2 - Pertemanan

10 2 0
                                    

*Cklek...
"Dah, ma."
"Sampai jumpa."
"Jangan dipikirkan soal yang kemarin."
"Iya."

Keesokan harinya, Niko pergi ke sekolah seperti biasanya. Hal-hal yang terjadi hari kemarin mulai terlupakan dari pikirannya selagi dia berjalan dengan senang ke sekolah. Kemudian teringat seorang perempuan yang berbicara padanya waktu itu.
(Mungkin aku akan berkenalan dengannya.)

09:27
Menjelang waktu istirahat, Niko berbisik kepada anak perempuan yang duduk disebelah bangkunya itu.
"Psst."
"Apa?" Dia mendapat jawaban darinya.
"A...a..." Mendadak ia menjadi gugup.
"Apa yang ingin kau katakan?" Tanya anak perempuan itu.

Karena tak sanggup melawan rasa gugup dan malu, akhirnya Niko menuliskan sesuatu di kertas kecil.
*Sret sret...
"I... ini." Ia menyodorkan potongan kertas yang dituliskan itu. Pipinya memerah, padahal yang dituliskannya itu bukan surat cinta.
"Hm?" Dengan bingung, dia mengambil potongan kertas itu. Tiba-tiba, Niko langsung memalingkan muka darinya.

"Apa ini..." Dengan penasaran, ia membuka lipatan potongan kertas itu.
*Srek... Didalamnya bertuliskan,
"Ayo bertemu denganku jam istirahat nanti. Cafetaria meja paling ujung"
Pipi perempuan itu juga sedikit memerah setelah membacanya.
"Oh."

09:30
"Baiklah anak-anak, waktunya istirahat!" Sahut guru didepan kelas.
"Asiiiikkk! Semua murid langsung berlarian keluar kelas dan melakukan berbagai aktivitas. Ada yang main di lapangan, membeli jajanan, bahkan tidur di kelas. Sementara itu. Niko duduk di meja cafetaria ujung seperti yang ia tuliskan. Ia berharap gadis itu akan menanggapinya.

*Tak tak...
Dia berjalan dengan anggun di lorong. Ternyata ia merupakan salah satu anak populer di sekolah itu! Karena ia jarang keluar kelas, pandangan semua anak di lorong itu terpaku padanya.
"Wah..."
"Itu dia!"
"Itu gadis yang populer itu ya?"
"Iya, katanya dia jarang keluar kelas."
"Kyaaaaa!!"

Disamping hal itu, dia pergi ke cafetaria dan menemui anak lelaki yang memberinya surat tadi. Melihat hal itu, murid lainnya berbisik-bisik.
"Loh, itu alien kan?"
"Ngapain ngomong ama anak aneh itu?"
"Anak populer memang beda"

Dengan santai, ia menggeser bangku, lalu duduk di hadapannya dan menyapa.
*Sret...
"Hai."
"H...h..." Niko merasa gugup lagi. Keringatnya mulai menetes, namun ia mengusapnya dan melawan rasa gugup itu sambil menggenggam celananya.
(Kau bisa, Niko.)

"H... Hai. Boleh kita kenalan?" Tanya Niko.
"Tentu saja." Jawabnya dengan nada yang jelas.
"Aku Niko." Ujar Niko dengan percaya diri.
"Oh... Yang jago mtk itu ya?" Tanya gadis itu dengan rasa kagum.
"I... iya, namun temanku menyebutku alien." Jawabnya dengan nada lucu sambil mengusap belakang kepalanya.
"Nggak apa-apa. Itu keren, loh." Pujinya dengan mata yang mengkilap.
"Omong-omong, aku Ari." Lanjutnya sambil memberikan tangan.
"Ari, ya..." Lalu Niko juga memberikan tangannya.

"Senang berkenalan!" Kata mereka berdua sambil berjabat tangan.

Murid-murid lain yang melihat hal itu terkejut yang langsung bersorak dan mendekat ke arahnya.
"Dia kenalan dengan seseorang..."
"Astaga!"
"Wah."

Melihat hal itu, Ari agak sedikit kesal.
"Bisa gak kalian pergi dan jangan ganggu sehari saja?!" Sahut Ari.
"Penonton kecewa..." Murid-murid yang menggemarinya akhirnya pergi. Niko yang melihat hal itu dipenuhi tanda tanya.
"...Tadi itu apa?" Tanyanya dengan nada bingung.
"Ugh... Mereka penggemarku. Aku populer di sekolah." Jawabnya dengan nada kesal.

"Kamu populer?!" Tanya Niko dengan terkejut.
"Ya. Tapi, aku jarang keluar kelas karena hal tadi." Lanjut Ari.
"Kukira jadi populer itu enak." Kata Niko dengan agak iri.
"Sebenarnya nggak. Jadi introvert memang cukup untukmu, kok." Balasnya tentang perkataan itu.

10:00
"Waktu istirahat telah selesai." Kata guru di pengeras suara sekolah.
"Cepat sekali rasanya."
"Yap. Mau ketemu lagi di taman nanti?" Tanya Ari dengan senyum di wajahnya."
"Bentar, kamu suka ke taman?" Tanya Niko dengan terkejut lagi.
"Yap. Disana adalah tempat mencari ketenangan." Jawab Ari.
"Sependapat denganku. Baiklah, sampai ketemu nanti!" Seru Niko.
"Buat apa? Kan kita sebelahan." Timpal ari.

"Oh... Hehe." "Ahahaha~" Lalu mereka berdua tertawa dan berjalan menuju ke kelas. Disamping itu, mereka memiliki isi pikirannya masing masing.

(Akhirnya seseorang mau berteman denganku.)
(Sepertinya dia cocok untuk menjadi teman bicara... dan curhat.)

15:15
Karena besok akhir pekan, taman terlihat sepi sore ini. Niko berjalan ke taman dan melihat Ari yang duduk dibawah pohon. Kemudian ia menyadarinya dan melambaikan tangan, hingga Niko sampai kesana. Dengan napas terengah-engah, akhirnya Niko duduk disampingnya selagi bersandar pada batang pohon.

*Hosh.. hosh...
"Hai." Sapa Ari.
"ah... Hai." Jawab Niko dengan sedikit lelah karena berjalan kaki.
"Kok bisa kamu sampai duluan?" Tanya Niko dengan bingung.
"Aku naik mobil kemanapun." Jawab Ari dengan nada yang santai dan tidak sombong.
"Oh..."
"Aku ingin bertanya padamu,"

"Mengapa kau populer?" Lanjut Niko dengan kagum.
"Hmm... tidak banyak."
"Mungkin kekayaanku dan wajahku saja." Balasnya dengan wajah cemberut.
"Bukannya itu bagus, ya?" Tanya Niko dengan bingung.
"Memang, tapi..."
*Eh...

"Aku benci orang yang mengagumiku tanpa rasa apapun dari hatinya." Ujarnya.
"Maksudnya, mereka cuma menjadikanku alat kan?" Lanjutnya.
"Tak ada orang saat aku minta tolong... Ataupun teman bicara saat kesepian." Tambahnya lagi.
*Kucing yang kemarin...!

Saat sedang curhat dengan serius, Niko malah sibuk mengelus kucing liar di taman.
*Purr... "Lucunya~"
"DARITADI KAMU DENGERIN GAK SIH?!" Kata Ari dengan berteriak.
"Nggak, heheheh." Jawab Niko dengan nada lucu sambil mengelus kucingnya.

"Hmph..." Ari menghembuskan nafasnya dengan sengaja. Kemudian ia melihat kucing yang sedang dielus oleh Niko.
"Yang kamu elus... Apakah itu-"
"-Yap, ini kucing liar yang kemarin kuberi makan. Rupanya ia kembali, hihi." Sela Niko saat Ari masih bertanya.
"Ih, bukan itu. Ini kucing berbulu keemasan yang-"

"Eh, kamu beri makan kucing liar?" Tanya Ari yang teralihkan saat menjelaskan.
"Iya, kuberi sisa bekal." *Miaw. Balas Niko dengan tersenyum kepada kucing itu.
"Waw. Biasanya anak-anak di taman sering melempari batu pada mereka." Ucap Ari dengan agak kagum.
"Kamu suka kucing, ya?" Lanjutnya.

"I...iya." Jawabnya dengan agak canggung.
"Memangnya aku aneh ya kalo ngomong sama kucing?" Tambahnya.
"Nggak juga kok, aku sering ngomong sama kucing dirumah." Lanjut Ari dengan canggung juga.
"Oh... Hahaha."
"Seandainya aku punya kucing dirumah." Kata Niko dengan nada murung.

"Kamu bisa rawat kucing yang sedang kamu elus itu."
"Konon katanya, kucing berbulu emas bisa mengabulkan permintaan bagi tuannya yang setia." Ucap Ari sambil membayangkan.
"Hah?"
"Eh, itu cuma mitos saja sih."
"Oh. Tapi, aku harus minta izin ke ibu dulu." Kata Niko dengan bingung.

"Tenang saja. Mintalah izin padanya dengan percaya diri,"
"Katakan alasannya bahwa kamu akan merawat dan mencintai kucing itu dengan sepenuh hati!"
"Dan jangan lupa untuk-"

*Drap drap drap! "MIAAA!!" Belum selesai bicara, Niko sudah berlari pulang sambil menggendong kucing itu dengan kedua tangannya.
"HEI, KAMU GAK DENGERIN LAGI YA?!" Sahut Ari kepada Niko yang hendak keluar taman.
"Maaf, harus pergi sekaraaang!" Jawab Niko dalam kejauhan.

16:00
*Drok! Niko mendobrak pintu rumah dengan sikunya selagi terburu-buru.
"Niko!" Seru ibunya dengan agak marah.
"Hai, ma!" Sapa Niko dengan nada gembira.
"Apa itu?" Tanya ibunya.
"Ini... Kucing yang tadi kutemukan di taman."
"Mengapa dibawa kesini?"
"Aku... Ingin merawatnya."

"APA?" Tanya ibunya dengan tegas.
"Niko-"
"Kamu sering sekali meninggalkan tanggung jawabmu terhadap apapun." Kata ibunya sambil menjelaskan.
"Kepada perginya sepeda lamamu?" Tambahnya.
"...aku lupa, kan itu sudah lama." Jawab Niko dengan sedikit gugup.
"Bagaimana jika kamu meninggalkan tanggung jawab pada makhluk hidup?"

Dengan harapan terakhir, ia menjelaskan alasan sejatinya untuk merawat kucing itu.
"Ma..."
"Kemarin aku memberi makan seekor kucing liar hingga dilempari bola."
"Itu adalah niat baik... kan?"
"Maka, aku ingin merawat kucing ini,"
"Hingga akhir."
"Dan maaf bila aku meninggalkan tanggungjawab selama ini."

Dengan terharu, ibu memeluk Niko dan kucing yang ia pegang itu sambil membisikkan ke telinganya,
"Baiklah nak... Kamu boleh merawatnya." Katanya sambil menepuk punggung Niko.

Sementara itu
Rumah Ari

"Ayah."
"Ya, kesayanganku?"
"Kurasa aku punya teman yang sejati sekarang."
"Bukan karena kamu kaya dan cantik, ya?"
"Ya."

"Seorang anak lelaki bernama Niko."





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mengapa Aku Menjadi Kucing?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang