Ketika hujan kembali turun membasahi bumi yang telah layu karena dahaga,
aku juga berharap,
hujan juga dapat membasuh hatiku yang kering karena luka
***
Hati Silla sangat hancur. Dia menangis sejadi-jadinya di bawah guyuran hujan, menumpahkan semua emosinya. Mungkin semesta ikut menangis melihat kesedihannya. Mungkin juga, semesta ikut bersimpati dengan menurunkan hujan untuk menyembunyikan tangis pilunya.
Tidak ada seorang pun wanita di dunia ini yang mau dilecehkan dan direndahkan. Penghinaan itu masih terpatri jelas dalam ingatan Silla. Siang ini Silla telah siap lebih awal menunggu Roman yang akan menjemputnya untuk menghadiri jamuan makan siang yang disiapkan oleh mama Roman. Seperti yang dikatakan Roman, siang ini Silla berpakaian rapi, sederhana, tetapi elegan. Rok terusan selutut berwarna putih dengan sedikit ornamen renda di ujungnya, terlihat sangat pas melekat di tubuh Silla. Rambut panjangnya dikepang satu membuat wajahnya terlihat berkharisma serta olesan make-up yang tidak terlalu berlebihan membuatnya semakin sempurna.
Tak selang berapa lama, terdengar suara ketukan pintu. Silla tersenyum mendapati Roman telah berdiri di depan pintunya. Celana khakhi abu-abu tua dengan atasan kaos putih serta blezer dengan warna senada, membuat Roman terlihat sangat tampan. Harum parfum cendana yang khas membuat kesan maskulin kian terpancar dari Roman. Silla menatap Roman dengan tatapan kagum dan punuh damba.
"Eh, sebaiknya kita segera berangkat." Roman sedikit salah tingkah dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Silla tersenyum melihat tingkah Roman itu. "Ayo, jangan sampai mamamu menunggu."
Roman meraih tangan Silla, menggenggamnya erat penuh proteksi, seakan menegaskan bahwa tidak ada yang boleh memiliki Silla selain dirinya. Silla hanya tersenyum melihat tingkah Roman yang satu ini. Menurutnya ini adalah bentuk cinta yang ditunjukkan oleh Roman.
Hampir tidak ada percakapan yang terjadi di sepanjang perjalanan. Silla lebih banyak diam karena gugup. Wajar jika Silla merasa gugup. Ini adalah kali pertamanya bertemu mama Roman yang dia kenal hanya lewat cerita-cerita Roman.
Roman melirik sekilas Silla. Dia sangat paham dengan apa yang dirasakan Silla sekarang. Roman menggenggam tangan Silla dengan tangannya yang bebas dari kemudi. "Kita hampir sampai, Sayang. Tenanglah. Aku ada di sampingmu."
Silla tersenyum lembut. "Iya, Sayang. Aku sangat mencintaimu."
Roman mengecup punggung tangan Silla. "Aku juga sangat mencintaimu," ucapnya tulus dengan cinta yang terpancar jelas dari matanya.
Mobil Roman memasuki sebuah pekarangan rumah yang sangat besar. Silla merasa sangat gugup hanya dengan melihat bangunan rumah Roman yang berdiri dengan megahnya. Arsitektur modern sangat mendominasi rumah ini. Jendela-jendela besar terlihat di beberapa sisi rumah yang mungkin dimaksudkan agar para penghuni rumah dapat menikmati pemandangan taman serta kolam ikan yang indah.
Roman menggandeng Silla masih dengan sikap protektifnya memasuki rumah. Rumah Roman sangat ramai hari ini. Tampak beberapa kerabat juga diundang dalam perjamuan makan siang kali ini. Silla melirik Roman berharap mendapat penjelasan. Ternyata Roman juga sama terkejutnya dengan Silla. Roman pikir ini hanya jamuan makan siang biasa.
Kedatangan Roman dan Silla membuat suasana rumah yang tadinya ramai karena obrolan-obrolan, kini mendadak sunyi. Pandangan semua yang hadir di sana tertuju kepada sepasang kekasih ini. Silla tampak gugup dan canggung dengan semua perhatian yang didapatkannya. Tatapan anggota keluarga Roman sungguh sangat mengintimidasi. Mereka saling berbisik bahkan ada yang dengan sengaja mengeraskan suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Temptation (The Adams' Series)
ChickLitDisaat Silla ingin menata kembali perasaan dan hidupnya, dia kembali dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Adrian sang duda keren beranak satu yang selalu membuatnya salah tingkah ataukah Sean sang seniman jenius yang memiliki senyuman menawa...