Yukio berdecak, merasa enggan untuk keluar rumah siang-siang gini hanya untuk membeli gula dan kecap atas titah sang Mama. Ia merutuki dirinya yang rebahan tepat saat Mama melihatnya, alhasil dia disuruh keluar rumah buat beli dua benda itu, katanya biar nggak rebahan melulu.
Padahal sebenarnya, Yukio lagi istirahat setelah selesai mencuci dan menjemur cucian yang banyaknya bisa menandingi banyak dosa-dosanya. Yah, Yukio sabar, Yukio anak kuat, walau jauh di dalam hatinya ia sudah gatal ingin men-jancok-i nasibnya.
Gadis itu berbelok ke warung Pak RT, dia sengaja milih yang deket-deket. Sebetulnya, dia jarang beli ke sini sih. Selain karena lebih sering beli di supermarket, Yukio juga males kalo di sana ketemu anak bungsunya Pak RT yang songong abis itu.
Yukio berjalan mendekat, lalu mengernyit melihat warung nggak ada yang jaga.
"Tumbaaaas!"
Yukio berkata agak keras, dan tiba-tiba sebuah kepala ijo nongol dari bawah. Yukio hampir memukulnya keras karena kaget kalau saja yang punya kepala nggak segera mendongak.
"Gue di sini."
Ekspresi wajah Rin yang super datar itu terlihat, ternyata dia lagi rebahan di bawah meja etalase sambil main hape.
"Ih! Ngagetin aja lo."
Yukio melihat-lihat dagangan warung yang cukup lengkap. Agak heran juga sih padahal keluarga Pak RT ini termasuk berkecukupan, tapi masih buka warung. Pak RT-nya sendiri bekerja sebagai kontraktor, sedangkan istrinya punya usaha katering, dan kedua anaknya adalah atlet sepak bola yang lagi naik daun.
Rumahnya cukup besar, tapi yang lebih menarik adalah latar rumahnya yang lebih patut disebut lapangan saking luasnya. Sangat kontras dengan warung yang berada tepat di samping rumah, hanya terdiri dari sepetak bangunan kecil dan sederhana, khas warung pada umumnya.
"Kalo mau beli, ambil sendiri."
Rin bersikap acuh tak acuh, sambil terus menonton film di hapenya. Karena volumenya kenceng, Yukio jadi tau kalo Rin ternyata lagi nonton film horor. Pantes, kelakuannya kayak setan.
"Lo niat jualan gak sih? Pembeli tuh raja! Masa raja diperlakuin kayak gitu?" Yukio protes, tapi nampaknya yang diprotes tak menunjukkan tanda-tanda peduli.
"Raja gak beli di warung." balasan Rin yang terdengar bangsat tapi ada benernya membuat Yukio ingin mencabut bulu matanya yang lentik itu.
Memilih tak membalas lagi, Yukio mengambil sebungkus gula dan satu botol kecap. Tanpa sengaja matanya melirik pada freezer es krim. Jadi pengen beli, tapi takut duitnya gak cukup. Kalo ngutang dulu, Yukio males banget, penjualnya aja modelan Rin gini.
Akhirnya Yukio hanya mengambil barang sesuai yang diminta mamanya aja, kemudian menaruh di atas meja etalase yang kosong.
"Ini semuanya berapa?"
Rin yang lagi fokus-fokusnya nonton karena hantunya mulai muncul, hanya melirik sedikit.
"Kan ada harganya di situ, mata lo minus ya?"
Yukio mengerutkan dahi, membolak-balikkan bungkus gula dan kecapnya. Dan ya.... memang ada stiker kecil bertuliskan harganya.
Tapi bentar deh, ini Yukio disuruh ngitung totalnya sendiri, gitu?
'DIH ANJINGGGGG! GAK BAKAL GUE BELI DI SINI LAGI!' inner Yukio meraung marah bak macan lagi rebutan mangsa sama singa, sangat berbalik dengan di luarnya, dimana ia hanya menghela napas lelah.
"Nih, semuanya 21 rebu."
Tapi rasa kesalnya tentu tidak hilang, makanya Yukio membayar dengan cara melempar uang senilai 25 ribu tepat di muka Rin. Yang dilempari agak terkejut, fokusnya jadi teralihkan sepenuhnya pada si pelaku yang menatapnya sinis. Ia mendecak sebal, kegiatan menontonnya harus terinterupsi padahal filmnya lagi di bagian seru-serunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
blue unlock [on hold]
Fanfiction⚠️ local! au, oneshot with oc, very ooc, harshwords, contains 99% stupidity, 1% very stupid © Muneyuki Kaneshiro and Yusuke Nomura