Bunyi telapak kaki beriringan dengan bunyi detak jarum jam Shanghai besar di dinding ber cat hijau lemon.
Kriekk....
Pintu terbuka, sesosok wanita muda menyelinap masuk dengan sangat pelan sambil menenteng hightheals putih di tangan kirinya. Dia tutup kembali pintu itu dan menguncinya sambil menahan nafas takut ketahuan oleh sang empunya rumah.
Namun, baru saja dia membalikkan tubuhnya seorang wanita dewasa berumur 36 Tahun sudah berdiri tak jauh di hadapannya sambil bersidekap dada. Gaun tidur itu sedikit tersingkap namun seperti nya Saudari kandung dari Mama nya itu tak peduli lagi.
Dia berdecak, merengut ketika melihat tantenya itu yang tengah menatapnya galak seolah ingin menelannya hidup-hidup.
" Ketahuan lagi kan! Kamu itu mau sampai kapan begini terus Ghendis? Kamu itu perempuan lho, sayang! Sejak lulus wisuda bukan nya cari kerja atau buat kesibukan sendiri ini malah pergi hura-hura sama temen-temen kamu ke diskotik. Aduh, Tante jadi stress mikirin kamu. "
Sedangkan Ghendis hanya merotasikan matanya akibat jengah dengan segala repetan tantenya itu. Dia tahu selama ini Tante nya itu yang telah membesarkan nya sampai menyekolahkan nya tinggi-tinggi tanpa ada peran kedua orang tua nya.
Tapi saat ini, Gendhis masih terjebak di era tahun 2000-an ini, yang sedang marak-maraknya dengan dunia malam. Masa-masaa ingin bebas tanpa ada larangan orang tua sedikit pun. Dia ingin bersenang-senang.
" Iyaa Tante ku sayang, udah ah aku capek nih baru pulang. Jangan marah-marah terus dong, aku kan bisa jaga diri. "
Mayang menghela nafas dengan pasrah. Bertolak pinggang menatapi keponakan satu-satunya itu. Mayang tahu jika selama ini anak gadis kakaknya itu selalu merasa sendirian hingga akhirnya pergaulan nya sedikit berantakan. Dengan cara bersenang-senang seperti anak muda jaman sekarang, kenakalan Gendhis bertambah berkali lipat hingga membuatnya stress sendiri.
Mayang ingin marah, namun dia tak mampu akibat rasa sayang nya pada Gendhis yang sudah dia anggap seperti Putri kandungnya sendiri. Gendhis yang tak pernah merasakan kasih sayang dari ayah dan ibu membuat Mayang mengerti bagaimana perasaan anak itu karena nasib mereka tak beda jauh.
Atau mungkin sebenarnya kehidupan Ghendis lebih menyakitkan darinya. Ibu Ghendis atau kakak nya itu, dulunya terjebak dengan dunia prostitusi hingga menghasilkan seorang anak yaitu Ghendis. Ayah yang tak tahu siapa dan juga membawa-bawa latar belakang keluarga yang buruk karena ibu yang dulunya bekerja sebagai wanita pelacur membuat Ghendis menjadi sesosok perempuan yang tak peduli dengan setiap perkataan orang lain.
Lalu, di umur ke 11 tahun Ghendis, Mayang jadikan sebagai anak angkatnya karena Lola-Kakak sekaligus ibu kandung Ghendis itu dinyatakan meninggal dunia. Tak ada lagi keluarga besar, hanya mereka berdua yang tersisa penerus keluarga besar mereka, bayangkan saja dari kakek dan nenek Ghendis sama-sama anak tunggal. Keluarga sepupu dari kakek dan nenek? Itu tak akan mungkin terjadi. Ghendis dan Mayang selalu bersama-sama setiap tahun merayakan hari besar dengan kompak walaupun kesepian itu akan selalu hadir, berlibur berdua, hingga apa pun itu selalu bersama-sama, layaknya sepasang kekasih.
" Kamu itu kalau nggak mau kerja Yaudah mending menikah aja, Tante itu stress lho mikirin kamu karena khawatir di apa-apain lelaki yang gak beres di luar sana. " Lalu Mayang memilih duduk di samping Ghendis lalu tiba-tiba saja anak gadisnya itu menaruh kepalanya di pahanua.
" Tante tenang aja, aku itu bisa jaga diri kok. Walaupun aku ke diskotik atau ke bar, aku mana pernah joget-joget mesum, palingan selama ini cuma duduk-duduk sambil minus es jeruk terus. " Mayang Mendengus namun tangannya menoyor kepala keponakan nya itu. Terasa sulit untuk dia percaya walaupun sepertinya Ghendis tengah berterus-terang.