00. Are You Gonna Stay The Night?

37.5K 1.3K 68
                                    

[⚠️]

Are you gonna stay the night?

Doesn't mean we're bound for life

2012.

Entah sudah berapa kali aku muntah dan mengotori kemeja cowok ini dengan bekas lipstikku.

Tetap saja, cowok itu memegangi ketiakku sementara aku berpegangan pada bahu lebarnya. Sebagian rambutku berada di dalam genggaman tangan cowok itu. Hebat juga dia masih memikirkan rambutku di saat kemejanya sendiri sudah kotor oleh muntahan. Dirapikannya anak-anak rambut yang menempel di pipiku, lalu cowok itu berdecak pelan dan menarikku agar merapat padanya.

"Sini," cowok itu berbisik. "Kita bersihin kemejaku."

Sempoyongan, aku mengangguk, lalu menyandarkan kepalaku di dalam dekapan cowok itu. Sepenuhnya memercayakan hidup dan matiku di tangan cowok asing yang menjadi sasaran muntahanku malam ini.

Cowok itu membungkus sebagian wajahku dengan telapak tangannya, seperti berusaha melindungiku dari sesuatu. Belum cukup mencurigakan, cowok itu berhenti sebentar, mencopot sesuatu dari pergelangan tangannya, lalu terdengar bunyi berdentang saat sebuah pintu terbuka, menyingkap akses sempit yang mengarah ke atas; aku skeptis aku dan cowok ini muat.

"Let's go," gumam cowok itu, lalu menepuk bagian bawah punggungku.

Jauh dari keramaian, kami tiba di sebuah lorong panjang dengan langit-langit tinggi. Lamat-lamat, terdengar dentuman bass drum dari lantai dansa di bawah. Pesta masih berlanjut. Aku menjual jiwaku pada iblis.

Kepalaku berputar-putar, tapi secara tidak terduga cowok itu kembali menyelamatkanku.

Refleksnya bagus, pikirku.

Saat aku muntah, dia yang pertama kali peka dan secara sukarela, atau bodoh, menawarkan kemejanya. Atlet, mungkin? Menilai dari jarak antara kepalaku dan bahu cowok itu, tingginya kira-kira dua meter. Aku tidak pernah benar-benar melihat wajahnya. Sedikit saja menggerakkan kepala, duniaku bakalan jungkir-balik.

Cowok itu membuka sebuah pintu lain, mendorongku masuk, dan kemudian hanya ada kami berdua.

Ide buruk.

Segera aku berbaring di benda empuk pertama yang kulihat di ruangan itu: sebuah sofa bau apak yang kelihatannya sudah tidak di-vacuum selama berbulan-bulan.

Cowok itu mendekat, lalu berjongkok dan menatapku.

"Girl, you're drunk."

Samar-samar, aku bisa melihat wajah cowok itu.

Mata cokelat. Rambut panjang yang menyentuh telinga. Kemeja putih dengan bekas lipstik dan muntahan di mana-mana.

Selama sejenak, denyut di pelipisku terhenti.

Ganteng, aku membatin.

"Dingin?" tanya cowok itu, lalu mulai melepaskan satu per satu kancing kemejanya. Diberikannya kemeja itu padaku. Menutupi bahuku seperti mantel. Hangat. "Better now?" dia mendengus.

Wangi, pikirku. Aku mengendus kemeja cowok itu, lagi. Aku perlu tahu cowok macam apa yang menolongku malam ini.

Cowok yang merokok, ternyata.

"Wait," katanya. "Nggak pantes ngasih kemeja kotor ke cewek. Aku punya yang bersih."

"Siapa namamu?" Suaraku terdengar parau dan menyedihkan.

Saints & SinnersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang