Hallo, Etam kambek guys. Hihi
Happy reading ya
Enjoy...
Jangan lupa vote dan komen. Jika sudi dan berkenan.
Btw, typo harap maklum yaa:)
And, boleh tidak follow? Ehehe
*****
Etam memeluk erat tubuh kekar sang opah, tak mau lepas dari lelaki itu barang sedetik pun. Tangisnya menggema di setiap sudut mansion, menciptakan pekikan yang amat sakit di telinga.
Sang opah, Papilio dengan setiap menimang sang cucu, menggumam kan kata penenang agar si kecil lebih tenang.
"Sst, udah ya nangis nya, nanti dada adek sesak," ujar pria itu seraya mengusap punggung Etam dengan teratur.
Kini, mereka berada di kamar anak itu. Sejak Papilio masuk menemui sang cucu untuk berpamitan, malah sekarang ia tak bisa pulang karena rengekan cucu sulungnya.
Bukan hanya mereka saja yang ada di sana, tapi berserta pria pemilik rumah. Anak-anaknya lain sudah sibuk berangkat bekerja serta sekolah.
"Sebentar aja, besok opah balik lagi, okey?"
Etam menggeleng dalam dekapan pria itu, membuat Papilio tak tega untuk meninggalkannya.
Bukan tanpa alasan Papilio ingin bergegas kembali ke kota-nya. Ada beberapa urusan yang harus ia urus. Baik mengenai perusahaan, juga satu 'masalah' yang sudah lama ia cari penyebabnya.
Vlinder, lelaki yang sedari tadi menatap sang ayah dan anaknya itu mulai melangkah maju, mengambil Etam dari dekapan Papilio. Namun, anak itu semakin mengeratkan pelukannya dan memperkeras suara tangisnya.
"Nggak mau! Opah nggak boleh pergi!"
“Opah, hiks, udah nggak sayang adek ya?!” tudingnya. Suaranya sesenggukan, membuat dadanya terasa sesak.
Papilio menimang si kecil, mengecup wajah sembab itu berkali-kali. “Tidak, opah tidak sayang padamu.” kekeh lelaki tua itu yang membuat Etam semakin gencar menangis.
“Mas Biyan, adek mau sama mas Biyan, hiks,” pinta anak itu. Kakinya menghentak ke udara, memukul-mukul dada sang opah.
Dengan cepat Vlinder meraih ponselnya yang berada di saku celana. Mencari kontak sang anak. Tak peduli jika nantinya akan menganggu kegiatan belajar anak itu, sekarang yang terpenting adalah putra bungsunya.
Di lain tempat. Di ruang kelas yang ruih dan ricuh. Kelas begitu berisik, berbagai kegiatan mereka lakukan. Ada yang yang bermain ludo dengan uang, bermain capit keping, gosip, atau bahkan bermain game online.
Sepertinya pemuda tampan satu ini. Manik hazelnya dengan fokus menatap layar ponsel. Terasa sangat greget saat melihat lawan main hampir membunuh karakternya.
“Anjing! Woi Gep! Yang bener dong lo mainnya, gimana sih!” kesalnya pada pemuda di sampingnya.
“Elah, udah bener ini Yan. Jaringan gue aja yang ngelag!” balas pemuda itu dengan decakan tak kalah kesal.
“Aaa, aa-anjing! Kalah kita, bangsat!” Biyan menggebrak mejanya, melempar asal ponselnya.
“Elo sih, nggak becus!” ujar pemuda lain di sana. Regan.
“Bener tuh! Noob banget!” timpal Gephi, si pemuda berbulu domba. Bukan, beralis tebal maksudnya.
“Ya-ya wajar lah! Gue kan newbie!” ucap Biyan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matelyk
Teen FictionEtam Dantie Tezege, remaja berusia 14 tahun yang tak pernah merasakan apa itu sentuhan dari orang tua, apa itu kasih sayang orang tua. Bahkan, malangnya ia tak pernah tau bagaimana wajah mereka. Etam selalu berhayal, jika dirinya dapat merasakan bag...