Kelopak mata itu terbuka secara perlahan.
Dia mengerjap, memperjelas visi penglihatan sebab kisi matahari pagi itu teramat silau mengenai mata. Dia tidak ingat jika kaca jendela di kamarnya menghadap ke timur, sebab pagi itu matahari begitu berkuasa hingga berhasil membangunkannya dari tidur lelap.
Saat ini mungkin sudah pukul delapan atau kurang setengahnya.
Entah kenapa, tubuhnya saat ini lelah sekali. Inginnya tetap melanjutkan tidur, tapi sepertinya hari ini dia bangun lebih siang. Sinar matahari itu adalah hal pertama yang Ia sadari ketika bangun, jelas lebih terang dari waktu biasa Ia memulai rutinitas harian.
Pemandangan kedua yang Ia temukan adalah dinding kamar yang tidak terlalu jauh dari ranjang. Ada gambar-gambar abstrak dan gafiti yang tak jelas bentuknya-- akan dapat dibaca jika dia memang niat untuk membacanya-- tapi sekarang ini, dia sedang tidak dalam mood untuk mempedulikan hal-hal remeh semacam coretan dinding.
Maklum, pikirannya kosong dan linglung sehabis bangun tidur.
Tapi ternyata, semua hal itu tetap memberinya rasa asing yang tidak bisa jika tidak dipikirkan.
Sejak kapan kamarnya jadi sekotor ini?
bahkan ketika dia sudah memikirkan hal asing itu, sebelah pipinya masih betah menempel pada bantal, benar-benar rasanya malas luar biasa.
Ketika kemudian kesadarannya telah terkumpul lebih banyak, luapan memori masuk membanjiri kepalanya. Matanya bergerak cepat, cerminan dari emosi yang mulai dominan; panik dan cemas.
Baru dia sadari, selimut yang membalut tubuhnya sekarang ini bukan miliknya. Dan ini jelas bukan kamarnya yang lenggang dan polos, karena memang dia tidak begitu suka menyimpan barang.
Yang membuat asumsinya tambah tak karuan; Dia telanjang. Lengannya yang bersih cerah terekspos dengan sempurna. Pun kulit pahanya yang hangat saling bersentuhan. Tak ada lapisan fabrik lainnya kecuali lilitan yang Ia yakini selimut atau cover bed.
Tak cukup membuat jantung berdegup kencang, dia juga merasakan berat dari timpahan sebuah lengan di pinggang, memeluk longgar hingga dia bisa merasakan kulit epidermis yang langsung bersentuhan tanpa perantara. Meninggalkan jejak panas yang justru membuat hatinya serasa diguyur air es.
Demi tuhan, dia habis melakukan apa?!
Wajahnya tegang mengekspresikan isi pikiran.
Segera saja dia berbalik, membuat wajahnya langsung bertubrukan dengan rahang tajam yang membuatnya terpaku.
Di belakangnya, benar-benar manusia.
Dada telanjang yang tidak menonjol. Warna kulit yang sedikit terpanggang matahari, tato sepanjang lengan atas hingga bahu, dan....... jakun.
Chenle tidak jelas melihat rupa nya, tapi orang ini memililki surai kelabu dengan potongan agak panjang yang berantakan.
Dia ingin sekali memekik frustasi.
Untuk bernapas normal pun, Ia jadi kesulitan. Apalagi setelah menyadari bencana apa yang menimpanya pagi itu.
Matanya memerah. Marah, sedih, bingung,
..... kecewa.
Bibirnya bergetar, sedikit melengkung ke bawah.
Dalam rencana masa depan yang Chenle susun dengan terpaksa, tak pernah sekalipun dia mengungkit akan tidur bersama dengan seseorang di usianya yang terhitung masih remaja. Terlebih, sangat tidak bisa percaya bahwa dia telah tertidur dengan seorang pria.
**
Haloow cerita ini buat pair Jaemin x Chenle, udah tertulis juga di deskripsi jadi aku yakin yang buka book ini udah paham fokus karakter nya. Anyway, thanks udah mau mampir! :)