"Alice is trapped in another land,
waiting for her prince to save her.
Will he save her, though?".
.
.Matamu terbuka, mengedip sejenak, lalu kebingungan ketika mendapati dirimu telah berada di tempat asing. Seingatmu tadi, kau tengah tertidur di bawah hujan helaian bunga kelopak sakura. Kakimu basah oleh air yang tergenang, beberapa bangunan lawas juga nampak hancur.
"Apa ini ... yang disebut dengan perbatasan?" gumammu.
Sepertinya, tertidur sembarangan akan membawa malapetaka. Mungkin saja, ada hantu yang mencoba menjahiliku. Contohnya, sosok yang mirip seperti Hanako kemarin. Mengingat sosok jenaka tersebut, membuat wajahmu tertekuk masam. Rasa sakit akibat lemparan kemarin kian terbayang menghantuimu.
Desisan kecil lolos dari bibirmu, lantas kau pun menoleh. Suasana daerah perbatasan ini cukup merinding. Tak ada angin sepoi-sepoi, sunyi mrngalir, dan seolah ingin menghisap jiwamu lebih dalam. Kau bergumam, "Ah, apa aku bisa kembali dari sini?"
Teru pernah mengatakan mengenai perbatasan. Jika terlalu lama berada di tempat seperti ini, nyawa akan melayang. Kau akan terjebak di perbatasan selama-lamanya, tak dapat kembali. Langkahmu terhenti, sekaligus menghentikan bunyi tetesan air. Kau memeluk dirimu sendiri, berandai-andai sudah berapa lama berada di sini?
Kau menundukkan kepala, tak yakin bisa menemukan jalan keluar. Namun, bukan waktunya untuk menyerah. Sudah berkali-kali kau menghadapi sikap keras kepala sang ketua OSIS tersebut, masa hanya mencari jalan sebentar saja menyerah? Inginnya berkata seperti itu, tetapi, rasa lelah menghampirimu.
Srek, srek.
Suara menyeret suatu benda terdengar di telingamu. Kau menoleh, mengedarkan pandangan dan mendapati beberapa mokke bersama permen, salah satu supernatural yang kehadirannya ditoleransi oleh Teru. Mereka berusaha membuatmu menyadari keberadaan mereka. Lantas, dengan diam, kau mengikuti mereka.
"AAAH!"
Teriakan itu!
Itu suara Nene.
Kau ingin berlari ke arah mereka, namun segera saja kau urungkan saat menemukan sosok yang mirip Hanako tengah menyeringai di atas sana. Nene dan Hanako terjebak di bawah sembari berpelukan, lalu beberapa menit kemudian mereka menghilang. Irismu membelalak, kehilangan kehadiran mereka dalam sepersekian detik.
Tanganmu terulur, kakimu melangkah genap, tetapi berhenti, "Ah, Neneー"
"Oya, sepertinya kau sudah bangun, ya?" tutur sosok itu, mengalihkan pandangannya padamu dan menyeringai lebar, membuatmu kembali bergidik ngeri. Ia tertawa, mendekatimu, "haha, sekarang permintaan dia bisa terkabulkan. Soalnya, anak itu menyukaimu, tahu! Jahat sekali kalau kau tidak menyadari perasaannya, bukan?"
Anak itu yang dimaksud adalah hantu.
Tanpa penjelasan sosok di hadapanmu itu pun kau paham betul akan situasinya. Ini bukan sekali dua kali mereka yang di alam sana menyukaimu, entah ingin bersama atau mengambil tubuh. Berkali-kali mengusik pun juga ada batasnya, bukan?
"Mengapa kau mengabulkan permintaan mereka? Dan, kau sendiri bahkan belum memperkenalkan diri, hei sosok yang mirip Hanako."
"Aha, wakaru?! Benar, aku adalah kembarnya Amane! Kau bisa memanggilku Tsukasa! Sepertinya, kita jarang berbicara di alam sana karena nampaknya kau senang mengabaikanku, ya? Tapi, tidak apa, Sakura bilang aku perlu memaafkanmu karena katanya kau tidak suka diusik oleh keributan."
"Mengenai mengabulkan permintaan, itu sudah kewajibanku! Tidak adil, bukan, jika hanya para yang hidup saja diberikan kesempatan begini?"
Tsukasa melayang dengan gembira, mengitarimu. Kau menghela napas, tak mampu berkutik untuk melawannya. Dapat kau rasakan kalau Tsukasa adalah salah satu supernatural yang kuat, dibuktikan dengan dirinya yang mampu mengirimkan Hanako, sang nana fushigi. Kau menatapnya, kembali bertanya, "Mengapa aku di sini?"
"Oh, bukannya aku sudah menjawabnya?"
Seringaian itu semakin lama semakin melebar, mampu mengulik ketidaknyamananmu. Kau mencoba mundur, namun ia dengan sigap memegang kedua pipimu, mendekatkan diri. Tsukasa bergumam dengan nada mengancam, "Ya ... kalau kau berhasil keluar dari sini dengan selamat, tidak akan kuganggu lagi. Soalnya, pangeranmu cukup merepotkan untukku."
"Pa-pangeran?"
Ia tidak menjawab, hanya memasang senyum lalu pergi meninggalkanmu. Kau tidak bisa mengikutinya dan tidak bisa keluar. Kebingungan, dahimu mengkerut sembari kau berandai-andai, "Siapa ... yang dia maksud?"
Mengesampingkan hal itu, nampaknya kau tahu isi dari permintaan hantu yang menyukaimu. Yaitu, membuat jiwamu terperangkap di sini sampai waktu habis agar kau tidak bisa kembali lagi ke dunia. Irismu terlihat gelap, seolah tidak ada cahaya sama sekali.
"Dengan kata lain, mati ... ya?"
Jari jemarimu meremas rokmu, kau menggigit bibirmu, cemas. Biasanya, kau merasa tidak gelisah karena kehadiran sosok pirang sang ketua OSIS tersebut. Namun, sekarang, ia bahkan tidak di sini. Kau menoleh, bertanya-tanya, apakah harus terus menyusuri tempat yang seolah tak mempunyai ujung ini?
Kau menghela napas, mengulas senyum miris. Pikiran negatif terus-terusan mencoba memenuhi kepala.
"Sial, ini tidak akan membantu!" hardikmu pada diri sendiri.
Saat ini, rasanya kau ingin menyesap kopi dan kembali memainkan game milikmu. Tetapi, takdir berkata lain. Memang benar, kau harus menghabiskan waktumu di samping Teru agar Tsukasa dapat dibasmi segera. Mungkin, hubungan kontrak pemburu dan umpan tak tertulis ini justru lebih menguntungkan dirimu yang selaku diincar oleh mereka di bagian sana.
Mengapa di saat seperti ini kau malah memikirkannya, sih?
Kau menggerutu, tak senang karena pikiranmu tiba-tiba saja dipenuhi olehnya. Bukannya kau tidak menyukainya. Hanya saja, kau tidak ingin mengingat sesuatu mengrnai sosok tersebut. Dunia kalian sangatlah berbeda. Suatu saat nanti berpisah, dirimu seorang saja yang akan merasakan sakit. Ambil contoh, kelulusan mendatang nanti. Kau tidak ingin terlalu dekat dengan Minamoto Teru.
Srek, srek.
Lagi, suara seretan itu ditangkap oleh indra pendengaranmu. Lantas, kau mencari mokke, menemukan mereka yang tengah berlari dengan pelan lagi. Dengan cekatan, kau mengikuti mereka, melangkah mengelilingi tempat yang dipenuhi oleh air dan bangunan runtuh tersebut.
"Aku juga sangat membencimu, Akane!"
Irismu membulat, kau terdiam. Kau melirik ke arah mokke, berdecak sebal mengapa mereka terus-terusan membawa dirimu kepada sebuah pertengkaran atau suasana pasangan. Tidak salah lagi, itu suara Aoi. Kau ingin menyapanya, tetapi bagaimana bisa kau tega melakukannya?
Tidak heran jika teman-temanmu memiliki keterkaitan dengan supernatural. Sudah bukan mengejutkan lagi. Hanako bersama Nene dan Akane bersama Aoi, sudah lama kau menaiki kapal itu dalam kesunyian.
Menghancurkan suasana ini, sama saja dengan menjadi perusak suasana terburuk sepanjang masa.
Akhirnya, kau memutuskan untuk melihat perkembangan hubungan mereka dari balik bangunan, bersembunyi. Mengintip dalam keheningan, meskipun mereka berdua sibuk bertengkar. Namun, kesenangan itu sirna saat sebuah tangan mencoba untuk menutup mulutmu. Napasmu tertahan, berusaha memberontak, panik jikalau itu adalah Tsukasa atau sosok hantu yang lain.
"Ssh, tenang, ini aku."
Suara dan harum maskulin yang familiar. Ketenangan ini, kau mengenalinya, tak lain adalah pemuda itu. Ia mengulas senyum hangat dan lembut, seolah memberi sinyal agar kau merasa nyaman bersamanya. Irismu berbinar, menemukan titik terang.
Refleks, kau memeluknya, membuat wajahnya sedikit memerah untuk sejenak.
![](https://img.wattpad.com/cover/325924125-288-k102967.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Graduation ⇢Minamoto Teru × Reader [✓]
Fanfiction"Aku berusaha melindungimu selama ini, meskipun itu dengan melumuri noda di tanganku di balik belakangmu. Apakah itu salah?" Hari-hari itu berlalu dengan cepat. Kita tertawa, menangis, juga marah bersama. Orang bilang, masa muda adalah hal yang sang...