Kesan pertamaku saat melihat bocah itu adalah : berantakan dan sulit diatur.
Awalnya aku mendengar kelakuannya dari guru-guru yang sibuk berkeluh-kesah di kantor guru. Aku menduga kalau bocah itu sama seperti yang lain, tidak separah yang dikeluhkan oleh guru-guru lain. Tapi aku salah besar.
Bocah ini adalah yang terburuk selama aku mengajar.
Dia terang-terangan mengobrol dengan teman di belakangnya saat aku sedang menjelaskan materi, seakan aku hanyalah roh gaib yang tidak terlihat dan patut diabaikan. Padahal tempat duduknya persis dua bangku dari depan.
Dan entah kemampuan mengingat atau mengubah angka, dia benar-benar buruk.
"10 kilometer sama dengan berapa hektometer, Nak?"
Dia terlihat berpikir sejenak, "Mungkin 20. Benar 'kan, guru?"
Aku mendengus kesal mendengar pernyataan itu. Rasanya seperti dihina. Anak didikku, bahkan konversi sederhana seperti itu tidak bisa.
"Benar 'kan? Kilometer dengan hektometer hanya turun satu tingkat, jadi 10 ditambah 10, hasilnya 20!"
Seisi kelas tertawa selain aku yang sekarang melipat kedua tangan di dada. Hari pertama aku mengajar angkatan tahun ini, dan inilah permulaan buruk yang kudapatkan.
"Lupakan saja, Nak! Lain kali aku harus mengajarimu materi dasar sekolah dasar." Tandasku sebelum ke mengakhiri kelas siang itu.
Aku menyantap makan siangku dengan segala perasaan. Lalu aku membuka buku catatanku dan menulis namanya dalam daftar "butuh bimbingan khusus". Dan namanya adalah satu-satunya yang tercatat di sana. Sebenarnya masih terlalu awal untukku mendaftar murid-murid yang butuh bimbingan khusus karena aku belum melihat keseluruhan nilai dan kompetensi yang mereka punya. Tapi dia sudah ketahuan sekali.
"Wajah Anda terlihat kesal, Pak?" Bu Hilda menyapaku, sekaligus menegurku secara tersirat karena raut wajahku saat ini tidak cocok diperlihatkan pada waktu makan siang.
Aku menutup catatanku dan menyunggingkan senyum tipis, "Hanya masalah kecil, Bu."
"Tidak ada masalah kecil yang bisa membuat Anda memasang wajah seperti itu. Pasti ada masalah dengan anak didik?"
"Seperti biasa, tebakan Anda akurat."
Bu Hilda terkekeh, "Sebenarnya masih terlalu dini untuk hal itu. Bagaimanapun kita harus membimbing mereka perlahan. Anda selalu menganggap serius suatu hal yang sepele, coba untuk menghilangkannya dan berbaur untuk mengenal anak-anak lebih dalam lagi."
Aku mengangguk setuju dan menerima nasihat Bu Hilda–yang juga beliau katakan beberapa bulan lalu.
Beberapa hari kemudian, aku melihat nilainya dan memutuskan untuk mencoret namanya dari daftar 'keramat'. Nilainya tidak buruk. Kurasa dia hanya bercanda tentang konversi tempo hari. Aku menghela napas lega karena ternyata nilai mereka tidak ada yang buruk. Ternyata memang aku saja yang terlalu berpikir buruk. Aku bisa mengakhiri kelas dengan tenang.
∆∆∆

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE FORMULA
Romance[Xavier x Yin] [Modern AU] Kesalahanku adalah jatuh cinta padamu. Sungguh... Aku adalah magnet yang seharusnya dapat menarik benda-benda di sekitarku. Sayangnya yang ada di hadapanku adalah benda diamagnetik.