03. Never Should Have Let You Go

13.5K 864 33
                                    

[⚠️]

Even though I'm wrong, just be mine

Tobias melempar kunci mobilnya di atas sofa. Penampilan cowok itu persis Daniel, hanya saja tanpa ereksi yang terlihat jelas. Bunuh saja aku sekarang karena pikiran soal ereksi Tobias membuat denyut di antara pahaku semakin tidak terkendali. Aku ingin mulut cowok itu di payudaraku. Jari-jarinya menekuk dan bergerak cepat saat aku mendekati puncak. Bibir lembut Tobias mengecup dan mereguk seluruh ledakan gairah yang kuberikan padanya.

Oh. Tuhan. Bahkan hanya dengan melihat cowok itu di sini jantungku berdebar-debar liar.

Daniel mengernyit. "Ngapain kamu di sini?"

"Aku?" Tobias membuang ponselnya sembarangan, lalu menarik kursi dan mengambil pasta instan dari kabinet. "Ini apartemenku. Kamu yang ngapain di sini?"

Yang benar saja.

"Kalian tinggal bareng?" Daniel menatapku, tidak percaya, seolah cowok itu baru saja bermesraan dengan seorang pembunuh berantai.

Tobias tersenyum tipis, lalu menoleh padaku.

"Kasih tahu dia, Axelle."

Tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Cuma berdiri mematung dan terbata-bata.

Tobias mendengus pelan.

"Dia pacarku," kata cowok itu.

"Apa?" Daniel dan aku memekik secara simultan.

Daniel menatapku; kekecewaan tercermin jelas di wajah cowok itu.

Aku mulai ketakutan.

Lalu, Daniel mendengus, sadar dia cuma buang-buang waktu. Dalam satu kali sambaran, Daniel mendapatkan kunci mobil dan dompet yang cowok itu tinggalkan di meja. Daniel mengelilingi ruang makan, lalu berhenti di samping Tobias.

"Sori kalau aku ganggu, Xel," katanya, memalingkan pandangan, lalu menatap jendela yang menghadap ke laut lepas.

"I gotta go."

Aku berdiri, hendak mencegah Daniel. "Daniel—"

"See you."

Secepatnya aku berlari mengejar cowok itu, tapi saat aku mencapai koridor, Daniel sudah tidak terlihat di mana-mana.

Berang, aku membanting pintu dan mengentak-entakkan kaki.

Tujuh hari yang kubangun bersama Daniel hancur total. Sekarang, apa yang Tobias inginkan dariku? Heck, cowok itu masuk saat aku hampir klimaks! Aku bersumpah akan memukul cowok itu dengan mainan pink-ku. Biar cowok itu tahu rasa.

Di dapur, kutemukan Tobias sedang memasak pasta instan—satu-satunya pasta instan yang tersisa di dapurku, brengsek—dan langsung mematikan kompor. Merepotkan, buang-buang gas; cowok ini harus kuberi pelajaran di wajah tampannya.

"Just in time." Menyeringai, Tobias menuangkan pasta-nya di atas saus marinara.

"What do you want?" tanyaku.

"Makanan," kata Tobias, lalu menaburkan oregano yang harganya tiga kali lipat pasta instan tersebut. "Aku lapar."

Aku menggeram. "Keluar!"

"Aku lapar, Axelle."

"Ini apartemenku!" Aku menyeret lengan Tobias dengan sia-sia. "Keluar! Sekarang. Kamu cuma nggak senang lihat aku jalan sama Daniel!"

Saints & SinnersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang