• 1

524 84 12
                                    

"Astaga, kenapa aku ceroboh seperti ini?!"

Pantulan dari cermin wastafel kamar di salah hotel menampakkan seorang wanita yang mungkin kondisinya tak bisa dibilang baik-baik saja. Rambut panjang yang tak rapi hingga menutupi sebagian wajahnya yang menunjukkan raut wajah yang setengah kesal dengan kemeja oversize putih tulang yang ia kenakan.

Kulitnya dipenuhi dengan luka dan lebam, ia bahkan tak mengenali dirinya sendiri di pantulan cermin.

[fullname], dengan pikiran kalutnya bersama alat tes kehamilan yang berada di tangannya yang menampakkan dua garis biru.

"Aku ... harus bagaimana?"

Ia baru sadar, bahwa selama sebulan ini ia menjadi budak dari orang nomor 2 di Bonten, Sanzu Haruchiyo.

Flashback on.

"Demi Bonten, aku akan mempertaruhkan tangan Rindou!" ucap pria bersurai merah muda itu dengan bersemangat sambil bersiap melempar dadunya. "Aku yakin angka kali ini pasti 4!"

Sedangkan pria paruh baya yang terlihat ketakutan melihat lawannya yang berapi-api seperti ini, ia bingung harus mempertaruhkan apa lagi.

Harta sudah cukup banyak ia keluarkan dan bahkan ia kini hampir bangkrut karena judi yang ia lakukan kali ini melawan Sanzu.

"Kau akan mempertaruhkan apalagi? Pak tua?!" tantang Sanzu dengan ekspresi meremehkan.

Ia sangat bersemangat dalam hal berjudi, apalagi dengan tambahan hal-hal yang menarik dan menantang baginya.

Bukan hanya itu, dia juga hobi menakuti lawannya. Seperti yang ia lakukan sekarang, ia menodongkan katana miliknya ke arah leher pria paruh baya yang kini menjadi lawan judinya.

"Sepertinya ... nyawamu." ucap Sanzu sambil tertawa sarkas, "Pertaruhkan saja nyawamu."

Pria paruh baya itu, ia adalah ayah dari [fullname]. Tepatnya ayah tiri. Ia hanya bisa menelan ludah ketika benda itu menyapa kulitnya dan mengukir luka kecil yang sedikit demi sedikit akan memisahkan kepala dengan tubuhnya jika pria surai merah jambu itu tak menghentikan aksinya

"Aku sudah tidak punya apa-apa lagi." gumam pria itu ketakutan. Ia rasanya ingin pergi dari sini dan berharap petinggi Bonten yang satu ini takkan mengincarnya lagi.

"Ya, ginjalmu akan laku dengan harga yang cukup besar ... bagaimana?"

Ayah tiri [name] terlihat berfikir dengan raut wajah ketakutan. Ginjal? Ia sudah menyerahkan satu ginjalnya beberapa bulan yang lalu karena kalah berjudi, dan pada akhirnya tubuh pria tua itu kesehatannya menurun drastis bahkan harus bolak-balik rumah sakit.

Meskipun begitu, ia tetap berjudi.

Namun, ia tak kehilangan akal sambil melirik ke sekeliling kasino yang menjadi tempatnya berjudi sekarang. Hingga pada akhirnya, ia menangkap siluet seseorang yang ia kenali.

Anak semata wayangnya, [fullname] datang mencarinya.

"Aku akan mempertaruhkan anak gadisku ... aku jamin dia akan menjadi barang taruhan yang memuaskan bagimu!" ucap Ayah tiri [name] tanpa rasa ragu.

Sanzu pun melirik ke arah Rindou dan Ran yang sedang menyesap sebatang rokok yang terselip diantara jari mereka, mencoba meminta pendapat apakah ini bisa diterima, atau tidak.

"Ambil saja, kau tak perlu mengeluarkan uang banyak untuk wanita malam ini ... atau kau mau memberikannya padaku? Aku akan berbahagia kalau itu terjadi." ucap Rindou pada Sanzu.

"Mana barangnya?" tanya Ran pada ayah tiri [name].

Bahkan, manusia pun mereka sebut barang.

Dengan tepatnya, seorang gadis muda yang tingginya hanya sebahu dari Sanzu itu menghampiri ayahnya yang sedang ditodong oleh katana.

Meskipun ayah tiri [name] kejam padanya, namun untuk melihatnya mati sebelum ia menderita dan meminta ampun dengan tangan [name] sendiri, ia tak rela.

Dalam kata lain, [name] juga ingin menebas kepala ayah tirinya dengan katana miliknya sendiri, bukan orang lain.

Bugh!

Namun tubuhnya berkata lain, ia malah menendang kaki Sanzu hingga pria itu sedikit terhuyung ke arah depan.

"Jangan sentuh ayah tiriku dengan pisau mu, karena itu bagianku bodoh!" kesal [name].

Sanzu menatap intens ke arah [name] sambil tersenyum smirk, penampilannya yang terlihat cukup terbuka dengan gaun hitam menambah kesan baddas woman dengan rambut yang ia kuncir asal.

Melihat gadis ini dan ucapannya barusan, ia rasa kalau ia harus menyetujui tawaran ini.

"Ya, pak tua! Aku menerima taruhanmu ...."

Kalian tau hasilnya? Tentu saja Sanzu yang menang.

Jujur, ia menyesal karena ia menuruti ucapan neneknya untuk mencari pria tua tak tau diri yang berani mempertaruhkan anak tirinya sendiri kepada seorang kriminal.

Menjadi pemuas untuk tuannya, Sanzu Haruchiyo.

Entah sampai kapan.

Flashback off.

Sudah cukup lama seorang [fullname] melamun di depan cermin. Air matanya menetes karena ia putus asa. Ia takut, bingung, sedih, bahagia, bercampur menjadi satu.

Takut, karena pria itu—Sanzu adalah orang yang cukup kejam. Bayi tak berdosa ini harus hidup. Kalaupun ia kabur, Sanzu akan mencarinya dan akan menyiksanya lagi saat ia sudah menemukannya.

Bingung, ia tak tahu harus bagaimana mengatasi hal ini. Ia salah bicara saja, satu pukulan dan cambukan akan melayang melukis tubuh indahnya.

Sedih, karena ia merasa harga dirinya hancur karena hamil tak memiliki suami.

Bahagia, karena ia kini merasa tak sendiri lagi.

Jadi, ia harus bagaimana?

-

Hualooooo, selamat datang di Marry Me punya Sanzu yaa!

Gak ada sangkut pautnya sama cerita Marry Me punya Mikey, jadi bisa dibaca terpisah kok hehe

Sorry, mungkin kedepannya memang agak brutal tapi diusahain enggak terlalu deh, banyak kata yang mungkin terkesan kasar dan gak aku sensor nantinya. Jadi seterusnya harap bijak dalam membaca ya, love u all><


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐌𝐚𝐫𝐫𝐲 𝐌𝐞 : 𝓢𝓪𝓷𝔃𝓾 𝓗𝓪𝓻𝓾𝓬𝓱𝓲𝔂𝓸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang