9 ETERNITY • 18

150 57 0
                                        

Dengan napas yang naik turun, Dewa mengusap wajahnya yang sudah dipenuhi tepung. Ia melemparkan tatapan tajam seperti elang kepada "pamangsa"-nya.

"Hehe," cengir Hazel dengan tengilnya, sambil menambahkan, "Serius, deh." Dewa tidak bisa marah, karena ia juga melakukan hal yang sama padanya.

Setelah itu, Dewa hanya terdiam, kembali sibuk dengan kegiatan yang ia kerjakan.

"Cailah, ngambek," toelnya, terkekeh geli melihat wajah cemberut Dewa yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Nggak," jawab Dewa singkat, berusaha terlihat serius meski senyum tak bisa disembunyikannya.

"Cuih, ngambek ya ngambek aja, sok-sok imut pula tu monyong." Cewek itu iseng menempelkan jari pada hidung mancung Dewa, lalu kembali fokus membuat pancake-nya.

"Ehh, tahu adonannya bener dari mana, Kak? Ini cukup kali ya?" Kepala Hazel spontan berputar ke arah Dewa, dan tak disangka-sangka...

BYURRR...

Ternyata, Dewa ingin membalaskan dendamnya! Dengan kotak berisi bahan-bahan yang ia ambil, Dewa sengaja memberikan kejutan kepada Hazel.

"Mampus! Makan tuh!" serunya sambil tertawa terbahak-bahak, memegangi perutnya yang terasa keram karena terlalu kencang tertawa. Ia merasa sangat bahagia.

"Asu," balas Hazel, mengikuti kata-kata Dewa beberapa menit lalu, sambil tersenyum lebar.

"Mulut. Kasar lo."

Akhirnya, kedua sejoli itu sudah seperti adonan yang siap dimasak. Dewa, yang kini dipenuhi pernak-pernik bahan dapur, tampak seperti koki handal meski dengan penampilan yang berantakan.

"Rasain!" teriak Hazel, semangat membalas serangan Dewa.

"Gila ya, nih orang," gumam Dewa sambil tersenyum, melihat betapa cerianya Hazel.

Sebelum melanjutkan sesi memasak Dewa mempersikan tumbahan bahan yang bertabur di bajunya. Begitu pula dengan Hazel, ia malah semoat m ngganti bajunya. Sangat membuang-buang waktu, bukan?

Lalu mereka melanjutkan sesi memasak dengan penuh semangat. Dewa sigap menaruh penggorengan kecil di atas api, memanaskan sesendok mentega yang berkilau. Dengan hati-hati, ia mulai menuang adonan pancake ke dalam wajan.

"Eumm, wangi," seru Hazel, matanya berbinar melihat betapa gesitnya Dewa membalik pancake yang mulai mengembang.

"Tunggu sampai lo nyobain. Enak. Pasti lo ketagihan," balas Dewa, sambil melemparkan senyum nakal.

Ada kehangatan di antara mereka, dan saat itu, Dewa teringat betapa manisnya saat ia memanggil Hazel "Sayang" sebelumnya, membuat jantungnya berdegup kencang. Suasana semakin ceria, dan tawa mereka mengisi dapur yang hangat.

"Affah iyah banh," Hazel lagi-lagi membuat ulah, dan Dewa pun sudah benar-benar sabar menghadapi tingkahnya.

"Mending lo siapin piring, gelas, garpu, pisau sama madu," perintah Dewa.

"Owo, shiap komandan," jawab Hazel dengan semangat.

Setelah yakin pancakes yang dia buat sudah matang sempurna, Dewa mengangkatnya dari penekuk dan memplatingnya dengan sangat apik.

Hazel tak berkedip, terpesona melihat segala yang dilakukan Dewa, seolah-olah dia sedang menyaksikan sebuah pertunjukan.

"Woah. Mau cicip dong," pinta Hazel, tak bisa menahan rasa ingin tahunya

"Buat sendiri lah, ini punya gue. Tuh adonannya," Dewa menjawab sambil menunjuk adonan yang tersisa, lalu membuka celemeknya dan melangkah ke depan TV.

"Hahh?" Hazel terkejut, merasa ditinggalkan begitu saja. Maksudnya? Sudah? Begitu saja?

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang