1. Untuk yang kesekian kalinya

8 1 0
                                    

"Gue ditolak lagi."

Harusnya ini kabar menyedihkan, tapi karena udah seribu satu kali mereka mendengar kalimat ini, bukannya sedih yang ada malah muak. Bahkan gadis cantik yang memiliki postur tubuh tinggi dengan pashmima hitam dikepalanya itu sudah bodo amat.

Disebuah rumah atau lebih tepatnya di ruang keluarga, empat anak manusia dengan usia yang sama, kurang lebih tujuh belas tahun tengah reka adegan untuk yang kesekian kalinya.

Devan Alvino, kembali ke rumah mewahnya yang seperti istana itu setelah ditolak untuk yang ketujuh kalinya oleh Adelia, gebetannya yang sekalipun gak pernah melirik dirinya yang tampan, putih, tinggi dan sedikit imut ini.

Seperti biasa, di dalam sudah ada ketiga sahabat ceweknya yang sudah menduga bakal ada sesi curhat dan mewek-mewek dari anak tunggal pemilik rumah mewah yang sudah mereka anggap rumah sendiri.

"Sukurin! Ngapain sih pacaran, banyak mudhorotnya tau" Umi Zahara, kadang dipanggil Umi kadang dipanggil Zara. Sahabat Devan sejak sekolah dasar. Cewek cantik berpashmina hitam yang tengah menonton anime ini membuka suaranya. Memang diantara kedua sahabatnya Zara yang paling terang-terangan tidak suka kalau Devan ngejar-ngejar Adelia yang gak pernah meliriknya itu. Bukan karena Zara suka Devan, tapi karena pacaran itu dilarang agama dan banyak hal negatifnya.

"Ckck," kini Bella yang berdecak, "si Adelia itu, padahal dia bisa aja bodohin Devan, pura-pura dekat tapi morotin harta Devan. Tapi dia gak mau juga, berarti dia emang benar-benar jijik sama lo, Dev." Devan mencurutkan bibirnya kesal mendengar ucapan Bella.

Abella Syaquel, panggilannya Bella. Cewek dengan rambut sebahu yang kadang-kadang terkesan 'lakik' itu juga merupakan sahabat Devan dari Sd. Bella ini gak ada jaim-jaimnya, apalagi di depan Devan yang sudah dianggapnya adik paling kecil. Tapi kadang-kadang saat sudah serius, Bella bisa bersikap paling dewasa di antara semuanya.

"Sabar ya, Devan. Kamu jangan patah semangat. Ngelihat kamu yang terus berusaha aku yakin pasti nanti Adelia bakal luluh juga sama kamu." Devan bersyukur, diantara tiga sahabat ceweknya masih ada yang waras dan benar-benar mendukungnya.

"Makasih, Aurel. Lo emang sahabat gue yang paling baik, deh." Devan menekan kata paling, membuat Zara dan Bella menatapnya sinis.

Aurellia Cako, cewek cantik dengan rambut panjang sepinggang. Kalau dibandingkan, Aurel ini paling cantik di antara ketiganya, paling manis sikapnya ke devan apalagi ia terbisa manggil aku-kamu ke siapapun. Paling lebut dan paling sayang ke Devan. Plus nya lagi Aurel juga kesayangan ortu Devan.

"Jadi gimana, nih. Apa gue nyerah aja?" Devan menghela nafasnya, ia lelah.

"Nah, iya." Zara setuju, ia mengacungkan jempolnya ke arah Devan.

Sedangkan Bella dan Aurel lebih memilih diam, no coment. Karena mau berbicara pun sia-sia, mereka sudah tau kalimat apa yang akan keluar dari mulut Devan.

"Tapi gue udah berjuang sejauh ini. Rasanya gak banget kalau nyerah gitu apa, apalagi gue seorang cowok yang emang kodratnya mengejar."

Tapi gue udah berjuang sejauh ini. Rasanya gak banget kalau nyerah gitu apa, apalagi gue seorang cowok yang emang kodratnya mengejar.

Nah, kan. Bella udah hapal mati dialog Devan.

"Serah lu dah, Dev. Serah lu," Zara bangkit dari sofa menuju ke dapur. Ia teringat tadi tante Lisa-mama Devan-menawarkan brownis sebelum pergi dengan om Jery, suaminya.

"Jadi gimana, nih?" Devan mulai merengek. Ia memang cowok yang sedikit manja, itu karena Devan terlahir sebagai anak tunggal kaya raya dan kadang-kadang juga dimanja oleh ketiga dayang-dayangnya alias sahabat ceweknya ini.

"Udah Devan, don't be sad. Ini cobain tadi tante Lisa buat brownis," Aurel mengambil beberapa potong brownis dari piring yang dibawa Zara.

Devan menatap nanar brownis coklat yang disodorkan Aurel. Semangat cowok itu semakin turun, ia tahu pasti brownis buatan mamanya ini amburadul rasanya.

"Bleee" nah kan, benar. Zara saja yang baru memasukkan sepotong brownis coklat ke dalam mulutnya langsung melepeh kembali, "asin banget," ucapnya sambil sibuk meraih gelas di meja samping sofa.

"Mana-mana coba rasain," Bella yang penasaran meraih sepotong kecil brownis dari piring dan melahapnya.

Gadis itu menggeleng, "untuk yang kesekian kali, gue yakin tante Lisa lupa bedain gula dan garam."

"Kalian ini apa-apaan sih, ini enak banget tau." Devan, Bella dan Zara menatap Aurel dengan wajah yang gak banget. Aurel ini memang aneh, semua masakan tante Lisa yang gak beres itu enak dilidahnya.

"Nanti aku minta ajarin tante Lisa deh gimana buatnya."

Jangan! Teriak Devan, Bella dan Zara kompak dalam hati.

*****

Karena tidak mendapat pencerahan setelah curhat dengan ketiga sahabatnya, Devan memutuskan untuk naik ke atas. Menuju kamarnya yang berantakan. Tidak, jangan kalian pikir karena Devan laki-laki mangkanya kamarnya kotor, Devan ini termasuk tipekal orang yang rapi. Tapi ini semua karena ulah Bella, Zara dan Aurel.

Di atas tempat tidurnya ada kemasan mie instan, Devan tau itu pasti bekas Bella, gadis pecinta musik rap itu memang hobi memakan mie instan tanpa dimasak terlebih dahulu. Enak, kriuk-kriuk katanya.

Di atas ambal ada bekas masker, kalau ini pasti ulah Aurel yang habis skincare-an tapi gak diberesin kembali.

syukurnya Zara gak ikut-ikutan, Devan yakin cewek itu pasti cuma rebahan di atas sofa sambil menonton anime dan berharap husbu-husbunya menjadi nyata.

Devan membaringkan tubuhnya di atas kasus empuk kesayangannya. Aroma bumbu mie instan bekas Bella masuk ke hidungnya, tapi karena sudah capek Devan tidak perduli lagi. Palingan nanti ia tinggal menyuruh bi Lala buat ganti seprainya.

Setelah menghela nafas berkali-kali, Devan kembali teringan kejadian beberapa waktu yang lalu.

Hari ini weekend, Devan bermaksud bermain ke rumah Adel, ia bahkan sudah menyiapkan buah tangan. Tapi belum sempat ia masuk ke dalam rumah Adel, di halaman Putri-sahabat Adel- sudah marah-marah kepadanya.

"Lo ngapain sih ke sini, Adel itu gak suka sama lo, jauh-jauh sana!"

Devan menghela nafas lagi. Kenapa susah sekali sih dapatin Adel. Kalau diliat-liat kayaknya Devan gak jelek-jelek kali, bahkan masuk ke dalam kategori good looking yang diidolakan cewek-cewek. Tajir? Banget, kalau kata Zara Devan itu hampir sama kayak karakter Daisuke Kambe duitnya banyak amat, balance: unlimited.

"Apa Adel gak suka cowok yang modelan mukanya kayak gue?" Monolog Devan. Wajahnya emang ganteng, tapi dia gak punya rahang yang tegas atau alis yang tebal, bahkan kata Aurel mukanya ada imut-imutnya.

"Tapi cha eun woo yang mukanya babyface banyak cewek yang suka. Kok gue enggak sih" Devan mengusap rambutnya frustasi. Atau jangan-jangan Adel suka cowok yang terkesan daddyable.

"Apa gue ganti style kayak om Deddy aja, ya?"

Our SadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang