Bagian 02

3 2 0
                                    

Sesuai dengan perkataan Winata kemarin, Aku kembali datang ke Bandara Husein Sastranegara. Bedanya, kali ini Aku tidak bersama dengan laki-laki itu. Sendirian, menunggu kedatangan Winata yang katanya tinggal beberapa jam lagi. Duduk dengan tenang di kursi tunggu sembari memperhatikan sekeliling, jaga-jaga jika Winata sudah datang.

Dengan memakai dres selutut berwarna putih tulang, Aku tampaknya sedikit menonjol. Sejujurnya Aku tidak terlalu suka warna putih, bagiku warna putih akan mudah terkena kotoran tidak enak rasanya jika dipandang. Akan tetapi karena Winata sendiri yang memintanya maka Aku terima dengan baik. Jarang-jarang Winata meminta sesuatu dariku.

Aku memperhatikan jam yang berada di pergelengan tangan kiriku, masih jam setengah dua siang. Masih ada waktu sekitaran satu jam dari perkiraan Winata akan tiba. Tidak apa-apa datang terlalu cepat, itu lebih baik daripada terlambat nanti.

Ngomong-ngomong, dua hari yang lalu adalah hari ulang tahunku. Dan hari itu juga bertempatan dengan hari jadi kami berdua yang keenam tahun. Jika bisa diibaratkan dengan umur seorang manusia, mungkin sekarang sudah duduk di bangku SD. Lama sekali ya.

Aku sendiri tidak akan menduga jika kami, Aku dan Winata, akan sampai sejauh ini. Mengingat awal hubungan kami berdua yang tidak terlalu jelas. Aku mengira hubungan kami hanya berlangsung beberapa minggu, tapi siapa sangka kami bahkan bisa lebih dari lima tahun.

Masih terasa segar dalam ingatanku, tentang kejadian di masa lalu. Semua ini dimulai pada siang hari yang terik, tidak biasanya Bandung sepanas siang itu. Membuat beberapa orang merasa dahaga, dan hal l itu juga yang menjadi alasanku datang ke kantin pada saat itu.

Dan hal yang tidak pernah Aku bayangkan, terjadi pada tempat itu.

Dengan harapan dahaga yang sedang melanda tenggorokanku segera sirna, Aku berjalan masuk ke dalam kantin. Baru dua langkah langkahku terhenti, begitu Aku melihat salah satu meja yang terhuni oleh beberapa teman satu kelasku. Padanganku jelas jatuh pada beberapa botol minuman yang terjejer di atas meja.

Melihat sedikit harapan disana, Aku membelokkan arah tujuan. Aku mendatangi meja yang Aku maksud tadi berharap mereka berbaik hati untuk membagi minuman mereka kepadaku yang tengah kehausan ini.

"Bagi minumannya dong?!"

Aku masih ingat, saat itu dengan tidak tahu dirinya Aku mengambil asal satu botol minuman yang berada di atas meja. Mengira minuman yang kini tengah Aku minum ini milik salah satu temanku.

Baru setelah menghabiskan hampir setengah botol, Aku baru menyadari ada yang berbeda dari cara mereka menatapku. "Nggak boleh?"

Aku menjadi manusia pertama yang mengeluarkan suara, manusia-manusia yang duduk berjejeran di depanku ini seolah-olah mendadak menjadi bisu.

"Yang kamu minum minuman punya Saya."

Jujur saja Aku sedikit terkejut, dugaanku salah. Minuman yang kini tinggal setengah ini bukan milik salah satu temanku. Parahnya lagi yang baru saja bersuara adalah cowok yang duduk tepat di depanku. Yang namanya saja tidak Aku ingat siapa.

"Oh maaf, Aku kira punya Nayla. Sebentar Aku ganti-,"

"Minuman yang barusan kamu minum itu buat gebetan saya."

Jadi ini alasan mereka menatap ke arahku dengan pandangan seperti tadi. Karena minuman yang baru saja ku minum ini milik calon pacar dari cowok di depanku ini. Jika di lihat-lihat, minuman ini memang bukan minuman yang dijual di kantin. Tapi Aku tahu, di depan sekolah ada yang menjual minuman seperti ini, jadi rasanya tidak masalah jika Aku menggantinya.

"Iya Aku gan-,"

"Ganti kamu saja."

"Maksudnya?"

"Kamu yang jadi gebetan saya, soalnya minumannya sudah kamu minum."

Terbang untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang