Bab 18

1.4K 110 8
                                    

Bugh

Satu pukulan Reksa layangkan pada Rangga, emosinya terpancing karena ucapan terakhir yang Rangga lontarkan. Jika itu adalah bundanya, maka Reksa akan menerima sedangkan orang di depannya bukanlah siapa-siapa. Jadi dengan mudahnya pemuda di depannya ini memancing emosi Reksa yang sedang sensitif akhir-akhir ini.

Yang dipukul terhuyung karena tidak siap dengan pukulan yang diterimanya. Sedikit kilatan marah terpancar dimatanya yang kemudian berubah menjadi sebuah tatapan mengejek dengan seringai yang terbentuk dari bibirnya.

"Jaga mulut lo," ucap Reksa tajam.

"Kenapa lo harus marah? Bukanya yang gue bilang adalah sebuah kenyataan? Bagaimanapun lo menolak, kenyataan gak akan pernah berubah. Lo dan Kak Raksa itu berbeda," ucap Rangga yang kembali memancing emosi Reksa.

"Rangga!" 

Teriakan itu mengalihkan atensi keduanya, Rangga dan Reksa sontak kompak menoleh pada seorang wanita yang berlari ke arah mereka dengan langkah yang lebar. Reksa terpaku untuk sejenak menatap sosok itu yang kian mendekat, dalam hati ia berucapan agar sosok itu mau memberikan sebuah dekapan untuk sosoknya.

Plak

Harapan milik Reksa runtuh saat tangan sang bunda melayang pada pipi tirusnya. Reksa menoleh, menatap ke arah Rista yang menatapnya penuh amarah. Bibir sang bunda mulai terbuka dan Reksa tau akan ada luka yang terlontar dalam setiap kata yang dilontarkan sang bunda untuknya. Ada ucapan cinta kasih yang berbeda untuk seorang Seana Antareksa oleh sang bunda. 

"Bagaimana bisa anda yang bukan siapa-siapa melayangkan tangan anda pada putra saya. Bahkan disaat saya sendiri tidak pernah melakukan hal itu, bagaimana anda melakukannya?" Pertanyaan itu cukup membuat sakit hari Reksa karena sang bunda seolah-olah berbicara dengan orang asing. Ada amarah yang terpendam dalam kalimat yang dilontarkan Rista barusan.

"Bunda," lirih Reksa yang masih setia menatap bundanya. Tak ada niat melawan ataupun melakukan sebuah pembelaan, karena bagaimanapun Reksa akan kalah sebelum berperang jika itu melawan keluarga baru sang bunda.

"Silahkan pergi sebelum saya kembali melayangkan tangan. Kehadiran anda tidak diperlukan disini," ucap Rista.

Setelah itu Rista pergi menjauh, meninggalkan Reksa yang entah sejak kapan mulai berkaca-kaca. Satu tarikan nafas panjang Reksa ambil, menenangkan dirinya yang mulai dilanda duka. Reksa kembali tersenyum setelahnya lalu perlahan bibirnya terbuka untuk mengatakan sesuatu.

"SAMPAI KETEMU, BUNDA!"

Rista tak memerdulikan hal itu, dia terus saja berjalan tanpa berniat untuk menoleh kembali ke arah belakang. Hanya saja Rangga memberhentikan langkahnya, sedikit terkejut tatkala tangan sang bunda melayang ke arah pipi Reksa. Dan juga bagaimana cara bunda berucap membuat Rangga benar-benar tau bahwa Reksa dan Raksa bukan hanya berbeda, namun mereka sangat berbeda. Sosok Reksa seperti sebuah bayangan sosok Raksa yang selalu bersinar terang.

-A N T A R E K S A-

Laskar mendekat ke arah Reksa dengan sedikit berlari kecil. Dilihatnya Reksa terduduk dengan kepala yang ditenggelamkan di lututnya. Laskar mendekati Reksa hati-hati setelah jaraknya tinggal beberapa langkah saja.

"Sa, lo gapapa kan?" tanya Laskar. Pemuda di depannya perlahan mengangkat kepalanya. Dapat dilihat air mata yang mengalir dari mata hitamnya, hidungnya pun sudah berubah menjadi merah akibat menangis sedari tadi. Isakan terdengar membuat Laskar ikut larut dalam kesedihan. Sosok Reksa sekarang menangis di hadapannya bagai anak kecil yang tak dibelikan permen oleh orang tua nya.

"Las, sakit," ucap Reksa lirih lalu kembali terisak. Laskar hanya terdiam, tak tau harus melakukan apa untuk menenangkan pemuda yang tengah terisak itu. Matahari sudah terbenan beberapa menit yang lalu, hanya cahaya jingga dan cahaya lampu taman yang menerangi mereka saat ini yang berdiam tepat di bawah pohon.

"Gue ditolak lagi Las.... Gue harus gimana," ucap Reksa sembari terisak di sela-sela kalimat yang diucapkan olehnya. Laskar tetap diam, tak menjawab. Karena ini pertama kalinya ia melihat Reksa serapuh ini. Mungkin apa yang ayahnya katakan memang benar adanya, Reksa akan menjadi lebih sensitif dari sebelumnya.

"Kalau gue pergi nanti.. Kalau gue pergi tubuh tanpa jiwa gue harus dibawa kemana? A-ayah udah nolak... bunda juga." Reksa terhenti sejenak, "Siapa yang bakal ngurus jenazah gue Las."

Seolah-olah disambar petir Laskar terdiam. Perlahan tapi pasti Laskar mulai membawa pemuda yang masih terisak dalam pelukannya. Membawa punggung rapuh itu untuk bersandar sejenak dalam bahunya.

"Pulang ke rumah gue Sa, rumah gue selalu terbuka," ucap Laskar.

Dan setelah itu, Reksa melepaskan pelukannya. Mengusap air mata nya yang mengalir ke pipinya lalu menarik napas untuk menangkan diri sejenak. Berkali-kali dirinya menarik napas panjang sampai akhirnya isakan itu perlahan menghilang. Hanya saja mata dan hidungnya masih merah yang membuatnya sangat ketera sehabis menangis.

"Pulang ya Sa?" tanya Laskar. Reksa hanya mengangguk lalu berdiri dan mulai berjalan mendahulukan Laskar. Dalam perjalanan keduanya pun hanya diam, bergelut dalam benak dan pikiran masing-masing. Tak berniat membuka percakapan walau jalanan lumayan sepi malam ini. Hingga kuda besi itu berhenti di depan gedung apartmen milik Reksa baru pemuda itu membuka suara. 

"Yang tadi lupain aja," ucap Reksa sembari menahan malu.

"Santai aja kali Sa, lo juga gak usah kepikiran jauh banget gitu, Lo pasti sembuh," balas Laskar.

Reksa hanya megangguk lalu melihat Laskar berlalu dari hadapannya. Setelah memastikan Laskar benar-benar menghilang dari pandangannya Reksa baru memasuki gedung apartemennya. Masuk ke kamarnya dan mulai membersihkan dirinya.

"Berantakan banget," ucapnya tatkala tak sengaja melewati cermin di depannya. Mata dan hidung merah, rambut yang selalu berantakan. Begitulah penggambaran dirinya yang sekarang. Tak ingin terus menratapi penampilannya Reksa akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kegiatannya.

"Tuhan, semoga besok menjadi lebih baik."

-A N T A R E K S A-

haii

setelah lumayan lama aku up lagi

kangen gak?

jangan lupa vote dan komen ya, itu sangat berarti soalnya

-27 Desember

R e t i s a l y aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang