarnai hatiku.
