"Nanti dipenghujung hari, kita bertemu lagi ya?"
Itu kalimatmu yang sangat kuingat, yang selalu menjadi mantra untuk aku menyelesaikan hari agar segera kembali ke rumah. Seakan doa yang diharapkan bisa terkabul, menjadi pengingat bahwa masih ada yang menginginkanku pulang dalam keadaan baik-baik saja. Jika kamu mengizinkan, bisakah kamu ucapkan kalimat itu lagi?
"Bagaimana hari ini? Ada cerita seru tidak? Kakak ngapain aja tadi?"
Tanpa memudarkan senyum paling indah yang kamu tampilkan, bersamaan dengan usapan dilengan tanganku yang menyadarkan bahwa aku sudah kembali ke tempat paling nyaman yang aku punya. Buku harian paling cantik yang kumiliki, mulai membuka lembaran barunya untuk kuisi. Suara itu, suara paling menenangkan yang selalu ada diwaktu kalut yang kulalui. Jika aku ingin melanjutkan ceritaku lagi, apakah kamu bersedia?
"Lihat tanganku yang kakak genggam, kenapa lebih kecil dari tangannya kakak? Aku seperti kurcaci kalau begini"
Selalu ada tawa setelah omelan yang kamu suarakan. Wajahmu yang menekuk bahkan terlihat lebih menggemaskan. Katakan aku aneh, akupun tidak akan mengelak karena itu memang benar. Tangan yang kamu keluhkan itu, tangan ajaib yang bisa melunturkan beban dipundak yang selalu bertambah. Tuhan, pantaskah aku memiliki dia yang lebih dari sempurna?
" Kakak pernah kepikiran kah kalau seandainya oksigen yang kita hirup ini bisa dihitung, berapa jumlah oksigen yang kita miliki dalam satu hari?"
Kamu dan pemikiranmu yang ajaib, pertanyaan tak biasa yang selalu muncul saat sesi santai tidak pernah bisa langsung terjawab. Memikirkan jawaban paling tepat pun rasanya masih kalah dengan jawaban random yang kamu punya. Anehnya, serandom apapun itu aku tetap tidak bisa membuatmu kalah.
"Aku selalu kepikiran kalau disaat kita bernapas, bisa nggak ya kita napasnya barengan? Jadi oksigen yang kita punya juga sama, sama kayak sayangnya aku ke kakak. Do you love me too?"
Tuhan, sekali lagi, masih pantaskah aku mendapatkan seseorang yang rasanya tidak pantas untukku? Bisakah seperti ini saja selamanya? Hidup tanpanya saja tidak pernah terpikirkan olehku. Aku sudah pernah kehilangan, masih bolehkah aku memohon sekali lagi? Tolong, seperti ini saja sampai kami menua bersama.
" Kak, kalau seandainya nanti aku yang bertemu adik duluan, nggak apa kan? Semalam adik datang ke mimpi terus ngajak aku main"
Aku masih ingat ucapanmu yang ini, tidak terpikirkan sekalipun maksud lain dari mimpi yang kamu ceritakan. Rindu yang sudah menumpuk mungkin menjadi penyebabnya, namun mengapa hanya kamu yang ditemui? Bukankah kita sama-sama merindukan cahaya itu?
"Kak, sampai disini aja ya? Adik udah berkali-kali datang ke mimpi, bahkan manggil-manggil aku sampai nangis, aku nggak tega"
Terakhir, dan setelah itu aku tidak bisa mendengar suara apapun. Panggilan dokter yang menyadarkanku saja seakan angin lalu, teman-teman yang datang mendampingi juga seperti tertutupi kabut gelap. Kamu tau sehilang apa harapan yang aku punya? Kamu putuskan untuk menemui cinta kita sendirian. Menenangkan kesayangan yang pernah hadir untuk melengkapi dan menambah kebahagiaan dalam cerita yang akan kita selesaikan sama-sama. Kamu memohon izin, namun sudah pergi dahulu sebelum aku memberikan jawaban. Sekarang aku harus bagaimana?
"Kak, kakak sebelumnya juga baik-baik aja tanpa aku. Masih tetap oke sampai ketemu aku aja kakak juga oke banget. Jangan kehilangan harapan cuma karna seandainya nanti aku yang pergi duluan. Aku udah tau bakalan bertahan sampai kapan, sementara kakak masih punya jalan panjang yang harus kakak lewati. Cepat atau lambat, aku pasti akan bertemu adik. Kakak jaga kami dari sini ya? Kami akan melihat kakak dari sana"
Aku melihat itu, melihat arah tanganmu yang menunjuk kelangit. Membayangkan wajah kalian tersenyum sambil mengangguk. Kamu sudah memenuhi janjimu, memberikan bahu dan lengan yang nyaman untuk aku mengakhiri hari yang tak karuan. Aku juga selalu berharap bisa menjadi tempatmu untuk mengeluh akan hal apapun yang kamu rasakan, tapi ternyata tidak bisa selamanya. Kamu sudah pergi dahulu dipenghujung hari, menyusul kaki kecil yang selalu bergerak itu. Aku masih belum terbiasa melihat diriku sendiri seperti ini,namun aku juga tidak bisa meminta kamu untuk kembali. Hari ini, satu tahun yang lalu, kamu sudah melakukan yang terbaik. Terima kasih, untuk penghujung hariku yang telah lalu, bersamamu. Izinkan aku untuk menemuimu dipenghujung hari selanjutnya, tanpa tatapan, tanpa suara, dan tanpa pelukan, melainkan hanya melalui doa dan harapan. Sampai disini, terima kasih.
note : ini muncul karena seharian dengerin lagunya mendiang Jonghyun yang End of a Day sambil baca terjemahannya, niatnya mau nangis tapi sampai sekarang nggak bisa nangis. kenapa ya?