1.

2 0 0
                                    

Anak rumahan itu menjadi rumahku -.

Hari Senin, tidak ada upacara seperti sekolah pada biasanya. Karena masih dalam masa percobaan pembelajaran tatap muka, jadi meminimalisir pertemuan apalagi bergerombol. Untuk hari pertama, yang menjadi perdana berangkat ke sekolah impianku  tidak terlalu buruk. Aku sudah memiliki teman, bahkan sudah berkenalan baik dengan beberapa teman lainnya.

Berkenalan baik dengan teman lainnya adalah sekumpulan cowo, 3 lelaki yang termasuk dalam satu kelompok yang sering bermain. Dalam masa pandemi sebelumnya, aku sudah beberapa kali bertemu bahkan main bersama dengan teman baru, jadi tidak terlalu canggung ketika berangkat sekolah.

"Ky, beso berangkat sama siapa? Bareng aku mau?" ajak salah satu temanku-- Chomsin namanya, satu hari sebelum berangkat sekolah.

Aku sih mau-mau aja, mumpung diajak. Apalagi rumah kami masih searah.

"Boleh, berangkat jam berapa?"

"Nanti ta kabari saja kalau mau otw" jawab Chomsin.

Keesokan harinya Chomsin benar-benar menjemputku. Jujur aku agak gugup, Chomsin adalah tipe cowo alim, yang tidak mau bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram. Aku jadi takut, sebenarnya bukan hanya aku yang takut, ada temanku yang takut juga dengan Chomsin karena wajahnya yang menyeramkan haha. Lebih ke tegas sebenarnya, cuma karena dia kurang senyum, jadi kesannya seperti menakutkan. Tapi Chomsin orang yang baik kok, tidak semenakutkan itu. Buktinya dia mau menebengi ku untuk berangkat sekolah.

Karena sekolah tidak seperti biasanya, kami masuk pukul 8 pagi. Dimana aku pukul 7 sudah siap menunggu Chomsin, ternyata dia berangkatnya mepet, sekitar setengah 8 baru menjemputku. Tidak apalah, daripada dia yang menunggu. Bisa-bisa besoknya aku tidak ditebengi lagi.

Setelah sampai di sekolah, kami semua tidak langsung pada pembelajaran materi. Ada beberapa guru yang menyampaikan apa saja yang dipelajari, ada juga yang perkenalan, ada juga kakak-kakak PPL, dan selebihnya jam kosong.

Karena tidak boleh tatap muka terlalu lama, kami hanya bersekolah sampai pukul 10 pagi. Apakah habis itu pulang? Jelas tidak. Aku dan beberapa teman cowoku nongkrong dulu di sebuah warmindo.

"Mau pada langsung pulang? nongkrong dulu lah, deket Peleburan banyak angkringan" ajak Ashari, salah satu teman SMP ku-- yang sekarang menjadi satu kelas di SMK.

"Aku sih mau aja, tapi aku bawa Kyra" jawab Chomsin sambil melirikku.

"Yaudah aku juga ayo aja" jawabku santai.

"Tapi ini cowo semua, awakmu cewe sendiri gapapa?" tanya Chomsin memastikan. (awakmu : kamu)

"Ya gapapa lah" sebagai orang yang memang sering main sama cowo daripada cewe, menurutku tidak masalah saja selagi mainnya juga wajar, tidak sampai berjudi dan clubbing juga kan? Hanya nongkrong.

Kenapa pertemananku cowo semua? Karena pada saat itu aku belum mengenal dekat teman cewe lainnya, kecuali 2 orang. Satunya sahabatku dari SMP, satunya teman baru yang mulai akrab saat pertama kali pembagian kelas.

"Ka, mau ikut tidak?" ajak Chomsin pada teman dekatnya yang dulu satu SMP juga.

"Tidak, aku mau langsung pulang saja" jawabnya.

Teman dekat Chomsin itu pun langsung pergi meninggalkan kita menaiki motornya, seperti tidak tertarik pada dunia tongkrongan, sangat berbanding balik dengan sifatku yang memang suka nongkrong. Anak rumahan sekali, pikirku.

Yang tidak disangka, yang ku kira anak rumahan malah menjadi rumahku.

Yang kusebut anak rumahan itu.. ialah KALANA.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang