[1]
Jarum jam menunjukkan pukul 06.40, sementara montir masih sibuk memperbaiki ban sepeda seorang siswa SMA yang mulai cemas akan nasibnya. Dia menjengukkan kepala ke luar bengkel, berusaha mencari angkutan umum atau semacamnya. Tapi nihil. Hanya deru mobil pribadi dan motor para pelajar yang membelah jalan raya kota Jogja.
Siswa itu menggembungkan pipi.
Kalau dia tidak bergegas ke sekolah dalam lima menit, pasti tidak akan ada cukup waktu untuk melangkah masuk ke gerbang. Pak satpam, sang empu gerbang sekolah, akan mengamankan para murid yang datang lebih dari jam 06.45.
"Anak Garda Dua?"
Julian, siswa itu menoleh. Mendengar suara bariton seorang laki-laki yang sama mengenakan seragam sekolahnya. Duduk di atas motor gede yang tampak sangar. Bajunya tidak dimasukkan dalam celana, tidak memakai dasi. Di lehernya melingkar airphone putih.
Laki-laki itu menepuk boncengannya, "Kebetulan kosong. Kalau masih lama urusannya, gue bisa anter lo ke sekolah."
Julian mengerjap. Memastikan kalau laki-laki yang ada di depannya itu fana. Lantas mengangguk patah-patah. "I-iya. G-gue anak Garda Dua. Kalo boleh ... numpang. So-soalnya ban sepeda gue bocor."
Laki-laki itu mengarahkan dagunya ke boncengan. "Buruan deh. Biasanya paling telat 10 menit. Kalo lebih dari itu Pak Dani gak bisa diajak kompromi lagi."
Seperti didekte, Julian segera naik ke boncengan. Menitipkan sepedanya pada bengkel. Laki-laki misterius itu mengangguk. Menancap gas, membelah jalan Jogja.
[2]
Julian tak berkutik di balik punggung laki-laki itu. Pikirannya sibuk berkelana, tentang segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi padanya; diculik, dibawa kabur ke tempat sepi, dijambret, dan yang lebih parah lagi ... mungkin ini menjadi hari terakhirnya.
Ah, ngaco. Julian menepis pelbagai pikiran negatif dari otaknya. Ia melirik lewat spion. Memperhatikan wajah laki-laki itu dengan teliti. Mata bulat hidung mancung. Kulitnya cokelat. Dan dari sini ia dapat mencium bau parfum musk yang terkesan 'cowok banget'.
Laki-laki itu memandang Julian dari spion. Mata bertemu mata. Julian gelagapan, segera mengalihkan pandangan. Laki-laki itu tersenyum samar.
"Gue sadar pesona kok." Ia tertawa geli. Membuat rona mengalir di pipi Julian, menahan malu mati-matian. Berusaha bertahan sampai mereka tiba di sekolah.
Suara motor gede yang dikendarai laki-laki itu tiba di depan gerbang SMA Garda Dua. Sesuai dugaannya gerbang sempurna tertutup. Tak ada yang bisa menjangkahnya, kecuali...
"Pak Dan!"
Pak Dani, satpam sekolah, menghampiri dua murid yang terlambat itu. Sorot matanya tajam, apalagi melihat Julian berada di boncengan.
"Telat pacaran?"
"Ahahaha, biasa Pak anak muda." Laki-laki itu melirik Julian lewat spion tanpa dosa seraya menggaruk tengkuknya. "Tadi beli makan dulu. Gue laper banget soalnya. Semalem ngerjain tugas penjas ampe jam satu."
Julian melotot. Sejak kapan laki-laki naif itu jadi pacarnya? Ih, dangdut banget.
Pak Dani mendengus, "Tugas penjas? Nonton bola maksudmu?"
[3]
"Hiya gitu deh. Biasa ... diajak nobar ama genk." Dia mengeluarkan sesuatu dari balik saku. Sebuah dompet bermerek yang terbuat dari kulit buaya. Mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari sana.
"Buat jajan angkringan deh, Pak." Pak Dani melotot, tapi tetap menerima uang itu dan segera menyembunyikannya di saku celana.
"Cepat, mumpung saya lagi baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally in Love [Kookmin]
Teen Fiction[kookmin local story] Jeon Jungkook as Joshua Eiji Rawikara Wisama Park Jimin as Julian Abyasa Pangaridwan "Tentang sebuah pertemuan, persahabatan, dan perjalanan asmara"