Kucing Ajaib

12 1 0
                                    

Pada malam itu, hujan turun sangat deras. Kilat memberikan cahaya silau yang menyala pada langit yang berwarna merah darah. Angin sangat kencang, sangking kencangnya, daun-daun berguguran sepanjang jalan yang sepi dan lengang.

Seorang perempuan berjalan terseok-seok di tengah hujan yang deras. Dia tidak mengenakan alas kaki. Bajunya berwarna putih, penuh dengan noda lumpur dan tanah. Rok putihnya bernoda merah darah. Jika dilihat dengan seksama, dari balik rok itu mengalir darah segar. Sesekali dia mengelap air matanya yang sudah bercampur dengan air hujan, mungkin sedang menahan sakit.

Tangan kirinya menggenggam sebuah bungkusan kain yang bagian atasnya ditutupi daun pisang yang lebar. Sayup-sayup terdengar suara tangisan di dalamnya, tangisan bayi yang tidak bisa ku tebak. Tunggu, apa dia seorang perempuan yang baru saja melahirkan? Apa di keranjang itu ada seorang bayi? Aku mengikutinya, menyebrangi pepohonan yang daunnya berguguran.

Kini dia telah sampai di depan sebuah panti asuhan. Tidak salah lagi, pasti di keranjang itu bayinya. Dia membuka pintu gerbang panti asuhan itu dan kembali berjalan menuju gedung megah yang berisi anak-anak titipn dan buangan.

"Permisi..." Perempuan itu membunyikan lonceng, terdengar suara pekikan petir beserta kilat yang menyala.

"Hai! Kau mau buang anak ya!"

"T-t-tidak Pak, sungguh."

Aku terheran-heran, apa sebenarnya yang ingin dia lakukan? Apa tujuan perempuan itu ke panti asuhan ini kalau tidak ingin membuang anaknya?

"Lantas?!" Lelaki itu menghunuskan parang ke arah wajahnya.

Pintu terbuka, seorang perempuan muda berambut panjang, lurus dan hitam legam dengan mengenakan dres berwarna cream keluar dari balik pintu.

"Ada apa ini Pak? Kenapa kau hunuskan pedang padanya?"

"Dia pasti mau buang anak ke sini! Cuih! Orang tua biadab!"

"Pak, jangan main hakim dulu."

"Kasihanilah saya nyonya..." Perempuan itu bersujud kepada penjaga panti asuhan perempuan.

"Apa yang terjadi?"

Terdengar pekikan suara bayi dari dalam gendongan. Perempuan bersimbah darah itu menangis sejadi-jadinya. Wajahnya sudah pucat. Darah terus menetes dari balik rok putihnya.

"Nyonya... jagalah bayi ini baik-baik. Aku tidak mampu merawatnya karena keadaanku pun tidak memungkinkan. Aku hanya seorang pembantu yang diusir oleh tuan rumah nyonya, karena putra mereka telah menodaiku berkali-kali. Ku kira, setelah keluar dari rumah, hidupku akan lebih baik, tapi malam ini putra mereka berhasil menemuiku dan melakukan hal itu lagi dengan kasar hingga aku pendarahan."

"Astaga!"

"Sungguh Nyonya, anak ini kutemukan di bawah pohon tua, tidak terlalu jauh dari semak tempat aku dilecehkan. Tolonglah nyonya, anak ini lebih membutuhkan pertolongan dibandingkan aku."

"Pak, segera bantu bawa ke dalam."

"Nyonya janji ya pada saya, rawat anak ini."

"Iya, saya berjanji."

Perempuan bernoda itu kemudian meninggal dunia saat hendak dibawa ke dalam panti asuhan. Bayi itu bernasib baik, dia diberi nama Varsha.

Hai, perkenalkan, namaku Sirna. Aku adalah kucing hitam, putih oren, abu-abu nah pokoknya aku dapat berubah warna apa saja sesuai mood dan keinginanku. Aku adalah kucing kesayangan Varsha. Varsha suka memberiku makan, dan aku suka menemaninya saat tidur dan bermain sendirian. Sebenarnya Varsha memiliki seorang teman, tapi aku tetap ikut kemanapun mereka pergi dan bermain karena sejak malam itu, aku memilih menjadi penjaga Varsha dari kejauhan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Varsha dan SirnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang