Tak pernah kenyang akan kekuasaan.
Para tikus negara, dan para pemberontak mulai beraliansi.
Hingga semua masyarakat di negara Andania, mulai apatis pada pendidikan yang kian hari kian teracuhkan.
Kalian tahu? Seperti apa suasana Sekolah Menengah Atas di tahun 2100 sekarang?
Para guru memakan gaji buta, perut mereka buncit tampak terisi. Tapi adab dan otak mereka begitu jelas karatan serta berdebu dimakan kemunafikan.Sedih dirasa, kala fajar yang datang tak sesuai harapan.
Rintihan kesakitan para murid lemah.
Teriakan para orang tua yang satu persatu melihat jiwa anaknya rusak.Petinggi negara, yang melegalkan segala cara agar semua warga memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.
Menjajah, menjarah, menginvasi negara tetangga secara membabi-buta. Tak peduli berapa harga yang tercatat akibat warga negara lain yang cacat sebab ulah petinggi pemerintah negeriku.
Dan di sinilah...
Di rumah tua aku berdiri, rumah kakek-nenekku aku mempelajari setiap jejak masa lalu.
Karna kusadar, bahwa kini. Peristiwa itu terjadi lagi... "Perang dan krisis ekonomi"
_-_+_-_+_-_+_-_+_
_+_-_+_-_+_-_+_-_Kericuhan yang terjadi memaksaku untuk berpikir kritis, menekan akal meski menyayat batin, mencari cara alternatif untuk menghadapi setiap kejadian yang mengancam nyawa. Mengatur strategi tuk bebaskan diriku dari kenangan pahit dari ketakutan.
Dan aku tak takut, apapun taruhannya, bahkan jika harus melawan Militer Negara (MN) sekalipun, seperti yang dahulu sempat terjadi di zaman kakek-nenekku. Maka akan ku lawan! Hingga tetes darah penghabisan.
Asalkan diriku mampu menata ulang negara, hingga tak ada propaganda dan kapitalisme yang berjalan.
Hingga di tahun 2101 aku berhasil membuat satu organisasi yang bertujuan untuk melakukan revolusi, merubah sistem negara kapitalis menjadi negara demokratis.
Ku namai organisasi ini 'LIKE Ⓐ WATER' yang berarti 'SELAYAKNYA AIR'
Satu organisasi yang bergerak dalam sunyi, bertindak dalam sepi, berdikari dan menyerang tanpa basa-basi.
Tapi, pada awalnya. Organisasi ini, berperang melawan para kapitalis dari jalur hukum, mencari fakta serta mengkaji fatwa-fatwa hingga membuat para kapitalis jengkel.
Salah satunya adalah "Den Kaddere" dia melakukan kapitalisme di suatu pedesaan kecil, yaitu desa Joemandan, Feredis dan desa Leminan di ujung timur kota Bandang.
Den mempekerjakan Anak-anak dibawah umur sekitar sembilan sampai sepuluh tahun, dia terbukti melakukan pencabulan terhadap anak-anak malang itu. Tak pandang buluh, baik anak lelaki ataupun perempuan, dia tetap mencabulinya. Hingga dia terbukti melanggar undang-undang dasar tentang ketenagakerjaan dan melakukan tindak kriminal pedofilia.
Dibalik layar, terjadi adu mulut antara Den dan Hakim, Menyalahkan satu sama lain karena tidak ada timbal balik yang keuntungan untuk keduanya.
Den terus menerus menghasut Hakim, menjanjikan pembayaran diatas seratus juta jika berhasil membuat dirinya tidak bersalah.
Disisi lain, Hakim mulai khawatir karena jika terus-menerus bekerja sama dengan Den bisa dipastikan Den akan memiliki banyak peluang untuk menjatuhkan kembali harga dirinya sebagai Hakim.
Situasi mulai panas tatkala Den bersaksi bahwa pencabulan yang dilakukan oleh dia hanya sekedar menggelitik anak-anak itu saja, dan kesaksian itu ditertawakan oleh seratus orang yang hadir di persidangan.