Saat aku memasuki sekolah dasar dan bertemu dengan Rayyan. Keinginanku untuk memiliki keluarga yang utuh pun terpenuhi. Aku di adopsi oleh Mami dan Papi. Mulai saat itu juga aku selalu bersama Rayyan kemanapun dan dimanapun.
Tapi saat ini, setelah keinginanku terwujud. Aku dipertemukan dengan keluarga kandung ku, keluarga yang selama ini aku anggap sebagai om dan tante angkatku. Aku tidak ingin menjadi anak mereka, aku tidak mau. Aku hanya ingin Rayyan. Hanya Rayyan.
Tok tok tok
"Nana ini Mama Na. Buka pintunya sayang, kamu belum makan dari kemarin. Jangan kaya gini Na"
Suara Mama perlahan menghilang. Mungkin Mama sudah bosan membujukku sejak tadi siang. Sebenarnya aku tidak marah pada Mama, tapi mana mungkin aku bisa makan setelah kejadian kemarin. Bahkan belum sehari aku merasa bahagia karena Rayyan, kebahagiaan itu hilang seketika setelah semua pengakuan dari Mami. Cih, apa pantas dia ku sebut Mami? Bahkan dia bilang dia sempat ingin membunuhku kan?"Hhh" kuhela napas sejenak, lalu bangkit menuju meja rias. Wajahku terihat pucat, rambutku berantakan. Anggap saja aku seperti mayat hidup. Entahlah, aku bingung. Aku tidak tau bagaimana hubunganku dengan Rayyan untuk kedepannya.
Ah, Rayyan. Dia kakak ku, tapi kemarin dia menjadikanku sebagai kekasihnya. Akupun menyetujuinya karena aku memiliki perasaan yang sama. Bagaimana ini? Apakah Rayyan akan memberitahu Mami dan Papi?
"Aarghh, SIALAN!" Ku lemparkan semua barang dihadapanku hingga hancur berantakan. Ku ambil sebuah kotak jam tangan berwarna hitam, lalu ku lemparkan ke arah cermin yang ada dihadapanku.
"Nana! Nana! Buka pintunya Na. Kamu kenapa?"
Suara Papa sambil mengetuk pintu terdengar olehku tapi tidak aku hiraukan. Perlahan tubuhku meluruh, aku menjambak rambutku lalu memeluk kedua kakiku dan menangisi keadaan."Hiks, hiks"
Kurasakan seseorang memelukku dari belakang. Ku angkat wajahku perlahan dan melihat siapa yag memelukku.
Rayyan
Dia yang memelukku, aku tidak peduli bagaimana caranya dia masuk ke kamarku.
"Ray-" Rayyan menaruh telunjuknya di bibirku, tanda bahwa aku tidak boleh melanjutkan perkataanku. Rayyan memelukku lagi. Mengusap pelan punggungku lalu berucap"Ternyata selama ini kamu adik aku"
***
Rayyan berubah!
Rayyan menjauhiku
Rayyan tidak membicarakan hubungan kita dengan Mama dan Papa.
Rayyan juga tidak pernah membujukku setelah mengatakan bahwa aku adiknya.
Semenjak hari itu.
Hari dimana aku merasakan kehancuran.
Hari dimana hatiku terasa remuk dan sakit.
Ini semua salah Mami, dia penghancur kebahagian. Kalau saja dia tidak menculikku saat bayi, mungkin aku tidak akan merasakan sakit seperti ini. Sakit yang tidak berdarah namun mematikan.Bolehkah aku mati saat ini juga?
Aku menatap kosong kearah jendela. Tidak ada yang mengasikkan.
Aku menoleh ketika mendengar suara pintu kamarku terbuka.
Bodoh! aku lupa bahwa Papa pemegang kunci cadangan seluruh ruangan di rumah ini.
Papa menghampiriku, lalu mengelus pelan kepalaku.
Matanya sedikit berkaca-kaca namun bibirnya mengukir senyuman. Kemudian, perlahan tapi pasti Papa menangis lalu memelukku."Kamu tau Na, sejak kamu masuk ke rumah ini waktu Papa sama Mama udah ngerasa kalo kamu anak kita. Anggap aja Papa bodoh karena gak kepikiran buat tes DNA sama kamu. Tapi sekarang, Papa bener-bener bersyukur karena tau kamu anak Papa sama Mama" Papa melepaskan pelukannya dariku. Matanya memberikan tatapan hangat padaku.
"Papa tau kamu kecewa sama Mampi dan Papi" Iya Pa, aku benar-benar kecewa dengan perbuatan mereka.
"Tapi kamu jangan lupa Na, karena mereka juga kita hidup bersama selama ini. Meskipun kita gak saling tau kalo kita memang keluarga kandung" Aku menunduk lalu menangis dalam diam. Seandainya Papa tau bahwa aku sangat kecewa menjadi adiknya Rayyan.
"Na, Mama sedih banget sama sikap kamu yang sekarang. Kamu juga kurusan sekarang, kamu harus makan yah. Mau Papa ambilin atau kita makan dibawah?" Papa mengusap jejak air mata di pipiku, ia mengangkat wajahku agar bisa menghadap padanya.
"Nana makan disini aja Pa" Aku tidak sanggup menemui Rayyan, rasanya sakit saat tahu bahwa Rayyan berubah tanpa memberi penjelasan apapun padaku.
Ya Tuhan, bagaimana kehidupanku selanjutnya? Sampai hari ini hubunganku dan Rayyan masih menjadi sepasang kekasih, Rayyan tidak menemuiku untuk membicarakan status kami. Terakhir kali kami bertemu Rayyan hanya mengatakan bahwa aku adiknya. Hanya itu.
***
Aku berjalan menuju kelas ku sambil menunduk, semua sapaan dari mereka yang hanya mendekatiku karena Rayyan tidak aku hiraukan, hari ini, untuk pertama kalinya setelah sebelas tahun bersama, aku pergi ke sekolah tanpa di dampingi Rayyan. Papa bilang Rayyan berangkat duluan karena harus mempersiapkan tim nya untuk lomba. Aku tidak perduli, mulai hari ini. Rayyan resmi ku jadikan musuh.
Saat memasuki kelas, aku memilih duduk di dekat Intan, anak pendiam yang terkesan cupu itu mengangkat kepalanya menatapku sekilas lalu kembali menunduk melanjutkan kegiatannya membaca novel. Syukurlah, anak ini tidak banyak bicara.
Kelas mulai ramai, satu per satu siswa dan siswi memasuki memenuhi ruangan.
"NANAA, TUMBEN BANGET LO GA SEBANGKU SAMA RAYYAN" Teriakan dari Juna membuat semua orang dikelas memberiku tatapan penasaran, termasuk Rayyan, dia duduk sendiri hari ini. Sudah jelas karena aku tidak disampingnya. Rayyan menatapku dengan tatapan yang tidak bisa ku artikan.
"NANAA, NGAKU LO. DIAPAIN SAMA RAYYAN? BABANG JUNA SIAP BUAT JADI SELINGKUHAN NANA"
"BERISIK JUNA TOLOL, NANA SAMA RAYYAN PASTI LAGI KDRT, BOBY SIAP NIKAHIN NANA, iya kan Nana sayang?" Ucapan Juna dan Boby yang bersahutan memperebutkanku membuat tawa para siswa dikelas pecah seketika, aku hanya bisa tersenyum tipis menghargai hiburan dari mereka. Ku alihkan pandaganku pada Rayyan, astaga, dia masih menatapku dengan tatapan anehnya.
Menghela napas, aku mengambil buku Matematika lalu membaca materi yang sudah aku catat, baru membaca sedikit, guru matematika ku datang ke kelas lalu mengajar seperti biasa.
Empat jam mata pelajaran terlewat sudah, waktu menujukkan pukul sepuluh yang berarti saatnya beristirahat. Juna, Boby dan teman-teman yang lainnya mengajakku pergi ke kantin bersama tapi tidak aku hiraukan. Aku memandang ke jendela yang menampilkan lapangan basket.
"Nana, kita harus bicara" Aku mengangkat sebelah alisku, bukankah saat inj Rayyan sedang berbicara?
"Kamu lagi ngomong sekarang, kalo mau ngomong yang gak penting mending gausah deh. Aku sibuk" Ujarku sambil melangkah keluar kelas.
Huft, ini pertama kalinya aku mendiamkan Rayyan seperti ini. Sekarang aku bingung harus bagaimana. Langkahku berhenti di taman belakang sekolah, ada satu bangku yang entah disediakan oleh siapa. Aku duduk dibangku itu, menghela napas, lalu melamun. Memikirkan takdir yang begitu kejam padaku rasanya aku ingin hilang dari dunia ini.
Sejak lahir takdirku sudah buruk, terlahir dalam keadaan prematur tidak bisa dikatakan sebagai keberuntungan, belum lagi bukannya mendapat perawatan, aku malah dibuang entah kemana dan berakhir di panti asuhan, lalu sekarang, sebuah kenyataan pahit yang aku dapatkan.
Kekasihku adalah kakak kandungku
Aku tertawa meratapi itu, jika saja kisahku diangkat oleh produser film, mungkin aku bisa mendapatkan uang. Dari judulnya saja sudah bisa membuat orang lain menatap miris, apalagi filmnya.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush-ku Ternyata? [END]
Short StoryPada awalnya kami tidak saling mengenal. Perlahan tapi pasti, kami mulai berhubungan. Tapi semua itu salah. ◇─◇──◇─◇ . . . . . . . . . . Ini cuma draft yang udah lama ngebangke. Gaada lanjutan.