2

1 0 0
                                    

​Ratih, seorang akhwat muda berusia 23 tahun, dengan langkah gontai menembus kerumunan para pendemo yang masih terus mondar-mandir kesana kemari dengan ramai. Sejak tadi malam, kondisi badan Ratih memang sedang kurang fit, namun demi perjuangan menentang penyerangan Israel ke Palestina, ia pun memaksakan diri untuk mengikuti aksi siang ini. Berbeda dengan hari kemarin yang terus menerus dirundung hujan, Kota Jakarta hari ini benar-benar terbasuh dengan terik mentari yang begitu dahsyat. Akibat perubahan cuaca yang begitu ekstrim ini, dapat dipastikan kondisi tubuh Ratih kian bertambah parah. Untuk mengistirahatkan diri, ia pun terduduk sejenak di pinggiran trotoar di sekitar daerah Monas itu. Tas punggung yang hanya berisi barang seadanya itu, ia sampirkan di sampingnya.


Ratih Wulandari
Ratih Wulandari adalah seorang mahasiswi tingkat akhir Universitas Indonesia Jurusan Ilmu Komunikasi. Bila tak ada kendala berarti, beberapa bulan lagi ia akan mulai mengerjakan skripsinya yang berbicara tentang kemiskinan rakyat ibukota. Ia adalah anak tunggal dari 3 bersaudara. Ayah dan ibunya adalah seorang yang taat beragama, tak heran Ratih dan adik-adiknya sejak kecil telah diberi bekal yang cukup soal agama. Hari ini ia memakai setelan jubah berwarna abu-abu dan rok hitam yang memanjang hingga ke mata kakinya yang terbungkus kaus kaki berwarna krem yang agak transparan. Tak ketinggalan sebuah jilbab putih yang lebar melingkari lehernya yang mungil. Wajahnya bulat, kulitnya kuning langsat, bola matanya hitam tajam. Tampak begitu manis walaupun dengan mimik yang lesu seperti itu. Hidungnya yang sedikit mancung nampak begitu mempesona. Sesaat ia mengeluarkan lidahnya dan menjilati bibir bawahnya, ia tampak kehausan.

Tanpa ia sadari, seorang lelaki bertubuh gempal telah mengawasinya sejak awal aksi tadi. Lenggak-lenggok tubuh Ratih di balik balutan busana muslimahnya telah mampu membuat darah muda lelaki berusia 50 tahunan itu menggelegak. Pak Usman namanya. Ia bukanlah seorang anggota PKS seperti Ratih dan kawan-kawan peserta demo lainnya. Ia hanya seorang pengangguran yang sering ikut-ikutan demo seperti itu hanya untuk mendapatkan segelas aqua dan sepaket nasi bungkus. Namun kali ini, kemolekan body akhwat Partai Keadilan Sejahtera yang memang aduhai ini, ditambah dengan wajahnya yang mempesona, membuat rasa haus dan lapar Pak Usman hilang seketika. Berkali-kali ia meneguk liurnya sendiri memandang Ratih dari belakang. Perlahan ia mendekati Ratih dan menyapanya, „Kenapa Neng, tampangnya pucat begitu? Mau diambilkan air?“
„Eemmm, tak usah Pak. Nanti biar saya cari minum sendiri“ jawab Ratih sekenanya.
“Nggak apa-apa Neng, sebentar ya” Secepat kilat Pak Usman si pria tua itu telah kembali dari tempat pembagian air minum. Ia membawa dua botol Aqua sekaligus, satu untuk dirinya dan satu untuk Ratih, yang telah menggoda imannya.
“Terima kasih banyak ya pak” Tanpa persetujuan Ratih terlebih dahulu, Pak Usman langsung duduk tepat di samping akhwat cantik tersebut. Ratih pun menjadi sedikit risih dibuatnya. Ia sedikit menggeser pantatnya ke arah berlawanan. Karena merasa tidak enak sudah diambilkan minum, ia pun membiarkan lelaki yang bukan mahromnya itu duduk bersebelahan dengannya walaupun tetap dengan menjaga jarak. Karena ia telah demikian haus, ia pun menenggak air minum itu hingga setengah botol. Entah mengapa mendadak kepala Ratih menjadi pusing. Matanya berkunang-kunang, pandangannya kabur dan tenaganya melemah.
Terdengar cekikikan dari mulut Pak Usman. Ternyata tua bangka itu telah mencampurkan sesuatu di minuman Ratih sebelum ia menyantapnya. Dengan santainya ia mengalungkan tangannya ke leher Ratih dan menarik tubuh molek si akhwat muslimah yang alim itu ke dalam pelukannya. Orang-orang masih sibuk lalu-lalang meneriakkan kecaman terhadap Israel. Walaupun ada orang melihat Pak Usman yang memeluk Ratih, mereka hanya menyangka kalau mereka adalah sepasang suami istri, walaupun umur keduanya terpaut begitu jauh, namun hal itu memang dianggap biasa di kalangan aktivis. Apalagi wajah Ratih yang demikian lemah membuat para aktivis lain tak berani mengganggu pasangan itu.

Ratih merasa geli merasakan usapan-usapan tangan kasar Pak Usman di pipinya. Ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terasa lemah dan kaku. Ia merasa bingung akan apa yang terjadi padanya. Setelah minum air mineral tadi, kesadarannya terasa tertahan. Ia tidak bebas menggerakkan anggota badannya padahal ia masih dapat melihat dan merasakan segala sesuatu di sekelilingnya. Keringat semakin deras membasahi jilbabnya yang terbuat dari bahan satin. Hampir-hampir akhwat nan molek itu basah kuyup oleh keringatnya sendiri.
Melihat hewan buruannya telah begitu jinak di pelukannya, Pak Usman malah makin bernafsu. Kemaluan yang sudah bertahun-tahun tidak dipakai itu kini berontak dengan dahsyat dari balik celana panjangnya. Bau keringat Ratih yang semakin menyengat membuat gelegak birahi Pak Usman makin meletup-letup. Ia membayangkan dirinya menyetubuhi muslimah aktivis nan alim dan santun itu dengan liar hingga Ratih bergetar hebat dibuatnya. Ia dekap tubuh indah itu lebih erat dan diciuminya bau keringat Akhwat yang merangsang itu. Ditempelkannya hidungnya di pipi Ratih dan sesekali Pak Usman mengeluarkan lidahnya dan menjilati wajah Ratih. Ratih pun hanya bisa meringis dan menikmati perlakuan Pak Usman pada dirinya.
“Akkhhh …” terdengar sedikit lenguhan Ratih begitu pelan namun telah cukup membuat denyut nadi Pak Usman berdenyut-denyut. Akhwat yang kini makin basah bermandikan keringat itu, campuran dari keringat bekas demonstrasi dan keringat dingin akibat dijamah oleh Pak Usman, itu terlihat begitu gelisah. Tubuhnya yang basah menjadi makin menggiurkan bagi pria setengah baya yang tengah meraba-raba tubuhnya. Kegiatan mereka makin mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Pak Usman sedikit khawatir dengan hal itu, ia pun memikirkan jalan agar bisa menikmati tubuh Ratih dengan lebih leluasa.

Iseng Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang