THE FIRST'S POV
"Shoo! Makasih."
"Sama-sama." Sho memberikan jempolnya pada Amu, Amu langsung pergi setelah itu. Kiki benar-benar sudah babak belur. Darah mengucur dihidung adikku itu. Sakit.
Air mataku sudah banjir dan sesak sudah menjalar daritadi. Menghentikan Sho bukan berarti aku membiarkan Kiki dan biasa saja dengan apa yang dia lakukan. Tapi Kiki, adikku. Kiki adalah adikku.
Samar-samar ku dengar suara Pak Eko dari belakang tapi ku abaikan. Tidak sampai disitu saja, Sho juga masih tak puas dengan hasil karyanya itu di wajah Kiki, lebih tepatnya belum puas untuk memberikan pelajaran pada sahabatnya itu.
"Wake up, soldier!!!"
"Be strong! Jangan biarin ego dan nafsu nguasain diri lu, lu lakik bukan?!"
Sho mengamuk lagi."Be a man! Grow up!"
"Stop being simp!"
BUAKKKK
"Sho udah!"
"Lu diem!" Telunjuk Sho tertodong depan wajah Toro membuat Toro bungkam.
"GUA TAU LU JUGA UDAH CAPEK DAN MUAK PENGEN HAJAR SI BODAT INI TAPI LU MASIH TERUS SABAR, NAHAN DIRI DAN TETEP PAKAI CARA BAIK-BAIK." ujar Sho.
"Jadi jangan kotorin tangan lu! Jaga tangan lu biar tetep bersih! Biar gua yang wakilin lu buat mukulin nih badut." sambung Sho sambil melirik kearah Kiki. Lagi-lagi pukulan dilayangkan oleh Sho.
"Dan buat lu!" Sho menunjuku.
"Udah diem dan duduk manis biar gua buat adikku lu sadar! Capek batin kan lu sama adik lu yang satu ini?!"
Aku mematung mendengar kata-kata Sho, memang. Tapi tetap saja! Kiki selalu mengingatkanku pada Ibu yang mirip persis dengannya. Sesakit-sakitnya hatiku saat tahu Kiki kecelakaan dengan Ibu, aku berusaha untuk tak menyalahkan Kiki atas kematian Ibu.
Aku nggak akan pernah ingin buat Kiki makin menderita karena bayang-bayang trauma itu. Aku nggak mau. Aku nggak mau Kiki kayak aku yang pernah melampiaskannya ke hal buruk lain yang pernah ku lakukan.
Sebuah pukulan terakhir yang cukup keras tepat di wajah Kiki membuat jantungku mencelos, Kiki langsung terkapar jatuh tak bergerak. Aku langsung jatuh duduk dan mendekap tubuh Kiki.
"Ki! Ki! Bangun Ki!"
Kiki sama sekali tak bergerak. Aku menenggelamkan wajahku di ceruk leher Kiki. Rasanya ingin menangis sekeras mungkin tapi tak bisa, semuanya tertahan. Aku sudah tak peduli almamater kebanggaanku itu sudah bercampur dengan darah Kiki.
Rasanya seperti kejadian lampau, walaupun aku tak berada di TKP aku bisa membayangkan bagaimana kecelakaan itu berlangsung.
Aku tak bisa memarahi Sho, dia punya hak untuk menyadarkan sahabatnya itu. Aku sama sekali tak bisa menyalahkan mereka. Toro yang hanya menonton sambil mencoba menyudahi hajaran Sho tadi, sudah menunjukan kalau sebenarnya mereka peduli sama Kiki.
"Nice! Ronde ke-dua! Siapa yang mau?! Serang dari mana aja gua siap!"
Tawa ku keluar sedikit, Sho menyebalkan. Dasar preman. Toro tiba-tiba disampingku dan meminta izin untuk membopong Kiki, aku menyerahkan Kiki pada Toro.

KAMU SEDANG MEMBACA
PROTECT [WEE!!! X READER] *UNDER REVISION BEFORE CONTINUING*
Fiksi PenggemarPeranku dipertaruhkan bagaimana aku bisa selalu menjaga kedamaian mereka. originally by © Amoeba Uwu © writerarl